Orang yang Mendekat kepada Allah dengan Diseret
PKS SIAK, Tak ada yang lebih membahagiakan bagi diri seorang beriman kecuali kedekatannya dengan Allah Ta’ala. Kedekatan yang benar sebagaimana diperagakan oleh Rasulullah dengan melakukan semua kewajiban dan mengiringi penghambaan dengan amalan-amalan yang disunnahkan sebagai tambahan nan bergizi.
Kedekatan seorang hamba kepada Allah Ta’ala termasuk nikmat agung yang tak bisa digapai oleh semua orang. Allah Ta’ala memilih di antara hamba-hamba-Nya untuk didekatkan sebagai yang terkasih dari kalangan Nabi, Rasul, syuhaha, shiddiqin dan orang-orang saleh. Dari tiga predikat terakhir, kita bisa masuk ke dalamnya, insya Allah.
Dalam mengupayakan nikmat nan agung itu, Allah Ta’ala sudah membentangkan beraneka macam perintah-perintah yang dengannya seorang hamba layak dipilih menjadi kekasih-Nya. Dalam menggapainya, seorang hamba juga diberikan pilihan untuk mendekat dengan dua cara; suka rela atau dipaksa.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Athailah as-Sakandari, “Siapa yang tidak mendekat kepada Allah Ta’ala dengan halusnya kebaikan yang Dia berikan,”
Maka adzan yang dikumandangkan sehari lima kali untuk menyeru kaum Muslimin shalat berjamaah adalah sebentuk halusnya kebaikan dari-Nya. Pun dengan beraneka macam dakwah, tulisan keislaman, dialog, tayangan, juga dihadirkannya orang-orang yang senantiasa mengajak kepada kebaikan dan takwa.
Mereka itulah sosok-sosok yang diutus oleh Allah Ta’ala untuk mengajak hamba-hamba-Nya yang lain untuk mendekat kepada-Nya dengan halusnya kebaikan; mumpung belum terlambat, mumpung belum diuji dengan cobaan yang pelik, mumpung berada dalam keadaan sehat, luang, dan muda.
Sebab, jika seorang hamba enggan, apalagi menolak mendekat kepada-Nya dengan halusnya kebaikan dari-Nya, lanjut Ibnu Athailah as-Sakandari sampaikan nasihat, “maka ia akan diseret untuk mendekat kepada-Nya dengan rantai cobaan.”
Buknkah ini amat mengerikan? Tidakkah kita merasa takut atau terancam?
Bentuknya, seorang hamba, misalnya, akan didekatkan kepada Allah Ta’ala setelah bangkrut sebab saat kaya tak mau mendekat kepada-Nya. Bentuk lainnya, ia akan benar-benar merasa butuh kepada Allah Ta’ala setelah terbaring lemah dalam sakit setelah sebelumnya menolak beribadah saat sehat dan bugar.
Pun, seseorang yang ‘terpaksa’ mendekat kepada-Nya setelah alami kecelakaan menjelang maut padahal sebelumnya amat anti dengan segala macam ibadah dan proyek amal saleh untuk umat manusia. Singkatnya, mereka akan diseret untuk mendekat kepada-Nya setelah alami cobaan, ujian, kecelakaan, kemiskinan, kesengsaraan, siksa dunia, dan ketidak-enakan lainnya.
Jika tahu begini, akan pilih yang mana? Mudah-mudahan Allah Ta’ala kuatkan kita untuk senantiasa istiqamah dalam ketaatan. Aamiin.
Sumber Kisahikmah