The Living Quran
By: admin
Selasa, 27 Mei 2014
0
pkssiak.org - Apa yang bisa kita petik dari zaman keemasan Islam? Orang-orang yang
hidup jiwanya, bersih hatinya, bersemangat hidupnya, tajam akalnya,
gigih usahanya dalam segala urusan kebaikan dan ilmu, serta ringan
tangannya untuk membantu sesama dengan harta, tenaga maupun segala
kemampuannya semata-mata karena mengharap ridha Allah 'Azza wa Jalla.
Inilah orang-orang yang malam harinya bersujud dan siang harinya seperti
singa yang perkasa. Tak mundur selangkah hanya karena gentar kepada
manusia atau kecil hatinya tatkala melihat dunia tak ada dalam
genggamannya. Mereka menjadi manusia-manusia yang sangat produktif,
matang pikirannya dan tajam nalarnya karena tergabung dalam diri mereka
aqidah yang lurus, akal yang senantiasa bekerja keras untuk menemukan
kebenaran dan memahami kebenaran dengan lebih matang sekaligus merenungi
penciptaan AllahTa'ala secara terus-menerus, berimbangnya rasa takut
yang kuat dengan harapan yang optimistik sehingga mereka menjadi pribadi
yang senantiasa bersemangat dan sekaligus mawas diri, serta hati yang
senantiasa tergerak untuk melakukan amal shaleh. Mereka tidak meremehkan
berbagai jenis amal shaleh, betapa pun tampaknya kecil di hadapan
manusia.
Mereka inilah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mereka inilah yang memperoleh tempat istirahat terbaik berupa surga; tempat yang tiada lagi rasa letih dan lelah. Merekalah orang-orang yang memperoleh petunjuk karena imannya; orang-orang yang imannya menggerakkan mereka untuk senantiasa berbuat baik. Mereka menjadi bijak karena imannya, sehingga sewaktu-waktu bisa lemah-lembut. Sementara di saat lain, mereka bisa tegas dan bahkan keras, tanpa bergeser sedikit pun pikiran dan sikapnya oleh tekanan.
Teringatlah saya pada firman Allah 'Azza wa Jalla, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus, 10: 9).
Di zaman keemasan Islam, lahir para pemimpin yang disegani dan ilmuwan yang melahirkan sangat banyak penemuan, termasuk di bidang-bidang sains. Mereka produktif melakukan terobosan ilmiah dalam bidang matematika, kimia, mekanika fluida, sosiologi dan cikal bakal ilmu psikologi terutama karena kedekatannya dengan Al-Qur'an. Tetapi ini sesungguhnya merupakan akibat saja. Mereka membaca, merenungi, mengamalkan dan berusaha untuk senantiasa memperoleh manfaat yang besar. Para fuqaha mendalami berbagai cabang ilmu disebabkan kehati-hatiannya dalam berfatwa sehingga merasa perlu persoalan selengkap-lengkapnya, sematang-matangnya. Mereka merasakan dan menghayati betul pesan tiap-tiap ayat karena mereka mengimani dengan sungguh-sungguh. Tanpa keimanan yang kuat, ayat Al-Qur'an hanya menjadi bacaan atau bahkan sekedar bahan pembenaran bagi gagasan yang kita sukai.
Hari ini, kita kehilangan elan vital –daya hidup—yang luar biasa ini. Hari ini kita perlu melihat kembali apa yang sudah kita lakukan dalam mendidik anak-anak kita. Jika kita berharap mereka kelak menjadi manusia yang mendapatkan petunjuk, yakni orang-orang yang memperoleh hidayah dari Allah serta menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk (huda), pembeda yang tegas (furqaan) antara yang haq dan yang bathil, serta penjelas yang terang di antara petunjuk-petunjuk, kita perlu menghunjamkan di dada mereka keinginan untuk mengamalkan Al-Qur'an. Ini berarti kita perlu memberi pengalaman religius yang mengesankan agar mereka memiliki perasaan religius yang menggelora. Jika bergabung dalam diri mereka pengetahuan agama, pengalaman religius serta perasaan religius yang kuat, insyaAllah mereka akan menjadi pribadi yang kaya inspirasi, penuh semangat serta gigih berusaha karena dorongan iman.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Pengalaman religius inilah yang perlu kita berikan saat mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak kita, sehingga mereka memiliki perasaan yang kuat bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan. Kita ajarkan mereka satu ayat misalnya, lalu kita gerakkan mereka untuk berbuat. Atau kita ajak anak-anak untuk melakukan sesuatu, sesudah itu kita terangkan ayat yang menjadi landasan untuk bertindak. Misalnya, kita bisa mengajak anak-anak untuk berinfak dengan uang saku mereka –bukan meminta dari rumah—agar mereka memiliki pengalaman berkorban secara lebih mengesankan. Infak itu kita berikan kepada orang yang berjuang di jalan Allah Ta'ala, betapa pun mereka seakan-akan tidak memerlukan, lalu kita jelaskan kepada mereka ayat berikut ini:
"(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah, 2: 273).
Jika hati mereka sudah kuat, di saat yang lain kita bisa menggerakkan mereka menginfakkan harta yang mereka cintai untuk memenuhi seruan Allah 'Azza wa Jalla pada surat Ali Imran ayat 92:
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (QS. Ali Imran, 3: 92).
