MK Tolak Seluruh Gugatan UU MD3
By: admin
Kamis, 06 November 2014
0
pkssiak.org, JAKARTA - Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan para
pemohon uji materi uji Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD (MD3). Gugatan tersebut sebelumnya diajukan oleh 24
anggota DPRD Purwakarta dengan nomor registrasi 93/PUU-XII/2014.
"Menyatakan menolak permohonan para pemohon seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK, Hamdan Zoelva dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu, (5/11/2014) sore, dilansir Tribunnews.
MK berpendapat permohonan para pemohon tidak berasalan menurut hukum. Menurut Hamdan diaturnya tata cara pengisian pimpinan DPRD kabupaten/kota dalam UU MD3 melalui mekanisme dipilih oleh anggota tidak merugikan hak dan atau kewenangan konstitusi para pemohon sebagai partai politik yang memperoleh suara dan kursi terbanyak pada pemilu legislatif 2014. Terlebih para pemohon tetap memiliki kesempatan untuk menjadi pimpinan DPRD kabupaten/kota.
Selain itu, menurut majelis hakim, sebagaimana telah dipertimbangkan dalam putusan Nomor 73/PUU-XII/2014 29 September lalu, bahwa UUD 1945 tidak menentukan bagaimana susunan organisasi lembaga DPR, termasuk cara dan mekanisme pemilihan pimpinannya.
Hamdan menyatakan dalam pasal 18 ayat (3) UUD 1945 hanya menentukan bahwa pemda provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui Pemilu. Hal itu berarti, ujarnya, UU 1945 tidak menentukan bagaimana susunan lembaga DPRD termasuk cara dan mekanisme pemilihan pimpinannya. Hal tersebut dianggap masuk ranah kebijakan pembentuk UU untuk mengaturnya.
Terlebih diperjelas dalam pasal 375 ayat (3) UU MD3 yang menentukan bahwa tata cara pembentukan susunan serta wewenang dan tugas alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang Tata Tertib.
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, menurut majelis hakim, mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam UU tersebut tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan keduduukan di dalam hukum dan pemerintahann seperti yang didalilkan para pemohon.
"Karena hal tersebut merupakan ranahh kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) dari pembentuk UU yang tidak bertentangan dengan UU 1945 sehingga permohonan para Pemohonan tidak beralasan menurut hukum," kata Hamdan.
*sumber: Tribunnews.com
"Menyatakan menolak permohonan para pemohon seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK, Hamdan Zoelva dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu, (5/11/2014) sore, dilansir Tribunnews.
MK berpendapat permohonan para pemohon tidak berasalan menurut hukum. Menurut Hamdan diaturnya tata cara pengisian pimpinan DPRD kabupaten/kota dalam UU MD3 melalui mekanisme dipilih oleh anggota tidak merugikan hak dan atau kewenangan konstitusi para pemohon sebagai partai politik yang memperoleh suara dan kursi terbanyak pada pemilu legislatif 2014. Terlebih para pemohon tetap memiliki kesempatan untuk menjadi pimpinan DPRD kabupaten/kota.
Selain itu, menurut majelis hakim, sebagaimana telah dipertimbangkan dalam putusan Nomor 73/PUU-XII/2014 29 September lalu, bahwa UUD 1945 tidak menentukan bagaimana susunan organisasi lembaga DPR, termasuk cara dan mekanisme pemilihan pimpinannya.
Hamdan menyatakan dalam pasal 18 ayat (3) UUD 1945 hanya menentukan bahwa pemda provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui Pemilu. Hal itu berarti, ujarnya, UU 1945 tidak menentukan bagaimana susunan lembaga DPRD termasuk cara dan mekanisme pemilihan pimpinannya. Hal tersebut dianggap masuk ranah kebijakan pembentuk UU untuk mengaturnya.
Terlebih diperjelas dalam pasal 375 ayat (3) UU MD3 yang menentukan bahwa tata cara pembentukan susunan serta wewenang dan tugas alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang Tata Tertib.
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, menurut majelis hakim, mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam UU tersebut tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan keduduukan di dalam hukum dan pemerintahann seperti yang didalilkan para pemohon.
"Karena hal tersebut merupakan ranahh kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) dari pembentuk UU yang tidak bertentangan dengan UU 1945 sehingga permohonan para Pemohonan tidak beralasan menurut hukum," kata Hamdan.
*sumber: Tribunnews.com
DPD PKS Siak - Download Android App