PKS: Praktek Demokrasi di Indonesia Perlu Dievaluasi
By: Abul Ezz
Jumat, 02 Mei 2014
0
pkssiak.org, SEMARANG
-- Pelaksanaan agenda Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 April lalu
memang sudah usai. Meski saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih
melangsungkan proses penghitungan, namun banyak pihak menilai agenda
pesta demokrasi lima tahunan ini tidak berjalan dengan baik, bahkan
cenderung menjadi agenda pesta demokrasi terburuk sepanjang sejarah
pelaksanaan Pemilu pasca reformasi.
Hal tersebut disampaikan oleh politisi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Fikri. Fikri yang juga Ketua
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Tengah ini menilai bahwa dalam
Pemilu 2014 ini, hampir semua elemen demokrasi masih menerapkan
demokrasi prosedural, bukan demokrasi substansial.
Setidaknya, ada tiga hal yang disorot oleh
pria yang terpilih menjadi Anggota DPR RI mewakili Daerah Pemilihan IX
(Kota Tegal, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes) ini. “Yang pertama
adalah kecurangan sistemik dalam Pemilu kali ini, seperti praktik
penggelembungan suara dihampir semua daerah di Indonesia. Meski Pemilu
sudah usai, namun bisa kita saksikan banyak laporan kecurangan, terutama
penggelembungan suara yang massif,” jelas Fikri Rabu (30/4/2014) di
Semarang.
Lebih lanjut, Fikri menyampaikan bahwa persoalan kedua adalah money politics. Ia menyoroti bahwa money politics
sudah menjadi pemakluman di hampir di semua lini, baik itu caleg,
parpol, penyelenggara pemilu bahkan masyarakat umum. “Hal ini sudah
menjadi hal yang lumrah dan parahnya tidak ada sanksi tegas mengenai
praktik ini, “ tegas pria asal Slawi ini.
Yang menjadi permasalahan selanjutnya,
imbuh Fikri, adalah perseteruan antar caleg baik internal maupun
eksternal partai. Hal ini, menurut Fikri menjadikan struktur partai
tidak terlalu dihargai oleh publik karena yang menjadi aleg adalah
mereka yang memiliki suara terbanyak, sehingga siapapun memiliki peluang
untuk jadi.
“Di tempat saya banyak ketua partai tidak
jadi aleg padahal mereka memiliki peran signifikan dalam konteks partai
dan pemilu. Ini menjadi dilema tersendiri bagi kelangsungan demokrasi di
Indonesia,” tandasnya.
Jika ini terus terjadi, kata Fikri, ke
depan partai tidak ada harganya sama sekali, karena menjadi batu
loncatan bagi mereka yang memiliki dana melimpah. Oleh karena itu, Fikri
memiliki opsi untuk mengevaluasi praktik demokrasi di Indonesia dari
demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial.
“Perlu dikaji kembali sistem pemilu proporsional tertutup, karena hal
tersebut menjadikan partai lebih berwibawa. Peserta pemilu utama kan
partai, sementara dalam konteks saat ini, partai kalah dengan caleg
sehingga tawaran opsi proposional tertutup perlu dipertimbangkan
kembali,” pungkas pria yang juga wakil ketua DPRD Jateng ini. [tajuk]
DPD PKS Siak - Download Android App