Setelah 60 Tahun, Muslim Denmark Kini Punya Masjid
By: admin
Sabtu, 28 Juni 2014
0
pkssiak.org, Kopenhagen
- Sebuah menara ramping, dengan bintang dan bulan sabit di puncaknya,
berdiri megah di salah satu sudut Kopenhagen -- itu kota Denmark. Itulah
menara masjid pertama di Denmark.
Masjid diresmikan dua
pekan lalu. Dewan Islam Denmark (DIR) mengundang keluarga kerajaan dan
politisi Denmark, tapi tak satu pun hadir. Sesuatu yang bisa dipahami.
Mereka menjaga jarak dari isu Islam, karena takut menimbulkan kemarahan
rakyat dan konstituen.
Liputan media mengenai
pembukaan terfokus pada luka lama, yaitu tentang pemuatan kartun
Rasulullah Muhammad SAW di surat kabar Jyllands-Posten tahun 2005, serta
komentar Mohamed al-Maimouni -- juru bicara DIR -- soal
homoseksualitas.
Kepada Aljazeera,
Al-Maimouni mengatakan; "Polisi dan media sangat mengecewakan. Politisi
memilih menjauh. Media sama sekali tak mengabarkan kehadiran tempat
ibadah kami."
Namun, masih menurut Al
Maimouni, Muslim Denmark tidak perlu berkecil hati. Kehadiran masjid,
setelah melewati perjuangan panjang, menjadikan Muslim adalah bagian
masyarakat Denmark seutuhnya.
Pembangunan masjid
sepenuhnya didanai Hamad bin Khalifa al Thani, mantan emir Qatar yang
oleh para kritikus disebut sangat ideologis dan memiliki hubunan dengan
Ikhwanul Muslimin. Al Mainouni mengatakan pembangunan menghabiskan biaya
27,4 juta dolar AS.
Arsitektur masjid
dipenuhi elemen umum tradisional Skandinavia, yang dipadu arsitektur
Islam dan warisan Moor Eropa di bagian dalam. Pilihan gaya arsitektur
ini merupakan hasil perdebatan panjang di kalangan Muslim Denmark.
"Kami selalu mengatakan
yang kami inginkan adalah sebuah masjid Denmark. Bukan masjid Mesir,
Qatar, Turki, atau Maroko," ujar Al Maimouni. "Kami juga memenuhi masjid
dengan semua perabot bergaya Denmark."
Muslim Denmark telah ada
sejak 1960. Mereka adalah anak-anak migran, beranak-pinak, dan
membentuk komunitas dengan populasi 260 ribu. Selama setengah abad
terkahir mereka berjuang memiliki tempat ibadah dan pusat kebudayaan
Islam, agar mereka tidak termarjinalisasi.
Itu tidak mudah.
Denmark, diakui atau tidak, adalah negara agama. Seperti negara
Skandinavia lainnya, Denmark adalah negara Calvinis.
Kendati menerima gagasan
pemisahan negara dan agama, Denmark tak bisa melepaskan statusnya
sebagai negara agama. Politisi konservatif memelihara gagasan ini, dan
berusaha mendominasi parlemen.
Stop Islamisasi Denmark
(SIAD) adalah kelompok yang menolak kehadiran masjid. SIAD mengancam
menggelar aksi protes saat peresmian masjid, tapo polisi melarang.
Anders Gravers Pedersen,
pemimpin SIAD, membandingkan perjuangan melawan Islam tidak berbeda
seperti Denmark melawan Nazi Jerman pada Perang Dunia II. Retorika
Pedersen didukung Lars Rasmussen Aslan, politisi Partai Sosial Demokrat,
tapi dengan alasan berbeda.
"Kekhawatiran kami
adalah DIR memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin," ujar Rasmussen
Aslan. "Qatar adalah pendukung dan penyandang dana gerakan Ikhwanul
Muslimin. Masjid ini dibangun dengan dana dari Qatar."
Saat peresmian, sejumlah
pemuda menyaksikan dari seberang jalan. Beberapa dari mereka sekadar
melihat mobil-mobil mewah berseliweran, lainnya mengikuti jalannya
peresmian. Masjid itu terletak di kawasan Norebro yang padat oleh
penduduk Muslim.
Brian Arly Jacobsen,
peneliti yang mengkhususkan diri dalam bidang Islam di Universitas
Denmark, hadir pada acara itu. Menurutnya, berdasarkan survei terkahir,
terjadi pergeseran suasana hadi masyarakat Denmark akan Islam dan
Muslim.
"Padahal, di tahun 1990-an hampir semua orang Kopenhagen menentang pembangunan masjid," ujarnya.
Kini, masih menurut
Jacobseb, Muslim telah memiliki masjid. Satu hal yang belum dimiliki,
yaitu pemakaman khusus Muslim. "Ini akan menjadi perdebatan yang memakan
waktu lama," katanya. (inilah)
DPD PKS Siak - Download Android App