Beternak Kemiskinan dan Kebodohan
Oleh: Wamdi Jihadi
Suatu hari di tahun 2000 Zimbabwe Banking Corporation (Zimbank) mengundi pemenang hadiah utama di tahun tersebut senilai 100.000 dolar Zimbabwe, dan alangkah terkejut pembawa acaranya Fallot Chawawa ketika undian dibuka dan terteralah di sana nama Robert Mugabe, Presiden Zimbabwe. Walaupun pihak bank mengatakan bahwa nama itu diacak dengan seribuan nama lainnya, namun itu semakin memperkuat perkiraan analis bahwa telah terjadi kongkalikong di sana. Demikian ditulis Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam bukunya Why Nations Fail yang diterjemahkan oleh Arif Subianto.
Di samping kekuasaan itu ibarat pisau, ia juga seperti air yang menyelusup ke serendah-rendahnya tempat untuk sekedar pamer kekuatan (show of power). Dan kalau sudah seperti itu tidak ada gerak gerik yang tidak terpantau, tidak ada ruang yang tidak patut diawasinya, bahkan lubang semut sekalipun.
Para penguasa seperti ini kemiskinan dan kebodohan warganya adalah sesuatu yang mesti dipelihara dan dirawat terus menerus, sebab kesejahteraan dan kecerdasan bakal mengancam keberlangsungannya. Dan bagi masyarakat yang sesuap nasi adalah isi kepalanya serta meraba hidupnya dalam bersikap tidaklah memiliki waktu untuk sekedar memikirkan politik.
Para intelektual yang tumbuh di masa ini pun biasanya adalah orang-orang yang berutang budi kepada penguasa, hingga kemampuan dan kecerdasan mereka justeru diberdayakan untuk mengokohkan kekuasaan tersebut. Kalaupun ada yang berani menggeleng dengan keputusan maka cukup disumpal mulutnya.
Sedangkan tokoh agamanya tak jauh berbeda, menegokan ayat-ayat Tuhan dan petuah nabi telah lumrah demi mulusnya jalan si penguasa. Orang seperti Buya Hamka bak jarum di tumpukan jerami yang enteng saja menulis di majalah Panjimas kala itu, Kalau saya diminta menjadi anggota Majelis Ulama saya terima, akan tetapi ketahuilah saya sebagai Ulama tidak dapat dibeli.
Inilah saatnya penguasa melenggang tanpa sandungan, hitam putih kehidupan ada di tangannya. Tidak ada kebenaran kalau dia mengatakan salah dan tidak ada kesalahan kalau dia membenarkan. Semua instrumen pengukuhan kekuasaan jangka panjang diberdayakakan; sejarah dimanipulasi, pendidikan dikebiri dan jabatan didinastikan. Peralihan kekuasaan digulirkan, namun yang ada orang-orang yang lepas dari mulut harimau lantas masuk ke mulut buaya.
Kalau sudah seperti ini banyak orang berjalan tanpa ruh, pekerjaan diselesaikan tanpa semangat, generasi dilahirkan tanpa mimpi, kesenian diciptakan tanpa nilai.