Kisah Ramadhan Bersama PKS
PKS SIAK, Si kurus adalah seorang karyawan pabrik swasta kecil di pinggiran kota Depok Jawa Barat. Menamatkan sekolah di Comal Pemalang Jawa Tengah, lelaki dengan tujuh bersaudara ini kurang beruntung sebab tak bisa melanjutkan pendidikan tinggi. Maka, beberapa bulan setelah lulus itu, ia berniat mengadu nasib di sekitaran Ibu Kota, berharap hidup akan membaik setelah bekerja.
Sore hari sepulang kerja, ia dan temannya yang berasal dari satu kabupaten pun berinisiatif mengunjungi banyak masjid di Kota Belimbing yang dulunya termasuk wilayah Kabupaten Bogor itu. Pikirnya sederhana, “Jika nuruti kebutuhan sehingga bekerja terus, kapan dirinya bisa memenuhi hak jiwanya untuk mendapatkan asupan ruhani?”
Selain berkunjung secara langsung, ia dan temannya itu juga bertanya-tanya kepada penduduk setempat. Pasalnya, banyak sekali ajaran sesat yang gencar menawarkan diri kepada jamaah. Maka, pemuda ini tak mau sibuk beraktivitas mencari ilmu, ternyata yang menjadi tempatnya belajar adalah organisasi atau aliran yang menyesatkan.
Atas rekomendasi itu pula, ia menemukan sebuah masjid di perumahan yang cukup terkenal di dekat Jalan Raya Bogor. Pertama, mereka menuju lokasi dengan jalan kaki. Meski agak jauh, cara itu ditempuh untuk mensiasati pengeluaran, kemudian berdalih “agar sehat” kepada orang yang bertanya, “Kok jalan kaki? Kan jauh?”
Berbilang waktu, mereka nyaman dengan kajian di masjid itu. Yang paling rutin adalah kajian tafsir al-Qur’an yang disajikan dengan menggugah oleh salah satu ustadz dari lingkungan Nahdhatul ‘Ulama’ yang menempuh pendidikan strata satu di LIPIA Jakarta dan melanjutkan strata dua di Arab Saudi.
Kemudian, sampailah mereka di bulan Ramadhan yang mulia. Di masjid tempatnya mengikuti kajian itu, rupanya diadakan I’tikaf dengan menyediakan makan sahur gratis bagi seluruh jamaah. Makanan dikordinir oleh ibu-ibu kompleks perumahan dengan menu menawan bagi seorang kuli pabrik yang makan sekenanya di warung pinggir jalan.
Selain I’tikaf, shalat Tarawih di masjid tersebut cukup nyaman. Imam berkualitas dengan bacaan tartil dan gerakan thuma’ninah, kultum dari ustadz-ustadz yang bersertifikasi secara keilmuan, juga Tahajjud sebelum sahur dengan imam yang bacaan al-Qur’annya mampu menggugah hati para jamaah.
Yang paling khas, di masjid tersebut, meski jamaahnya terdiri dari orang-orang kaya dengan jabatan tinggi di tempat kerjanya masing-masing, mereka tidak menjaga jarak dengan kaum pinggiran yang ikut melakukan ibadah I’tikaf di sana.
Si kurus dan temannya itu juga berkeliling ke masjid-masjid lain atas rekomendasi dari jamaah di masjid tersebut. Hingga, ia menemukan banyak masjid dengan program serupa; shalat Tarawih berkualitas, kultum menggugah jiwa, Tahajjud bercucuran air mata dosa, sahur gratis yang amat bermanfaat bagi perantauan yang terbatas pemasukannya.
Rupanya, setelah berinteraksi agak lama dengan pengurus dan jamaah di setiap masjid yang dikunjungi, dua pemuda ini menyimpulkan hal yang sama; mereka adalah kader PKS yang memang mengoptimalkan diri dengan ibadah di bulan Ramadhan. Di antara mereka ada yang merupakan anggota nasyid, pengurus pusat, kota, kecamatan, hingga setingkat Kepala Desa dan koordinator RW, sedangkan lainnya adalah kader inti, kader biasa, simpatisan, dan kaum Muslimin secara umum.
Sumber Kisahikmah