Pasalnya, di hari yang sama, pendiri Setara Institute, Romo Beny Susetya, yang dikenal sebagai Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), juga menulis artikel serupa di media yang berbeda.
Menanggapi dua artikel dengan judul yang sama dari Jokowi dan Romo Beny di media yang berbeda itu, pengamat komunikasi politik Unair, Suko Widodo menilai, seharusnya Jokowi tidak perlu over expansive masuk ke ruang wilayah akademisi.
“Sebab, kolom opini atau artikel di media massa, selama ini menjadi ruang bagi kalangan akademisi. Kalau menulis sendiri, tidak jadi masalah. Tapi ini kan tidak, jadi kan tidak etis dan tidak mengedepankan aspek moralitas. Telah terjadi plagiarisme dalam tulisan itu,” nilai Suko yang dikonfirmasi via telepon selulernya oleh wartawan, Selasa (13/5), sebagaimana dikutip merdeka.com.
Lebih elok, lanjut dia, kalau yang menulis artikel itu adalah akademisi yang menjadi tim bentukannya. “Apalagi sampai mencantumkan namanya (Jokowi) di artikel itu. Akan lebih elok lagi, nama yang dicantumkan pada artikel itu, hanya tim sukses Jokowi,” katanya.
Sebagai salah seorang akademisi, Suko sendiri mengaku tersinggung dengan artikel ‘Revolusi Mental’ yang penulisnya tertera sebagai Jokowi tersebut. “Itu pelanggaran akademik. Itu sangat tidak etis. Karena ide penulisan itu sendiri, bukan dari gagasan dia sendiri,” tegas Suko.
Sementara Romo Beny mengaku artikel yang dia tulis itu, tiga pekan sebelum diterbitkan sudah dia kirim ke redaksi media cetak nasional yang memuat tulisannya, pada hari Sabtu, tanggal 10 Mei. “Saya mengirim tulisannya tiga minggu sebelumnya, dan baru diterbitkan pada hari Sabtu bersamaan dengan ‘tulisan’ Jokowi (di media berbeda, red),” dalih Romo Beny, sembari menegaskan ‘Revolusi Mental’ miliknya merupakan gagasan dari Romo Mangun.
Beny adalah salah seorang tim sukses Jokowi.
(merdeka.com/salam-online)