Sebab Sukar, Kita Butuhkan Allah
Tak mudah menjadi seorang hamba yang benar iman dan takwanya, karena itulah kita membutuhakan Allah Ta’ala. Bukanlah hal yang sederhana untuk senantiasa ingat kepada-Nya, sebab itulah kita berhajat kepada pertolongan-Nya.
Hanya dengan pertolongan-Nyalah kita bisa senantiasa berada dalam iman dan takwa. Hanya dengan hidayah-Nyalah diri yang lemah dan banyak dosa ini bisa senantiasa berada dalam kebaikan-kebaikan yang amat melimpah.
Sebab memang, Allah Ta’ala Maha Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
Bayangkan, jika kita senantiasa berupaya mengingat Allah Ta’ala dalam dua puluh empat jam; saat berdiri, duduk, berbaring, dan seluruh aktivitas lainnya; adakah yang mampu menjalaninya jika bukan karena pertolongan dan hidayah dari Dia Yang Maha Menolong?
Bahkan, diakui atai tidak; dalam sehari yang terdiri dari dua puluh empat jam, kita lalai dari ingat kepada Allah Ta’ala dalam dua puluh lima jam perharinya. Padahal, dari bangun hingga tidur lagi, dari semua yang ada di dalam tubuh dan nikmat yang kita rasakan, semuanya berasal dari Allah Ta’ala.
Jika demikian, betapakah kita ini merupakan hamba yang taktahu diri?
Pun, ketika Allah Ta’ala mengutus orang-orang shaleh yang terpilih untuk mengingatkan untuk senantiasa mengingat-Nya di setiap jenak kehidupan, dengan enteng dan remeh kita menukasi, “Ah, kamu sok alim”, “Gayanya pakai ceramah”, “Urus diri sendiri, baru peduli dengan sesama”, dan kalimat sejenis lainnya.
Padahal, mereka yang senantiasa mengingatkan agar kita tidak lalai dari mengingat-Nya adalah sosok-sosok nan ikhlas yang hanya mengharap pahala dari Allah Ta’ala, dan sama sekali tak meminta keuntungan atau upah dari kita. Justru, yang diuntungkan adalah diri lalai yang senantiasa mendapatkan peringatan.
Itulah kita; hamba yang lalai, padahal diperintahkan untuk senantiasa mengingat-Nya dalam tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan kalimat thayyibah lainnya.
Itulah kita; yang sok ingkar, padahal seluruh nikmat di dalam dan luar diri berasal dari Allah Ta’ala. Dan, dalam setiap nikmat itu, ada hak syukur yang seharusnya kita tunaikan.
Maka, betapa banyak kekurangan diri yang seharusnya kita perbaiki. Betapa banyak ‘tugas’ yang diamanahkan, namun belum kita kerjakan dengan maksimal. Betapa banyak amalan yang dengannya bisa kita optimalkan, tapi diri lalai sehingga terjerumus dalam lubang binasa yang menganga.
Mari, berkomitmen menjadi mukmin sejati; yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala, dan mengoptimalkan semua nikmat untuk taat kepada-Nya dan Rasul-Nya yang mulia.
Kisahikmah.com