Otonomi Daerah | Oleh @irwanprayitno [Gubernur Sumbar]
By: admin
Jumat, 09 Mei 2014
0
pkssiak.org - Sistem otonomi
daerah (desentralisasi) pada dasarnya telah mulai diberlakukan di
Indonesia sejak zaman kemerdekaan. Hal itu terlihat dengan adanya
pembagian wilayah ke dalam kategori provinsi dan kewedanaan. Lalu pada
zaman pemerintahan berikutnya dibagi lagi atas kewedanaan, kecamatan
dan desa atau lurah atau nagari.
Tuntutan untuk
melaksanakan otonomi daerah makin menguat setelah tahun 1966. Semua itu
ditujukan untuk mengoptimalkan pembangunan di masing-masing daerah serta
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing
daerah. Otoda juga ditujukan agar terwujud pembagian wewenang yang
proporsional antara pusat dan daerah, sesuai dengan tuntutan pembangunan
dan perkembangan daerah.
Menurut wikipedia Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan
Daerah Otonom/Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam bahasa
Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti
sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga otonomi
dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau
kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri.
Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah.
Sejumlah
peraturan dan undang-undang telah dibuat dan diundangkan untuk mengatur
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, mulai dari Undang-undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah hingga yang
terbaru, Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun
pelaksanaannya di lapangan tidaklah mudah. Kondisi masing-masing daerah
yang berbeda, baik kondisi sumberdaya alam, budaya dan sumberdaya
manusia yang berbeda menyebabkan pemahaman dan pola pelaksanaan otonomi
daerah yang beragam pula. Begitu juga penafsiran yang berbeda dari
unsur-unsur pimpinan daerah masing-masing. Aturan main pelaksanaan
otonomi daerah terus dibenahi dan diperbarui agar bisa mengakomodir
kebutuhan dan mengantisisipasi masalah-masalah yang terjadi di daerah
Pada acara
peringatan Hari Otonomi Daerah ke XVIII tanggal 25 Desember 2014 lalu di
Istana Negara Jakarta bersama Presiden dan Gubernur se Indonesia juga
diingatkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah perlu terus ditingkatkan dan
diperbaiki. Tema yang diangkat adalah: “Dengan Semangat Otonomi Daerah
Kita Sukseskan Pelaksanaan Pemilu Tahun 2014 Dalam Upaya Memperkuat Tata
Kelola Pemerintahan Daerah” .
Di Sumatera
Barat, kami telah berusaha melaksanakan pola otonomi daerah semaksimal
mungkin. Sejumlah perizinan yang dulu kewenangannya berada di provinsi
telah didelegasikan ke Kabupaten dan Kota, bahkan ke tingkat kecamatan.
Begitu juga sejumlah kewenangan yang selama ini berada pada gubernur,
untuk efisiensi dan percepatan pelayanan kepada masyarakat, telah
didelegasikan kepada kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Menyangkut
izin-izin di pertambangan, kehutanan, perindag, pertanian, peternakan
dan sejenisnya cukup sampai kepala SKPD/Kepala Dinas atau melalui
pelayanan satu pintu. Sebanyak 97 bentuk izin, pengurusannya telah
didelegasikan kepada kepala SKPD. Begitu juga di daerah, melalui PATEN
(Pelayanan Terpadu Kecamatan), cukup sampai tingkat camat. Aturannya
telah ditetapkan melalui Pergub, SK Gubernur atau Surat Edaran. Semua
itu dilakukan dalam rangka mempercepat pelayanan dan mengoptimalkan
otonomi daerah.
Begitu juga
dengan pengangkatan dan mutasi pejabat. Kewenangan pengangkatan,
pemberhentian pejabat serta mutasi, diserahkan kepada kepala daerah
masing-masing, sesuai dengan semangat otonomi daerah. Selama ini hanya
pengangkatan pejabat eselon 2 saja yang dilaporkan ke gubernur dan
gubernur tidak pernah turut campur menentukan si A atau si B yang akan
dipilih. Begitu juga kepala sekolah, sepenuhnya wewenang Bupati atau
Walikota, karena semua sekolah berada di bawah wewenang Bupati dan
Walikota, bukan Gubernur.
Banyak dampak
positif yang saya lihat sebagai dampak kebijakan ini. Pendelegasian
wewenang menyebabkan penjabat yang diberikan wewenang beserta stafnya
lebih bersemangat dan bergairah bekerja. Pegawai-pegawai terlihat sibuk,
tak banyak waktu terbuang percuma. Di sisi lain tentu kita berharap
pelayanan yang lebih baik, cepat dan tepat sasaran, bisa diperoleh
masyarakat. Semoga! ***
[Singgalang 8 Mei 2014/http://irwan-prayitno.com/pkspadang]
DPD PKS Siak - Download Android App