Dari total jumlah mention masing-masing di media sosial, perolehan sentimen positif untuk Prabowo adalah paling tinggi. Setelah itu diikuti sentimen netral dan sisanya adalah sentimen negatif.
"Ini artinya dari seluruh percakapan soal Prabowo, sebagian besar sentimennya positif dan netral," tulis Awesometrics dalam keterangan resmi yang diterimaROL, Jumat (23/5).
Sementara itu, dari jumlah mention di media sosial tentang Jokowi, sebagian besar percakapan memberi sentimen netral. Sementara, perolehan sentimen positifnya sangat kecil hanya 11 persen.
Tak beda jauh dengan sentimen negatifnya sembilan persen. "Ini dikarenakan lini masa lebih memilih bersikap menunggu dan mengamati kelanjutannya setelah pendeklarasian, tanpa beropini."
Dikatakan, beberapa faktor yang menjadi penyebab sentimen itu antara lain, semakin ketatnya kompetisi jelang pilpres 2014 menyebabkan makin banyaknya isu negatif yang menyerang kedua capres di media sosial. "Tentunya ada akun yang dalam hal ini sangat berpengaruh untuk menyebar dan memanaskan suasana."
Awesometrics menemukan beberapa isu negatif yang cukup memengaruhi sentimen media sosial untuk Jokowi. Yaitu, dinilai tak mampu membangun koalisi. Kemudian dinilai tak mampu memimpin dan hanya jadi boneka Megawati Sukarnoputri. Ini mengingat Megawati pernah menggandeng Prabowo.
Faktor lainnya, keberadaan Jusuf Kalla cukup diragukan. Bahkan, diduga ada agenda politik di balik itu. Apalagi, ada pernyataan Sabam Sirait soal mahar dari JK untuk bisa jadi cawapres yang kemudian ditanggapi para pengguna media sosial.
Selanjutnya, kerja Jokowi selama menjadi gubernur dinilai tak menunjukan hasil. Karenanya, diragukan jika menjadi RI 1.
"Lima, muncul artikel-artikel yang menuding Jokowi melakukan korupsi selama jadi wali kota Solo dan Gubernur DKI," tulis Awesometrics.
Sementara isu yang menjaring sentimen negatif untuk Prabowo yaitu, mengenai orang hilang dan tragedi ‘98. Kemudian, koalisinya dinilai tak menganut kerakyatan.
Selanjutnya, mengenai isu politik uang karena menggandeng Aburizal Bakrie (Ical). Serta mengenai power syndrom karena menggandeng Hatta Rajasa. Ini mengingat kasus hukum anak bungsu Hatta yang tak tuntas.
"Selain itu, pemilihan Hatta juga ditentang partai-partai yang berkoalisi dengan Gerindra dan ini didengar juga oleh media sosial." (republika/pkssumut)