Cacat Hukum, KMP Laporkan Pengangkatan Ahok ke PTUN
By: admin
Jumat, 21 November 2014
0
pkssiak.org, Jakarta - Koalisi Merah Putih (KMP) akan membawa pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Juru Bicara KMP Andre Rosiade mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan kuasa hukum untuk membawa kasus pengangkatan Ahok ke PTUN.
"Minggu depan ke PTUN. Jadi persoalan konstitusi diselesaikan secara konstitusi, bukan lewat aksi barbar atau buat tandingan," tandas Andre, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Andre mengatakan jika gugatan itu dikabulkan, KMP secara tegas meminta Presiden Jokowi menarik kembali SK pengangkatan Ahok.
"Kalau dikabulkan PTUN Presiden Jokowi harus tarik lagi SK pengangkatan Ahok. Karena terbukti ilegal dan menabrak konstitusi," tegas Andre.
Ada beberapa proses pengangkatan Ahok menjadi gubernur yang tidak sesuai UU. Pertama Jokowi-Ahok pada pilgub DKI lalu dipilih berdasarkan UU No 29 Tahun 2007. Tapi Kemendagri, Presiden Jokowi dan DPRD DKI mengangkat Ahok berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 dan Perppu No 1 Tahun 2014.
"UU No 32 Tahun 2004 itu berlaku jika Jokowi-Ahok menang satu putaran dengan suara 30% plus satu. Tapi nyatanya saat pilgub lalu, Jokowi-Ahok mencapai 42% dan memaksa dua putaran. Jadi UU No 32 itu tidak berlaku. Yang berlaku UU No.29 Tahun 2007 itu, Jokowi-Ahok terpilih berdasarkan dua putaran," kata Andre
Jika merujuk pada konstitusi, UU 29 Tahun 2007 melalui Perppu No 1 Tahun 2014 pasal 173 dan 174 pengangkatan Gubernur DKI Jakarta harus dipilih kembali melalui DPRD. Bukan otomatis Ahok diangkat menjadi gubernur. Perppu No 1 pasal 173 dan 174 itu intinya dengan tegas mengatakan jika gubernur berhenti dengan masa jabatan tidak lebih dari 18 bulan, maka pengangkatan gubernur harus dipilih melalui DPRD.
"Ini sudah ada permainan kotor dan rekayasa konstitusi. Sudah ada deal-deal. Karena mendagri, presiden dan ketua DPRD dari PDIP. Kalau Ahok diangkat, maka wakil gubernur juga bisa dari PDIP," beber Andre.
Proses inkonstitusional kedua adalah soal penahanan surat DPRD DKI ke Mahkamah Agung (MA) oleh ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi. Andre mengungkapkan DPRD DKI sudah melayangkan surat ke fatwa MA sejak 5 November 2014 lalu. Tapi karena ditahan belasan hari oleh ketua DPRD DKI, MA baru menerima surat itu tanggal 17 November 2014.
Proses inkonstitusional terakhir adalah soal keputusan parpiurna oleh DPRD DKI mengangkat Ahok yang hanya ditandatangani oleh ketua DPRD DKI dan hanya dihadiri oleh 39 anggota DPRD saja.
"DPRD itu kolektif kolegial, kalau cuma ada satu tanda tangan pimpinan DPRD dan 39 anggota saja tidak kuorum. Ahok jadi gubernur ilegal," demikian Andre.
[yeh/inilah]
DPD PKS Siak - Download Android App