pkssiak.org - Dari
34 menteri yang diumumkan Presiden Joko Widodo, nama Susi Pudjiastuti
melejit jauh meninggalkan lainnya. Aksinya yang merokok di Istana Negara
dan kisah suksesnya membuat Susi bagai bintang baru yang diburu juru
warta. Lalu, bagaimana kita memberi tafsir revolusi mental Jokowi
melalui fenomena Susi?
Untuk menjawabnya, saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Apakah adegan Susi yang dengan asyiknya merokok saat diwawancara wartawan di Istana Negara hanyalah kebetulan? Saya melihatnya bukan aksi yang tak direncanakan. Terlebih ketika ulah Susi menjadi hingar bingar di jagat media sosial dan konvensional serta diikuti dengan munculnya kisah sukses Susi membangun kerajaan bisnisnya.
Bercermin dari fenomena di atas, kuat dugaan saya ini adalah salah satu cara Jokowi memberikan prolog ide revolusi mentalnya. Susi adalah sebuah mukadimah tentang apa sesungguhnya revolusi mental yang dikehendaki Jokowi.
Mayoritas bangsa ini menganggap bahwa kesuksesan itu harus linear atau berbanding lurus dengan akhlaqul karimah dan sopan santun dan moralitas. Namun, dari kasus Susi, ada pesan yang ingin disampaikan pada kita bahwa tak penting penampilan, gaya hidup atau kesopanan. Jauh lebih penting adalah kesuksesan yang ia raih.
Ya, tanpa disadari, saat kita secara massif menyebarkan info tentang lakon Susi yang merokok dan bertato (bahkan katanya bersuami tiga), lalu diikuti kabar kisah suksesnya dia, sejatinya kita sedang masuk dalam prolog yang diinginkan Jokowi soal revolusi mentalnya. Sebuah prolog untuk tafsir baru tentang arti kesuksesan nir moralitas.
Anda boleh setuju atau tidak. Tapi Anda tentu masih ingat dengan personil Slank, ikon revolusi mental Jokowi yang berfoto tanpa busana bulan lalu? Atau pesta dugem yang identik dengan Jokowi? Bukankah itu semua berkelindan dengan fenomena Susi?
Ah, semoga tafsir saya salah. Dan kita berikan waktu agar Kabinet Kerja ini bekerja.
[islamedia.co]