"Kisah Sebutir Garam" | Salim A Fillah
By: admin
Sabtu, 06 September 2014
0
pkssiak.org - Hakikat kesyukuran dalam Rajut kisah #Garam di buku "Lapis Lapis Keberkahan" ustadz @salimafillah
1. Ini kisah sebutir #Garam.
2. Titah Ar Rahman kepadanya adalah untuk mengasinkan lidah dan mengisi darah seorang hamba hina bernama Salim, yang tinggal di Yogyakarta.
3. Betapa jauh baginya, sebab ia masih terjebak di dalam ombak, di Laut Jawa yang bergolak.
4. Setelah terombang-ambing bersama penantian yang panjang, angin musim bergerak ke timur, menggesernya pelan-pelan menuju pesisir Madura.
5. Dan petani-petani garam di Bangkalan, membelokkan arus air ke tambak-tambak mereka.
6. Betapa bersyukur sebutir garam itu saat ia mengalir bersama air memasuki lahan penguapan. Penunaian tugasnya kian dekat.
7. Tiap kali terik mentari menyinari, giat para petambak itu menggaru ke sana kemari, agar bebutir yang jutaan jumlahnya kian kering dan mengkristal.
8. Sebutir #Garam yang kita tokohkan dalam cerita ini,
9. Harap-harap cemas semoga ia beruntung dimasukkan ke dalam karung goni.
10. Sebab sungguh, ada bebutir yang memang tugasnya berakhir di sini. Tertepikan bersama becekan lumpur di sudut-sudut ladang #Garam.
11. Dan dia terpilih, terbawa oleh para pengangkut ke pabrik pemurnian di Pamekasan.
12. Sebakda melalui serangkaian pembasuhan dan pengisian zat-zat yang konon mendukung kesehatan, dia dikemas rapi.
13. Digudangkan untuk menunggu pengepakan dan pengiriman.
14. Betapa masih panjang jalannya, betapa masih lama berjumpa dengan sosok yang ia dijatahkan sebagai rizqi baginya.
15. Ringkasnya, setelah berbulan, ia malang melintang menuju Jakarta, lalu Semarang, sebelum akhirnya tiba di Yogyakarta.
16. Dari pasar induknya, terlempar ia ke pasar kota, baru diambil pedagang pasar kecamatan akhirnya. #Garam
17. Lalu terkulaklah ia oleh pemilik warung kecil, yang rumahnya sebelah-menyebelah dengan makhluq yang ditujunya. Kian dekat, makin rapat. #Garam
18. Ketika seorang wanita, istri dari lelaki yang akan ia tuju dalam amanah yang diembannya, membeli dan menentengnya pulang, betapa haru rasanya. #Garam
19. Masuklah ia ke dalam masakan lezatnya, berenang dan melarutkan dirinya. #Garam
20. Lalu terdengar suara, “Sayang, silakan sarapan. Masakannya sudah siap.” #Garam
21. Dan lelaki itu, bergerak pelan dari kamarnya, menjemputnya dengan sebuah suapan yang didahului doa. #Garam
22. Segala puji bagi Allah, yang memberi titah untuk mengasinkan lidah dan mengisi darah. #Garam
23. Segala puji bagi Allah, yang mengatur perjumpaannya dengan makhluq ini sesudah perjalanan yang tak henti-henti. #Garam
24. Segala puji bagi Allah, yang menyambutkan doa bagi tunainya tugas yang diembannya. #Garam
25. Betapa jarang kita mentafakkuri rizqi. Seakan semua yang kita terima setiap hari adalah hak diri yang tak boleh dikurangi. #Garam
26. Seakan semua yang kita nikmati setiap hari adalah jatah rutin yang murni dan tak boleh berhenti. #Garam
27. Seakan semua yang kita asup setiap hari adalah memang begitulah adanya lagi tak boleh diganggu gugat. #Garam
28. Padahal, hatta sebutir garampun adalah rizqi Allah yang menuntut disyukuri. #Garam
29. Hatta sebutir garam, menempuh perjalanan yang tak mudah lagi berbulan, #Garam
30. Untuk menemui pengasupnya yang hanya berpindah dari kamar tidur ke ruang makan. #Garam
31. Betapa kecil upaya kita, dibandingkan cara Allah mengirimkan rizqiNya. #Garam
32. Kita baru merenungkan sebutir garam, bagaimanakah bebijian, sayur, ikan, dan buahnya? #Garam
33. Bagaimanakah katun, wol, dan sutranya? Bagaimanakah batu, kayu, pasir, dan gentingnya? Bagaimanakah besi, kaca, dan karet rodanya? #Garam
34. Maka seorang ‘Alim di Damaskus suatu hari berkata tentang sarapannya yang amat bersahaja.
35. “Gandum dari Najd, garam dari Marw, minyak dari Gaza, dan air Sungai Yordan. Betapa hamba adalah makhluqMu yang paling kaya wahai Rabbana!”
36. Seperti sabda Nabi saw. “Bukanlah kekayaan itu dari banyaknya bebarang harta”.
37. Demikian yang direkam Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, “Kekayaan sesungguhnya adalah kayanya jiwa.”
38. Akhirnya, mari kita dengarkan sang Hujjatul Islam. “Boleh jadi kau tak tahu di mana rizqimu”, demikian Imam Al Ghazali berpesan,
39. “Tetapi rizqimu tahu di manakah engkau. Jika ia ada di langit, Allah akan memerintahkannya turun untuk mencurahimu.
40. Jika ia ada di bumi, Allah akan menyuruhnya muncul untuk menjumpaimu. Dan jika ia berada di lautan, Allah akan menitahkannya timbul untuk menemuimu.”
41. Demikian rajut kisah #Garam dalam buku #Lapis-LapisKeberkahan ust. @salimafillah. Semoga kita bisa memahami tentang hakikat kesyukuran.
*dari twit @nurrohmanna2n9
[pkspiyungan.org]
DPD PKS Siak - Download Android App