Cara Sederhana untuk Bahagia
By: admin
Rabu, 07 Mei 2014
0
BETAPA dekat kebahagiaan bagi
mereka yang menetapi do’a ini:
“اَللَّهُمَّ قَنِّعْــنِيْ بِـمَا
رَزَقْــــتَــنِيْ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَاخْلُفْ عَلَى كُـلِّ غَائِـبَةٍ
لِيْ بِـخَيْرٍ”
“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qana’ah
(merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rezeqikan kepadaku,
dan berikanlah barakah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang
hilang dariku dengan yang lebih baik.” (HR Al Hakim)
Mengingat sejenak sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi
wa sallam,
“قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ
قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
“Beruntunglah orang yang memasrahkan diri,
dilimpahi rezeqi yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap
apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan
Al-Baghawi).
Betapa sederhanya kebahagiaan. Ingatlah sejenak
bagaimana Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bergurat pipinya karena alas
tidur kasar. Hari ini betapa banyak yang memiliki tempat tidur mewah, tapi
hampir-hampir tak pernah ia rasai tidur yang nikmat. Betapa berbeda.
Tengoklah Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam.
Betapa sederhana makannya. Tak menuntut syarat yang berat, justru jadikan makan
lebih nikmat. Sungguh, ketika engkau tak meninggikan syarat terhadap apa yang
engkau reguk dari dunia ini, semakin mudah engkau rasai kebahagiaan. Dan apakah
yang lebih berharga daripada ganti yang lebih baik; ganti yang lebih membawa
kebaikan atas apa-apa yang terlepas dari kita?
Maka do’a riwayat Al-Hakim (beliau
menshahihkannya) yang dicontohkan oleh Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam
ini merupakan kunci agar kita mampu bersikap secara tepat terhadap dunia:
qana’ah terhadap rezeqi dari-Nya, barakah atas rezeqi yang kita terima dan ganti
yang lebih baik (bukan lebih banyak) atas apa-apa yang terlepas dari kita.
Sungguh, rezeki yang tak barakah, amat jauh dari kebaikan.
Jika tiga hal ini ada pada kita, maka semoga
lisan kita mampu memanjatkan do’a yang menyempurnakan pembersihan jiwa kita.
Semoga.
Do’a itu (semoga kita dapat menghayati
sepenuh kesungguhan.) adalah:
اَللَّهُمَّ إنِّي أعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ
الْحَزَنِ،وَ الْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ،وَالْبُخْلِ وَ الْجُبْنِ،وَضَلَعِ الدَّيْنِ
وَ غَلبَةِالرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
(bahaya) rasa gundah gulana dan kesedihan, (rasa) lemah dan malas, (rasa)
bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penguasaan orang lain.”
Inilah do’a yang memohon pertolongan Allah Ta’ala
agar kita mampu mengalahkan hasrat untuk mengistirahatkan badan di saat ada
kebaikan yang seharusnya kita kerjakan; memohon kekuatan untuk TIDAK berpelit
dalam mengulurkan rezeki kepada orang lain; serta kelapangan hati untuk memberi
kan jasa kita yang membawa kebaikan.
Maka, jika engkau berkeinginan untuk
berkelimpahan rezeki agar waktu istirahatmu lebih banyak dan engkau dapat
bersantai-santai kapan pun engkau mau, sesungguhnya engkau telah mengingkari
do’a yang dituntunkan oleh Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam ini. Dan jika
engkau pergi ke sana kemari untuk menyeru manusia agar bersegera perkaya diri
sehingga dapat bermalas-malasan, sadarilah bahwa mereka sedang mengajak manusia
untuk menjauh dari sunnah dan menghindar dari kebaikan. Padahal bersama sunnah
ada barakah.
Semoga kita terhindar dari ghurur (terkelabui)
disebabkan angan-angan kita sendiri. Marilah kita memanjatkan do’a kepada Allah
Ta’ala:
“اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا
التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ”
“Ya Allah, tunjukilah kami bahwa yang benar
itu benar dan berilah kami rezeki kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukilah
kami bahwa yang batil itu batil, serta limpahilah kami rezeki untuk mampu
menjauhinya.”
Semoga kita tak terpedaya oleh persepsi kita
sendiri. Sungguh, kebenaran itu bukan bergantung pada persepsi kita. Baik dan
buruk juga bukan bergantung kepada persepsi kita. Bukan bergantung pada cara
pandang kita. Hari ini, ketika banyak manusia menyerukan bahwa yang paling
penting adalah persepsi kita tentang sesuatu, marilah kita ingat kembali do’a
ini. Di masa yang semakin jauh dari kehidupan Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa
sallam ini, semoga Allah Ta’ala limpahi kita hidayah agar tidak mudah takjub
pada kebanyakan perkataan manusia yang terlepas dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah.
Lisan kita berdo’a. Hati kita berharap. Tapi,
apakah kita pun merenungkan maknanya?*
[pkspadang]
DPD PKS Siak - Download Android App