Kisah Alqomah dan Ibunya
PKS SIAK, Di masa kenabian Nabi Muhammad saw, dulu ada seorang lelaki bernama Alqomah. Dia seorang yang rajin dalam masalah ibadah shalat, puasa dan sedekah. Namun suatu waktu dia jatuh sakit yang teramat parah—tepatnya dalam keadaan sakaratul maut. Namun entah kenapa Alqomah yang taat itu kesulitan untuk melafalkan kalimah “La ilaaha illallah”. Hingga sang istri meminta tolong pada seseorang untuk menemui Rasulullah saw, untuk menyampaikan pesan tentang keadaan suaminya pada Rasulullah saw.
Nabi pun mengutus Bilal, Ali, Salman dan Ammar r.a untuk datang ke rumah Alqomah. Di sana mereka menyaksikan betapa Alqomah dalam keadaan yang memprihatikan. Mereka bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang yang taat pada Allah dan Rasulnya itu kesulitan dalam melafalkan kalimat “La ilaaha illallah”. Lidah Al-Qomah seperti terkunci ketika akan melafalkan kalimat itu.
Merasa khawatir mereka kini mengutus Bilal untuk menyampaikan apa yang mereka saksikan kepada Rasulullah.
Rasulullah pun bertanya, “Apakah Alqomah masih memiliki ayah dan ibu?”
“Ayahnya sudah meninggal. Tapi dia masih memiliki seorang ibu yang sudah renta,” jawab Bilal apa adanya.
“Baiklah, temuilah ibu Alqomah. Aku titip salam untuknya. Jika dia masih mampu berjalan dia bisa menghadapku, jika tidak bisa maka aku yang akan ke sana.” Rasulullah menitahkan itu pada Bilal.
Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah, Bilal menyampaikan itu pada Ibu Alqomah tanpa menambah dan mengurangi.
“Lebih baik aku yang menemui Rasulullah,” ucap Ibu Alqomah.
Meski sedikitt tertatih-tatih dengan tongkat sebagai penyangga, Ibu Alqomah menemui Rasulullah. Dia mengulukkan salam dan langsung disambut Rasulullah.
“Jadi bisakan ibu menceritakan bagaimana keadaan Alqomah yang sebenarnya? Kenapa dia nampak kesulitan melafalkan kalimat “La ilaahs illallah’, padahal setahu saya dia seorang hamba yang rajin lagi taat.” Rasulullah meminta penjelasan.
“Karena aku murka padanya, Rasulullah.” Ibu Alqomah menjawab.
“Adakah alasan kenapa engkau sampai murka?”
“Karena Alqomah sudah menyakitiku. Dia lebih mengutamakan istri daripada ibunya. Dia benari mentangku demi menuruti keinginan istrinya.”
Rasululllah pun mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Bahwa yang mengunci lidah Alqomah hingga tidak bisa melafaklan kalimat “Laa ilaaha illallah” adalah karena murka dari ibunya sendiri.
Kemudian Rasulullah memanggil Bilal. Menyuruh Bilal untuk meengumpulakn kayu sebanyak-banyaknya untuk membakar tubuh Alqomah.
“Ya Rasululah, kenapa engkau mau membakar putraku di depan mataku? Bagaimana perasaanku nanti?” tanya Ibu Alqomah sedih. Yah, bagaimana pun seorang ibu mana bisa melihat putranya di bakar di depan matanya sendiri.
“Wahai Ibu Alqomah, sejatinya siska Alla nanti di akhirat akan lebih kejam. Segala amal yang dilakukannya selama ini tidak dapat diterima oleh Allah karena terhalang akan siksamu. Kebajikan yang dilakukan jadi tidak berguna dan tak bisa membantu selamat dari api neraka..” Rasulullah menjelaskan.
“Jika engkau ingin putramu selamat dari api neraka, engkau harus merelakan apa yang telah Alqomah lakukan.”
“Baiklah Rasulullah, aku akan memaafkan putraku. Aku sungguh tak sanggup mengetahui jika anakku akan masuk neraka karena diriku.” Ibu Alqomah berucap sungguh-sungguh.
Rasulullah lalu memerintahkan Bilal untuk mengecek keadaan Alqomah. Memastikan apakah Alqomah sudah bisa melafalkan kalimat “ Laa ilaaha Illallah’ atau belum. Karena jika sang ibu mengatakan semua itu hanya karena malu bukan dari hati maka apapun bisa terjadi.
Namun ternyata Ibu Alqomah sungguh tulus telah memaafkan putranya. Karena ketika Bilal sampai di pintu rumah Alqomah, dia mendengar Alqomah mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah”.
Bilal lalu masuk dan memberitahu apa yang sebenarnya telah terjadi pada keadaan bilal itu. Tentang lidah Alqomah yang terkunci tidak bisa mengucapkan kalimat syahadat karena mendapat murka dari ibunya. Bahwa segala amal yang dilakukan Alqomah tak dapat menolong karena murkanya seorang ibu pada anak.
Dan hari itu setelah ibunya memaafkan Alqomah, dia pun kembali kerahmatalullah. Dia lalu dimandikan, dikafani dan di shalatkan oleh Rasulullah.
Setelah dikuburkan Nabi Muhammad saw berkata :
“Wahai sahabat muhajirin dan anshar, siapa yang mengutamakan istrinya daripada ibunya maka ia terkena laknat Allah, Malaikat dan manusia semuanya, bahkan Allah tidak menerima dari padanya ibadah fardu dan sunatnya. Kecuali jika bertaubat benar-benar kepada Allah dan berbuat baik pada ibunya, dan minta kerelaannya, sebab ridha Allah dikaitkan dengan ridha ibu, dan murkanya Allah juga di dalam murka Allah.”
Sumber : BersamaDakwah
Ket. Foto : Ilustrasi