pkssiak.org, Jakarta - Pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli 2014 sudah usai. Tapi, Jokowi tidak juga kembali bertugas sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mantan Wali Kota Solo itu malah terbang ke sana-kemari melanjutkan kampanyenya. Aktivitas Jokowi yang tidak kembali bertugas sebagai Gubernur DKI Jakarta, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama, karena Jokowi)diberhentikan dari jabatannya sebagai Gubernur DKI karena mencalonkan diri di Pilpres 2014.
Ahok terkejut ketika mengetahui SK cuti yang diajukan Jokowi ternyata menunggu sampai penetapan Pemilu Presiden 2014. Selama penetapan pemilu presiden belum terbit, Jokowi tidak menjabat Gubernur DKI Jakarta. Jika penetapan hasil pilpres sudah diumumkan KPU, untuk menjabat kembali, Jokowi harus menunggu terbitnya SK Presiden, yang mungkin tidak akan pernah terbit lagi sehubungan dengan dugaan keterlibatan Jokowi sebagai pelaku korupsi pada proyek pengadaan Bus TransJakarta sebesar Rp 1,5 triliun.
"Makanya kelamaan, saya juga kaget, tapi saya berpikir. Makanya, saya tenang-tenang, kan. Saya berpikir habis 9 Juli, 10 Juli Pak Gubernur bilang 'Hei aku batal, aku enggak cuti lagi deh.' Begitu selesai, udah tahu dong, balik lagi sampai nunggu hasil," kata Ahok di kantornya, Senin, (14/7).
Ternyata, kata Ahok, Jokowi bukan cuti, tapi diberhentikan sementara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Artinya, diberhentikan itu sampai penetapan Komisi Pemilihan Umum. "Kalau ada sanggahan segala macam bisa September, bahkan sampai pelantikan. Pokoknya sampai penetapan," tuturnya.
Menurut dia, jika Jokowi tidak terpilih tentu penetapan balik dan kalau terpilih penetapan langsung menunggu. Tentu, beliau juga pasti akan mengajukan pengunduran diri. "Plt kan sama tugasnya tetap, sampai diproses. Kalau gubernur mundur, juga tetap Plt," kata Ahok.
Di samping itu, Ahok menjelaskan bahwa Plt gubernur itu memiliki kewenangan sama dengan gubernur definitif, bisa mengeluarkan peraturan gubernur (pergub) karena fungsinya sama dengan gubernur. Namun, secara etika, kalau mau mengganti pejabat eselon 2, itu harus lewat Meteri Dalam Negeri. "Lalu, Mendagri konsultasi dengan gubernur. Itu ada kepresnya, kok," tuturnya.
sumber: asatunews