Kecerdasan ‘Ali bin Abi Thalib
PKS SIAK, Inilah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Inilah sosok terpilih yang dinikahkan dengan Fathimah binti Muhammad ketika Abu Bakar dan Umar bin Khaththab ditolak saat meminang anak kesayangan Nabi itu.
Inilah sosok cerdas yang penuh semangat. Cerah wajahnya, ceria perangainya, berwawasan luas dan gagah berani. Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah mengatakan, “Tak ada pemuda, melainkan ‘Ali saja.”
Suatu hari dalam rangkaian Haditsul Ifki, ketika Aisyah binti Abu Bakar yang merupakan istri Rasulullah difitnah telah berselingkuh dengan Shofwan bin al-Muwaththal, maka Nabi memanggil ‘Ali untuk meminta pendapat.
Sebab tak ingin menambah beban pikiran kekasihnya itu, ‘Ali berkata, “Wahai Rasulullah, Allah tidak akan menyulitkanmu dalam perkara ini.”
“Sungguh,” lanjut beliau, “masih banyak perempuan di muka bumi.” Kata beliau sampaikan pendapatnya, “Nikahilah siapa pun yang ingin engkau nikahi dan ceraikanlah siapa pun yang ingin kauceraikan.”
Maksud perkataan ‘Ali adalah supaya Nabi tidak habis pikiran dan potensinya untuk memikirkan fitnah orang munafik tersebut. Bahwa ada banyak hal lain yang lebih besar.
Pada kesempatan lain, ketika ada yang bertanya, “Pada zaman Abu Bakar dan Umar keadaannya damai. Mengapa di masa kepemimpinanmu banyak terjadi perpecahan dan kekacauan?”
Maka jawab ‘Ali santai dan cerdas, “Di zaman kedua sahabatku, akulah yang mereka pimpin.” Lanjutnya membuat penanya diam, “Sedangkan di zamanku, rakyatnya adalah seperti kamu.”
Itulah jawaban cerdas. Ringan, namun sarat kebenaran. Selain itu, jawaban ‘Ali membuat yang bertanya diam sebab tak miliki hujjah lain.
Bahkan, ketika beliau dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, si munafik itu berkata, “Aku telah membeli pedang ini seharga 1000 dirham dan kulumuri dengan racun seharga 1000 dirham.”
“Demi Allah,” lanjut si munafik menyebut nama yang Mahasuci, “aku berdoa agar pedang ini bisa membunuh makhluk-Nya yang terburuk dan terkutuk.”
Di saat-saat seperti itu, ‘Ali yang mulia akhlaknya masih bisa tersenyum, kemudian berkata, “Doamu akan terkabul, insya Allah.”
Maka pembunuh terlaknat itu menyambar dengan tanya, “Jadi kau mengaku sebagai seburuk-buruknya makhluk Allah?”
“Tidak!” gertak ‘Ali, “kaulah orangnya!”
‘Ali pun berkata bahwa ia akan meminta anaknya untuk memberikan hukuman Qishash kepada Abdurrahman bin Muljam dengan pedangnya itu.
Lanjut ‘Ali, “Karena aku pernah mendengar Nabi bersabda, ‘Maukah kuberitahukan kepadamu seburuk-buruk makhluk, hai ‘Ali?’
“Dia adalah,” lanjut ‘Ali meneruskan sabda kekasihnya, “Ahimyar Tsamud yang membunuh unta Nabi Shalih dan seorang lelaki yang mengayunkan pedang ke kepalamu hingga darah membasahi janggutmu!”
Maka Abdurrahman bin Muljam itulah seburuk-buruk makhluk Allah.
Sumber Kisahikmah