pkssiak.org, Jakarta - Pengamat politik Firman Noor mengatakan, suara dukungan warga Nahdlatul
Ulama dalam Pemilu Presiden 2014 dipastikan akan terpecah. Pasalnya,
kedua pasangan yang bersaing mendapat dukungan dari partai politik dan
tokoh-tokoh yang identik dengan organisasi masyarakat itu.
“Sudah pasti suaranya pecah. PPP, Ketua Umum PBNU, dan kemungkinan keluarga Gus Dur, seperti Yenny Wahid, mendukung Prabowo-Hatta, sedangkan PKB masuk dalam koalisi pendukung Jokowi-JK,” kata Firman Noor dihubungi di Jakarta, Selasa (20/5).
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan, adanya partai politik dan tokoh NU yang mendukung pasangan calon yang berbeda itu merupakan isyarat bahwa dukungan dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI sudah bersifat individual.
Dukungan terhadap salah satu pasangan calon sudah tidak lagi berdasarkan fatwa ulama NU, tetapi patron masing-masing kelompok dalam NU, yaitu individu kiai-kiai yang memiliki massa.
“Sebenarnya ini bukan merupakan hal yang aneh. PKB yang saat reformasi didirikan oleh tokoh-tokoh NU dan identik dengan NU, pernah mengalami konflik internal dan beda pendapat antarkiai,” tuturnya.
Oleh karena itu, Firman mengatakan bahwa PKB saat ini sudah tidak lagi menjadi satu-satunya partai politik representasi dari warga NU.
“Dengan jumlah warga NU yang mencapai puluhan juta, sementara PKB hanya meraih suara 9 persen, jelas PKB bukan satu-satunya representasi NU. Justru bukan tidak mungkin jika Said Agil yang merepresentasikan NU sebenarnya,” katanya.
Apalagi, kata Firman, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar bukanlah tokoh yang cukup dihargai oleh warga NU setelah masa Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Oleh karena itu, dukungan PPP dan Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj kepada Prabowo-Hatta pasti akan berpengaruh. Apalagi, pendukung Gerindra di Jabodetabek juga banyak yang warga NU,” katanya. (ROL/sbb/dakwatuna)
“Sudah pasti suaranya pecah. PPP, Ketua Umum PBNU, dan kemungkinan keluarga Gus Dur, seperti Yenny Wahid, mendukung Prabowo-Hatta, sedangkan PKB masuk dalam koalisi pendukung Jokowi-JK,” kata Firman Noor dihubungi di Jakarta, Selasa (20/5).
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan, adanya partai politik dan tokoh NU yang mendukung pasangan calon yang berbeda itu merupakan isyarat bahwa dukungan dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI sudah bersifat individual.
Dukungan terhadap salah satu pasangan calon sudah tidak lagi berdasarkan fatwa ulama NU, tetapi patron masing-masing kelompok dalam NU, yaitu individu kiai-kiai yang memiliki massa.
“Sebenarnya ini bukan merupakan hal yang aneh. PKB yang saat reformasi didirikan oleh tokoh-tokoh NU dan identik dengan NU, pernah mengalami konflik internal dan beda pendapat antarkiai,” tuturnya.
Oleh karena itu, Firman mengatakan bahwa PKB saat ini sudah tidak lagi menjadi satu-satunya partai politik representasi dari warga NU.
“Dengan jumlah warga NU yang mencapai puluhan juta, sementara PKB hanya meraih suara 9 persen, jelas PKB bukan satu-satunya representasi NU. Justru bukan tidak mungkin jika Said Agil yang merepresentasikan NU sebenarnya,” katanya.
Apalagi, kata Firman, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar bukanlah tokoh yang cukup dihargai oleh warga NU setelah masa Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Oleh karena itu, dukungan PPP dan Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj kepada Prabowo-Hatta pasti akan berpengaruh. Apalagi, pendukung Gerindra di Jabodetabek juga banyak yang warga NU,” katanya. (ROL/sbb/dakwatuna)