pkssiak.org, Jakarta - Salah
satu saksi dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan presiden dan
wakil presiden di Mahkamah Konstitusi hari ini (12/8/14), Santoniha
Duaha, mengatakan panitia penyelenggara mencoblos sisa surat suara
karena rasa solidaritas. Dia sendiri merupakan anggota Kelompok Panitia
Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 03 Desa Bawelalusa, Nias Selatan.
Menurut Satoniha, anggota KPPS di TPS 03 di Desa Bawelahusa berjumlah tujuh orang. Sedangkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS 03 itu adalah 99 orang. Dan jumlah pengguna hak suara ada 42 orang. Namun, jumlah suara sah melebihi jumlah pengguna hak suara yaitu hingga 100 suara. Dan jumlah suara tidak sah ada satu.
Pasangan Prabowo-Hatta Rajasa mendapat 32 suara, sedangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla mendapat 68 suara.
Kejanggalan angka ini membuat hakim meminta saksi untuk menjelaskannya. “Bisa tolong dijelaskan lagi,” ujar Hamdan.
Akhirnya, Satoniha mengatakan bahwa anggota KPPS di TPS 03 mencoblos kembali surat suara yang sisa. “Itu berdasarkan kesepakatan anggota KPPS,” kata dia. Menurut dia, anggota KPPS bersepakat untuk mencoblos pasangan nomor urut dua. Santoniha mengaku mencoblos enam lembar surat suara. “Sisanya dibagi-bagi,” katanya.
Saat itu, Satoniha mengaku tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah. Akan tetapi, ini dilakukan karena rasa solidaritas. “Saya mengikuti saja,” kata dia.
Di persidangan ini, dia menjadi saksi dari pasangan Prabowo-Hatta. “Saya siap memberikan kesaksian,” ujar Satoniha saat memberikan kesaksian di Ruang Sidang Pleno MK, Selasa, 12 Agustus 2014.
Saat akan memberikan kesaksian, salah satu pengacara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan keberatan. Ini karena saksi ini merupakan bagian dari penyelenggara pemilu. Akan tetapi, saksi tetap mengatakan dirinya siap untuk memberikan keterangan.
Bahkan, ketika diperingatkan dia dapat dikeluarkan dari bagian penyelengara pemilu apabila tetap memberikan kesaksian, Satoniha tetap mengiyakan. “Saya siap,” kata dia.
Sikap keberatan yang diajukan oleh pengacara dari KPU pun akan dituliskan di surat keberatan. “Jangan lupa untuk ditulis,” ujar Hamdan Zoelvan, Ketua MK saat memimpin sidang. (tempo/sbb/dakwatuna)
Menurut Satoniha, anggota KPPS di TPS 03 di Desa Bawelahusa berjumlah tujuh orang. Sedangkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS 03 itu adalah 99 orang. Dan jumlah pengguna hak suara ada 42 orang. Namun, jumlah suara sah melebihi jumlah pengguna hak suara yaitu hingga 100 suara. Dan jumlah suara tidak sah ada satu.
Pasangan Prabowo-Hatta Rajasa mendapat 32 suara, sedangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla mendapat 68 suara.
Kejanggalan angka ini membuat hakim meminta saksi untuk menjelaskannya. “Bisa tolong dijelaskan lagi,” ujar Hamdan.
Akhirnya, Satoniha mengatakan bahwa anggota KPPS di TPS 03 mencoblos kembali surat suara yang sisa. “Itu berdasarkan kesepakatan anggota KPPS,” kata dia. Menurut dia, anggota KPPS bersepakat untuk mencoblos pasangan nomor urut dua. Santoniha mengaku mencoblos enam lembar surat suara. “Sisanya dibagi-bagi,” katanya.
Saat itu, Satoniha mengaku tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah. Akan tetapi, ini dilakukan karena rasa solidaritas. “Saya mengikuti saja,” kata dia.
Di persidangan ini, dia menjadi saksi dari pasangan Prabowo-Hatta. “Saya siap memberikan kesaksian,” ujar Satoniha saat memberikan kesaksian di Ruang Sidang Pleno MK, Selasa, 12 Agustus 2014.
Saat akan memberikan kesaksian, salah satu pengacara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan keberatan. Ini karena saksi ini merupakan bagian dari penyelenggara pemilu. Akan tetapi, saksi tetap mengatakan dirinya siap untuk memberikan keterangan.
Bahkan, ketika diperingatkan dia dapat dikeluarkan dari bagian penyelengara pemilu apabila tetap memberikan kesaksian, Satoniha tetap mengiyakan. “Saya siap,” kata dia.
Sikap keberatan yang diajukan oleh pengacara dari KPU pun akan dituliskan di surat keberatan. “Jangan lupa untuk ditulis,” ujar Hamdan Zoelvan, Ketua MK saat memimpin sidang. (tempo/sbb/dakwatuna)