Politisasi Mutasi
By: admin
Rabu, 07 Mei 2014
0
Hakekatnya
seorang PNS harusnya bersikap netral terhadap proses politik dimanapun mereka
bekerja. Sehingga kondisi dilingkungan PNS tidak ikut terseret dalam carut
marut politik setempat, sehingga menumbuhkan kondisi yang kondusif di dunia
kepegawaian terkhusus para abdi negara.
Ketika
seorang PNS atau pejabat ikut terseret proses dan arus politik disekitarnya,
berarti dia bersedia dan sanggup untuk menerima resiko yang berbanding lurus
dengan keberpihakannya pada proses politik yang ada. Dan hal ini adalah lumrah
dan alamiah terlebih lagi dalam dunia politik.
Ketika
masyarakat mencium bahwa dalam proses mutasi yang terjadi ada aroma politik,
masyarakat harus adil pula menilai apa yang terjadi dalam proses politik
sebelumnya. Ketika pejabat terpilih (berandai andai) yang tentunya mempunyai
visi dan misi yang harus dijalankan oleh seluruh perangkat pemko maka mau tidak
mau pejabat yang bersangkutan berhak untuk merapikan barisan untuk mencapai
misi tersebut, yang pastinya di iringi dengan kebijakan2 strategis termasuk
mutasi, maka wajar wajar saja hal itu dilakukan.
Apalagi
apa yang dilakukan oleh Pj Wako Erizal dengan melakukan mutasi dilingkungan
pemko tidak bertentangan secara hukum.
PP
49 Tahun 2008 mengatur penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala
daerah yang dilarang untuk melakukan mutasi pegawai adalah penjabat yang
memenuhi lima kondisi ini.
Pertama, apabila penjabat tersebut diangkat karena kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD, apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan. Kedua bila penjabat kepala daerah diangkat karena kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan Sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. Ketiga, penjabat kepala daerah yang diangkat dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya. Keempat, penjabat yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, Kelima, penjabat yang diangkat karena kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Pertama, apabila penjabat tersebut diangkat karena kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD, apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan. Kedua bila penjabat kepala daerah diangkat karena kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan Sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. Ketiga, penjabat kepala daerah yang diangkat dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya. Keempat, penjabat yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, Kelima, penjabat yang diangkat karena kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Dari
lima kondisi di atas, tidak satu pun terpenuhi pada pengangkatan Erizal sebagai
Penjabat Wali Kota Padang. Erizal diangkat karena terjadinya kekosongan jabatan
wali kota dan wakil wali kota yang telah habis masa jabatannya, sehingga
kekosongan jabatan tersebut terjadi bukan karena walikota dan wakil wali kota
berhenti atau diberhentikan. Artinya, sehingga alasan dan terminologi
“berhenti” atau “diberhentikan” tidaklah tepat digunakan untuk mengukur
legalitas dan kewenangan Erizal sebagai Penjabat Wali Kota Padang.
Mutasi
adalah salah satu bagian dari Manajemen PNS sebagaimana diatur dalam UU
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 73 UU ini mengatur
bahwa setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu)
instansi daerah yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Jadi, PP 49 Tahun 2008 dan PP 53 Tahun 2010 tidak dapat dijadikan dasar hukum
untuk menjustifikasi bahwa mutasi adalah tidak sah.
Dengan
kata lain, mutasi yang dilakukan Penjabat Wali Kota Padang dijalankan tidaklah
bertentangan dengan kedua peraturan pemerintah tersebut. Dan satu lagi keanehan
yang terjadi, ketika Fauzi Bahar melakukan mutasi bahkan sampai dua kali,
mengapa tidak ada yang bereaksi sedemikian rupa, sehingga sah sah saja
banyak juga yang menilai bahwa mereka yang protes itu juga termasuk politisasi
bukan semata mata pertimbangan obyektif profesional.
Jadi sebenarnya siapa yang mempolitisasi Mutasi . . . . . .?????
Jadi sebenarnya siapa yang mempolitisasi Mutasi . . . . . .?????
Asdeddy Syam
[pkspadang]
DPD PKS Siak - Download Android App