pkssiak.org, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menyerukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang Undang atau Perpu Perlindungan Anak. Hal
tersebut untuk menyikapi kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang
terungkap sudah mencapai titik mengkhawatirkan. Demikian disampaikan
Ketua FPKS DPR Hidayat Nur Wahid, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta,
Senin (19/5).
Dalam keterangan tertulisnya, Hidayat menyetujui pernyataan Menteri Sosial bahwa telah terjadi kondisi darurat kekerasan terhadap anak. Namun lebih jauh, FPKS meminta kondisi ini diikuti dengan perubahan perundangan untuk memperberat sanksi hukum bagi pelaku.
“Namun kondisi di DPR sudah di ujung masa jabatan, dan pembahasan perubahan undang-undang cenderung memakan waktu lama, sementara kasus kekerasan terhadap anak terus terjadi, maka tak salah kalau Presiden mengeluarkan Perpu Perlindungan Anak,” ujar Hidayat.
PKS menyatakan keprihatinan atas berbagai kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi belakangan. Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Sekolah Jakarta International School (JIS), Sukabumi, Pekanbaru, Tegal, Surabaya, Pandeglang dan beberapa tempat lain, termasuk kasus terakhir di sebuah TK di Jakarta, dikhawatirkan hanya merupakan puncak gunung es.
Kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak, menurut Hidayat, adalah bentuk kekejian yang tidak terkira. “Kami mengutuk para pelaku yang telah merusak masa depan anak-anak Indonesia, dan penegak hukum harus termasuk pemerintah, harus mencari terobosan untuk menghukum pelaku dengan hukuman yang lebih berat,” tegas Hidayat.
Usulan Perpu tersebut, menurut pria asal Klaten, Jawa Tengah ini, sangat mendesak mengingat tingkat kegentingan sosial yang semakin memprihatinkan. Terlebih pula, instrumen proteksi yang termuat dalam UU Perlindungan Anak yang ada tidak mampu memberikan perlindungan secara maksimal terhadap anak, dan instrumen sanksinya tidak membuat efek jera bagi pelakunya. (sbb/dakwatuna)
Dalam keterangan tertulisnya, Hidayat menyetujui pernyataan Menteri Sosial bahwa telah terjadi kondisi darurat kekerasan terhadap anak. Namun lebih jauh, FPKS meminta kondisi ini diikuti dengan perubahan perundangan untuk memperberat sanksi hukum bagi pelaku.
“Namun kondisi di DPR sudah di ujung masa jabatan, dan pembahasan perubahan undang-undang cenderung memakan waktu lama, sementara kasus kekerasan terhadap anak terus terjadi, maka tak salah kalau Presiden mengeluarkan Perpu Perlindungan Anak,” ujar Hidayat.
PKS menyatakan keprihatinan atas berbagai kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi belakangan. Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Sekolah Jakarta International School (JIS), Sukabumi, Pekanbaru, Tegal, Surabaya, Pandeglang dan beberapa tempat lain, termasuk kasus terakhir di sebuah TK di Jakarta, dikhawatirkan hanya merupakan puncak gunung es.
Kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak, menurut Hidayat, adalah bentuk kekejian yang tidak terkira. “Kami mengutuk para pelaku yang telah merusak masa depan anak-anak Indonesia, dan penegak hukum harus termasuk pemerintah, harus mencari terobosan untuk menghukum pelaku dengan hukuman yang lebih berat,” tegas Hidayat.
Usulan Perpu tersebut, menurut pria asal Klaten, Jawa Tengah ini, sangat mendesak mengingat tingkat kegentingan sosial yang semakin memprihatinkan. Terlebih pula, instrumen proteksi yang termuat dalam UU Perlindungan Anak yang ada tidak mampu memberikan perlindungan secara maksimal terhadap anak, dan instrumen sanksinya tidak membuat efek jera bagi pelakunya. (sbb/dakwatuna)