pkssiak.org, Jakarta - Anggota
Komisi IV DPR, Habib Nabiel Almusawa mengungkapkan sejauh ini Menteri
Keuangan (Menkeu) masih menolak mengalokasikan anggaran untuk tambahan
subsidi pupuk 2014. Penolakan itu merupakan pukulan telak bagi petani.
“Bulan November dan Desember 2014 tidak akan ada pupuk bersubsidi. Petani dipaksa membeli pupuk non subsidi. Dampaknya, pendapatan petani akan berkurang 30 persen”, paparnya.
Disaat harga kebutuhan sehari-hari naik, lanjutnya, pendapatan petani malah berkurang. ”Ini pukulan ke ulu hati petani. Sangat menyakitkan hati saya”, ucapnya.
Bila pada bulan November dan Desember 2014 dipastikan tidak ada pupuk bersubsidi, lanjutnya, maka gejolak harga pupuk diprediksi terjadi lebih cepat. Gejolak harga akan terjadi sebelum bulan November.
“Para spekulan akan bekerjasama dengan aparat untuk mengail di air keruh dengan menimbun pupuk bersubsidi. Pupuk menjadi langka dan kalaupun tersedia harganya lebih mahal”, tuturnya.
“Jadi, meski pupuk bersubsidi baru akan hilang bulan November namun kegundahan petani bisa berlangsung mulai bulan depan”, tandasnya.
Ia menjelaskan, subsidi pupuk pada APBN 2014 sebesar 18,047 triliun. Subsidi tersebut digunakan untuk pengadaan pupuk sebanyak 7,778 juta ton dengan rincian sebagai berikut: urea sebanyak 3,418 juta ton, SP36 (750 ribu ton), ZA (800 ribu ton), NPK (2 juta ton) dan pupuk organik (800 ribu ton). Subsidi tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan pupuk sampai bulan Oktober 2014.
Agar bisa mencukupi kebutuhan sampai akhir Desember 2014, Kementerian Pertanian (Kementan) mengajukan tambahan anggaran sebesar 4,128 triliun untuk dituangkan dalam APBN Perubahan 2014.. “Permintaan ini disetujui Komisi IV DPR tapi sejauh ini ditolak Menkeu dengan alasan tidak ada anggaran”, ujarnya.
“Sudah banyak bukti ketidakberpihakan Pemerintah pada sektor pertanian seperti ditundanya bank petani, asuransi petani dan lain-lain. Sekarang makin diperparah dengan kebijakan ini”, pungkasnya. (sbb/dakwatuna)
“Bulan November dan Desember 2014 tidak akan ada pupuk bersubsidi. Petani dipaksa membeli pupuk non subsidi. Dampaknya, pendapatan petani akan berkurang 30 persen”, paparnya.
Disaat harga kebutuhan sehari-hari naik, lanjutnya, pendapatan petani malah berkurang. ”Ini pukulan ke ulu hati petani. Sangat menyakitkan hati saya”, ucapnya.
Bila pada bulan November dan Desember 2014 dipastikan tidak ada pupuk bersubsidi, lanjutnya, maka gejolak harga pupuk diprediksi terjadi lebih cepat. Gejolak harga akan terjadi sebelum bulan November.
“Para spekulan akan bekerjasama dengan aparat untuk mengail di air keruh dengan menimbun pupuk bersubsidi. Pupuk menjadi langka dan kalaupun tersedia harganya lebih mahal”, tuturnya.
“Jadi, meski pupuk bersubsidi baru akan hilang bulan November namun kegundahan petani bisa berlangsung mulai bulan depan”, tandasnya.
Ia menjelaskan, subsidi pupuk pada APBN 2014 sebesar 18,047 triliun. Subsidi tersebut digunakan untuk pengadaan pupuk sebanyak 7,778 juta ton dengan rincian sebagai berikut: urea sebanyak 3,418 juta ton, SP36 (750 ribu ton), ZA (800 ribu ton), NPK (2 juta ton) dan pupuk organik (800 ribu ton). Subsidi tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan pupuk sampai bulan Oktober 2014.
Agar bisa mencukupi kebutuhan sampai akhir Desember 2014, Kementerian Pertanian (Kementan) mengajukan tambahan anggaran sebesar 4,128 triliun untuk dituangkan dalam APBN Perubahan 2014.. “Permintaan ini disetujui Komisi IV DPR tapi sejauh ini ditolak Menkeu dengan alasan tidak ada anggaran”, ujarnya.
“Sudah banyak bukti ketidakberpihakan Pemerintah pada sektor pertanian seperti ditundanya bank petani, asuransi petani dan lain-lain. Sekarang makin diperparah dengan kebijakan ini”, pungkasnya. (sbb/dakwatuna)