PKS SIAK, JAKARTA - Harapan semua komponen bangsa saat adalah ekonomi bisa pulih dan tumbuh lebih baik dari sebelumnya, tetapi kenyataanya yang terjadi malah sebalik. Selama triwulan II ekonomi Indonesia hanya sanggup tumbuh 4,6 persen atau melambat dari triwulan I sebesar 4,72 persen.
Pada kuartal kedua tahun ini mengalami perlambatan yang dipicu oleh lemahnya harga komoditas internasional dan ketidakpastian pasar keuangan akibat ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate. Selain itu juga karena pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang yang cenderung stagnan, kata Menurut Kepala BPS Suryamin di gedung BPS Jakarta, Rabu (5/8).
Pertumbuhan ekonomi AS di kuartal kedua tahun ini melambat di 2,3 persen dari kuartal pertama yang sebesar 2,8 persen. Sementara, pertumbuhan Tiongkok stagnan di 7 persen dan Singapura melemah ke 1,7 persen pada periode tersebut. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II ini dipengaruhi faktor musiman lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan. Menurut dia, hampir seluruh lapangan usaha mengalami pertumbuhan, meski tidak signifikan.
"Artinya kondisi itu ada imbasnya, pada negara kita. Maka pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2015 sebesar 4,67 persen (year on year). Dan dibanding kuartal pertama lalu (quarter to quarter) tumbuh sebesar 3,78 persen. Kecuali pertambangan dan penggalian serta jasa keuangan dan asuransi yang mengalami penurunan," lanjutnya.
Sementara, sumber pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua ini berasal dari sektor industri manufaktur yakni migas dan nonmigas sebesar 0,96 persen, diikuti pertanian dan kehutanan serta perikanan sebesar 0,91 persen. Kemudian konstruksi sebesar 0,51 persen dan informasi komunikasi 0,43 persen.
Sedangkan terkait Product Domestic Bruto (PDB) menurut pengeluaran di triwulan kedua ini, untuk konsumsi rumah tangga (YoY) hanya tumbuh 4,97 persen, konsumsi pemerintah 2,28 persen, PMTB (investasi) hanya tumbuh 3,5 persen. Sementara pengeluaran konsumai lembaga non profit justru minus 7,91 persen, kemudian ekspor juga menurun 0,13 persen dan impor juga tumbuh negatif sebesar 6,85 persen.
"Kelompok pengeluaran dari ekspor yang negatif itu akibat dari turunnya ekspor barang migas dan nonmigas, terutama impor barang modal. Sedangkan pertumbuhan dari sisi impor yang negatif hingga -6,85 persen itu juga karena penurunan nonmigas dan migas,"katanya.
Suryamin menuturkan, jika menyangkut kontribusi pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang pertama dengan share 54,67 persen. Kemudian, share kedua berasal dari PMTB, dengan kontribusi sebesar32,38 persen. "Lalu share ekspor 21,63 persen, konsumsi pemerintah 8,87 persen, konsumsi LNPRT 1,11 persen, dan impor sebagai pengurang ya, sharenya -21,67 persen," jelasnya.
Mantan Sekretaris Utama BPS itu mengakui, telah terjadi perlambatan dari kuartal ke kuartal, sejak 2011. Meski begitu, Suryamin membantah jika pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 ini merupakan bentuk resesi ekonomi. Dia menekankan bahwa masih banyak negara yang pertumbuhan ekonominya di bawah tiga persen.
"Jadi resesi itu kalau minimal dua kuartal berturut-turut growth-nya negatif. Jadi kalau masih 4,67 persen ya bukan resesi. Jepang saja hanya 1 sekian persen. Jadi dibandingkan negara lain, ya masih lebih lah ya,"imbuhnya.
Sumber : JPNN