Biarkan Dakwah Bermetamorfosa
By: admin
Kamis, 15 Mei 2014
0
(Alumni Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau)
Kita mulai dengan renungan
Mengapa Metamorfosa?
Seorang syeikh dakwah yang terkenal tajam bashirohnya pernah mengatakan bahwa perubahan adalah sesuatu yang niscaya, "Bahkan ketika seluruh orang di dunia telah berkumpul hatinya sebaik Rasululah SAW sekalipun, perubahan kearah capaian-capaian yang lebih baik tetap perlu dilakukan", kata beliau. Sebab perubahan itu adalah spirit utama kehidupan. Sesuatu yang tidak berubah, seperti mengalami stagnasi kehidupan ataupun ruhnya telah mati suri. Rasulullah SAW mengatakan bahwa mereka yang hari ini tidak lebih baik dari hari kemarinnya, maka ia termasuk kalangan pecundang.
Dalam gerak langkah dakwah, ada banyak rintangan yang menghambat kemajuan. Yang dimaksud sebagai penghalang disini adalah cara pandang kita tentang dakwah. Begini, sebagai aktivis, para murabbi kita dulu telah mengajarkan bahwa dalam dakwah -dan Islam secara keseluruhan- ada hal-hal yang bersifat tsawabit dan ada yang tergolong mutaghayyirat. Hal-hal tsawabit ini adalah ketentuan yang baku, rigid, tidak boleh dipertentangkan. Tidak ada ruang diskusi di sana. Ada pula hal-hal yang mengandung prinsip murunnah, keleluasaan. Ia bisa berubah sesuai tuntutan zaman, tuntutan keadaan.
Kuunu Rabbaniyyin
Ketika kesadaran berdakwah dan berjama'ah sudah kembali menancap kokoh dihati kita, bergelora dan meluap-luap, sekaranglah saatnya berbenah diri. Menyiapkan sebanyak-banyaknya untuk mengarungi medan dakwah yang semakin hari terbentang semakin luas, menanam bibit kebaikan di setiap tanah kosong yang kita temui.
Imam Thabari menjelaskan berbagai pendapat ulama tentang pengertian rabbani, kemudian beliau menyimpulkan; pertama, Rabbani adalah mustawa atau level yang paling tinggi dari sekedar faqih (memahami agama) dan ‘alim (penguasaan ilmu dari kitab Allah{ali-Imran:79}). Kedua, Rabbani adalah sebuah kejeniusan tersendiri yang mampu menggabungkan antara al-fiqh dan al-'ilm dengan beberapa aspek vital lainnya, yaitu; (1) Al bashiroh bissiyasah, punya sense of politics yang tinggi. Melek Politik, (2) Al bashiroh bittadbir, wawasan manajerial yang memadai, (3) Al Qiyamah bi syu'un arra'iyyah wa ma yushlihuhum fi dunyahum wa dinihim. Pro-rakyat, yakni selalu melaksanakan dan menjalankan segala urusan rakyat dan segala hal yang membawa kemaslahatan mereka, baik dalam kehidupan dunia mereka apalagi kehidupan beragama.
'Alim merupakan syarat bagi seorang rabbani, mengingat kedudukan ilmu sangat penting dalam Islam. Al-‘Allamah DR.Yusuf Al- Qardhawy secara bijak mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang kita perlukan dalam tuntutan zaman yang semakin berat ini. Yaitu; Ilmu Syariah, Ilmu Bahasa, Ilmu Sejarah, Ilmu Sosial, Sains dan Teknologi, dan Ilmu yang terkait realitas.
Syarat kedua setelah 'alim adalah Faqih (pengetahuan yang mendalam tentang agama). Kegiatan tafaqquh meliputi paling tidak sepuluh ruang lingkup; (1) Fiqh ahkam, (2) Fiqh dakwah, (3) fiqh amal jama'i, (4) fiqh muwazzanah (pertimbangan), (5) fiqh aulawiyat(Prioritas), (6) fiqh sunnah, (7) fiqh Taghyir (Perubahan), (8) Fiqh Tarikh (Sejarah), (9) Fiqh Waqi'(Kemampuan memahami realita), dan (10) Fiqh Ikhtilaf (perbedaan).
Setelah capaian itu tercapai semuanya, pada saat itulah perubahan (metamorfosa) itu akan nampak jelas. Hal ini dilakukan dengan; merekayasa metamorfosa itu, bercita-cita untuk itu, Tamaddun (peradaban), mengumpulkan aset, punya ide cemerlang, human resurces, we need 'duit' it, Eksekusi: mengalih ide ke amal nyata, kapitalisasi aset: menggagas peristiwa, merangkai cerita, dan amal sehat, kemudian diakhiri dengan do'a yang sempurna.
Belajar dari kisah para Nabi. Ada tiga setting dakwah yang bisa diambil dari kisah Ashabul Kahfi, nabi Musa, dan nabi Sulaiman. Dimana masa ashabul kahfi sebagai personifikasi dakwah, nabi Musa sebagai pribadi untuk umat, dan nabi Sulaiman sebagai dakwah super power.
Itulah metamorfosa dakwah dimana ashbul kahfi yang mempunyai keimanan yang kuat tapi lemah dan tak berdaya sehingga mereka harus pergi, menghindar dari kezaliman untuk menyelamatkan keimanan mereka. Kemudian datanglah nabi Musa as. dengan bekal keimanan dan keberanian yang kuat, tapi itu juga ternyata tidak bisa membuat Fir'aun takluk di tangannya karena tidak adanya kekuasaan yang mengokohkan kedudukannya. Akhirnya dengan keimanan, keberanian, dan kekuasaan nabi Sulaimanlah negeri-negeri dapat ditaklukan bertanda berjayanya Agama Allah pada masa itu.
Ketiga kisah yang termaktub dalam Alquran tersebut mengajarkan tentang Islam secara keseluruhan, integral. Dimana untuk mencapai kejayaan Islam ada tahap-tahap seperti itu. Dimulai dengan perenungan terhadap apa yang harus dilakukan. Kemudian menyiapkan diri priabadi muslim yang rabbani, yang berilmu dan memahami agamanya secara mendalam. Setelah itu, mengumpulkan kekuatan dengan menggabungkan pribadi rabbani itu kedalam wadah, ide, pemikiran, dan visi misi yang sama. Kemudian sama-sama berbuat dan beramal untuk mencapai kejayaan Islam yang diinginkan bersama tadi. Wallahu a'lam.
:: PKS PIYUNGAN
DPD PKS Siak - Download Android App