Begitulah. Mereka mempelajari Al-Qur'an, berlatih menghafal, dan berusaha mewujudkan Al-Qur'an dalam kehidupan. Saya membayangkan, guru-guru bisa membacakan satu ayat Al-Qur'an setiap hari sesudah apel motivasi, dan menjadikan ayat itu sebagai semangat; sebagai ruh bagi proses pembelajaran di sekolah selama sehari penuh. Setiap guru mengulang pembacaan ayat tersebut dan menerangkan kembali secara kreatif di awal dan akhir tiap-tiap mata pelajaran. Sedangkan sebelum siswa pulang, ayat itu dibacakan lagi disertai dorongan untuk memohon kepada Allah Ta'ala agar dilimpahi kasih-sayang dengan Al-Qur'an.
Allahummarhana bil Qur'an.
Mereka inilah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mereka inilah yang memperoleh tempat istirahat terbaik berupa surga; tempat yang tiada lagi rasa letih dan lelah. Merekalah orang-orang yang memperoleh petunjuk karena imannya; orang-orang yang imannya menggerakkan mereka untuk senantiasa berbuat baik. Mereka menjadi bijak karena imannya, sehingga sewaktu-waktu bisa lemah-lembut. Sementara di saat lain, mereka bisa tegas dan bahkan keras, tanpa bergeser sedikit pun pikiran dan sikapnya oleh tekanan.
Teringatlah saya pada firman Allah 'Azza wa Jalla, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus, 10: 9).
Di zaman keemasan Islam, lahir para pemimpin yang disegani dan ilmuwan yang melahirkan sangat banyak penemuan, termasuk di bidang-bidang sains. Mereka produktif melakukan terobosan ilmiah dalam bidang matematika, kimia, mekanika fluida, sosiologi dan cikal bakal ilmu psikologi terutama karena kedekatannya dengan Al-Qur'an. Tetapi ini sesungguhnya merupakan akibat saja. Mereka membaca, merenungi, mengamalkan dan berusaha untuk senantiasa memperoleh manfaat yang besar. Para fuqaha mendalami berbagai cabang ilmu disebabkan kehati-hatiannya dalam berfatwa sehingga merasa perlu persoalan selengkap-lengkapnya, sematang-matangnya. Mereka merasakan dan menghayati betul pesan tiap-tiap ayat karena mereka mengimani dengan sungguh-sungguh. Tanpa keimanan yang kuat, ayat Al-Qur'an hanya menjadi bacaan atau bahkan sekedar bahan pembenaran bagi gagasan yang kita sukai.
Hari ini, kita kehilangan elan vital –daya hidup—yang luar biasa ini. Hari ini kita perlu melihat kembali apa yang sudah kita lakukan dalam mendidik anak-anak kita. Jika kita berharap mereka kelak menjadi manusia yang mendapatkan petunjuk, yakni orang-orang yang memperoleh hidayah dari Allah serta menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk (huda), pembeda yang tegas (furqaan) antara yang haq dan yang bathil, serta penjelas yang terang di antara petunjuk-petunjuk, kita perlu menghunjamkan di dada mereka keinginan untuk mengamalkan Al-Qur'an. Ini berarti kita perlu memberi pengalaman religius yang mengesankan agar mereka memiliki perasaan religius yang menggelora. Jika bergabung dalam diri mereka pengetahuan agama, pengalaman religius serta perasaan religius yang kuat, insyaAllah mereka akan menjadi pribadi yang kaya inspirasi, penuh semangat serta gigih berusaha karena dorongan iman.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Pengalaman religius inilah yang perlu kita berikan saat mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak kita, sehingga mereka memiliki perasaan yang kuat bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan. Kita ajarkan mereka satu ayat misalnya, lalu kita gerakkan mereka untuk berbuat. Atau kita ajak anak-anak untuk melakukan sesuatu, sesudah itu kita terangkan ayat yang menjadi landasan untuk bertindak. Misalnya, kita bisa mengajak anak-anak untuk berinfak dengan uang saku mereka –bukan meminta dari rumah—agar mereka memiliki pengalaman berkorban secara lebih mengesankan. Infak itu kita berikan kepada orang yang berjuang di jalan Allah Ta'ala, betapa pun mereka seakan-akan tidak memerlukan, lalu kita jelaskan kepada mereka ayat berikut ini:
"(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah, 2: 273).
Jika hati mereka sudah kuat, di saat yang lain kita bisa menggerakkan mereka menginfakkan harta yang mereka cintai untuk memenuhi seruan Allah 'Azza wa Jalla pada surat Ali Imran ayat 92:
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (QS. Ali Imran, 3: 92).
Begitulah. Mereka mempelajari Al-Qur'an, berlatih menghafal, dan berusaha mewujudkan Al-Qur'an dalam kehidupan. Saya membayangkan, guru-guru bisa membacakan satu ayat Al-Qur'an setiap hari sesudah apel motivasi, dan menjadikan ayat itu sebagai semangat; sebagai ruh bagi proses pembelajaran di sekolah selama sehari penuh. Setiap guru mengulang pembacaan ayat tersebut dan menerangkan kembali secara kreatif di awal dan akhir tiap-tiap mata pelajaran. Sedangkan sebelum siswa pulang, ayat itu dibacakan lagi disertai dorongan untuk memohon kepada Allah Ta'ala agar dilimpahi kasih-sayang dengan Al-Qur'an.
Allahummarhana bil Qur'an.
Mohammad Fauzil Adhim
[pkskelapadua]
[pkskelapadua]
DPD PKS Siak - Download Android App