Ajari Anak Bekerja untuk Berbagi
By: admin
Selasa, 27 Mei 2014
0
pkssiak.org - Inilah Hadits yang termaktub dalam Shahih Muslim. Masuk pada bab
Sedekah, diterangkan bahwa suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam (SAW) bertanya kepada para sahabat, “Siapa di antara kalian yang
berpuasa hari ini?”
Maka Abu Bakar menjawab, “Aku.”
“Siapa di antara kalian yang mengantar jenazah pada hari ini?” Rasulullah SAW bertanya lagi.
Maka Abu Bakar kembali menjawab, “Aku.”
Nabi SAW bertanya, “Siapa di antara kalian yang memberi makan kepada orang miskin pada hari ini?”
Maka Abu Bakar menjawab, “Aku.”
Nabi SAW bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini menengok orang sakit?”
Abu Bakar menjawab, “Aku.”
Maka Rasulullah SAW
bersabda, “Tidaklah seluruh perkara ini berkumpul dalam satu orang
melainkan ia akan masuk surga.” (Riwayat Muslim).
Ada pelajaran penting
yang perlu kita renungkan. Untuk mengantarkan anak-anak kita meraih
surga, salah satu pilarnya adalah ringannya hati untuk mendermakan
hartanya. Bukankah salah satu bukti takwa adalah kerelaan menafkahkan
sebagian hartanya untuk menyantuni mereka yang miskin, membantu anak
yatim, menolong agama Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) serta segala
sesuatu yang bernilai ibadah kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Alif laam miim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada
yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab
(al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat.” (Al-Baqarah [2]: 1-4).
Berpijak pada ayat ini,
kita perlu mempersiapkan anak-anak kita agar tangan mereka selalu di
atas. Bukan di bawah mengharap derma jatuh. Kitalah yang harus mendidik
mereka agar senantiasa memiliki kegelisahan untuk berbagi dengan apa
yang mereka miliki. Bukan untuk memetik kesenangan karena melihat
kegembiraan orang-orang papa tatkala menerima kepingan uang receh yang
ia berikan. Kita juga perlu mendidik mereka untuk senantiasa berharap
bisa berbagi apa yang mereka miliki. Kita pacu mereka untuk bekerja
dengan sungguh-sungguh. Kita kobarkan tekad mereka untuk bersedia
memeras keringat agar dengan itu bisa berbagi.
Artinya, mereka bukan
hanya kita biasakan sebagai perpanjangan tangan orangtua, tetapi
betul-betul dilatih untuk memberi. Apa bedanya?
Kadang kita merasa sudah
cukup mendidik mereka untuk dermawan dengan memberi kepingan uang receh
untuk mereka berikan kepada pengemis. Sepintas tindakan ini sepertinya
sudah cukup untuk mengajarkan keutamaan berderma. Tetapi sebenarnya yang
kita lakukan hanyalah menyuruh mereka mengantarkan uang. Bukan memberi.
Itu pun yang kita berikan hanya uang receh, yang kalau jatuh di jalan
tak akan kita cari.
Bukan berarti memberi
uang untuk diberikan kepada peminta-minta tidak berguna. Tetapi ini
hanya bagus sebagai pembelajaran bagi balita. Itu pun sebatas memberi
pengalaman memberikan uang yang dititipkan kepadanya. Bukan pengalaman
untuk berbagi dan berderma. Sebab, kita memberi hanya karena ada yang
meminta. Bukan memberi karena merasa perlu memberi. Lebih mulia dari itu
adalah memberi karena merasakan betapa orang lain sangat memerlukan.
Alhasil, pengalaman
memberikan uang receh kepada pengemis hanya membiasakan mereka untuk
tidak gusar pada pengemis. Jauh lebih bermanfaat adalah pengalaman
diajak orangtua mengantarkan derma kepada tetangga yang memerlukan,
sahabat dekat maupun jauh yang sedang memiliki keperluan mendesak, atau
keluarga yang perlu disantuni. Kita sengaja mendatangi mereka untuk
berbagi. Kita sengaja berbagi karena sadar bahwa itu mulia.
Dan karena berbagi itu
mulia, kita secara sengaja berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mampu
memberi derma. Bahkan kalau perlu, tunjukkan kepada anak bahwa untuk
berderma dalam takaran yang memberi manfaat itu, kita secara sengaja
menyisihkan harta, menabungnya untuk kemudian memberikan kepada yang
memerlukan. Kita juga tunjukkan kepada anak tentang besarnya keinginan
kita untuk bisa memberi dalam jumlah yang lebih besar, seukuran yang
bisa meringankan beban orang lain. Pada saat yang sama kita memotivasi
mereka untuk kelak mereka bisa berbuat yang lebih.
Jadi, ada tiga hal yang
perlu kita tanamkan di sini. Pertama, memberi sebagai kesengajaan yang
disertai usaha dan bahkan perjuangan serius. Kedua, kita memberi untuk
meringankan beban dan memberi manfaat, bukan sekadar untuk meringankan
perasaan bersalah kita. Apalagi hanya untuk memetik kesenangan dengan
mengundang orang-orang miskin datang ke rumah kita, mengumumkan
kemiskinan mereka dan kedermawanan kita dengan memberi harta yang tidak
seberapa. Ketiga, kita ajari anak-anak untuk memberi dengan harta yang
berguna. Bukan sekadar uang receh yang apabila jatuh di jalan, kita
tidak menghentikan kendaraan untuk mengambilnya.
Selebihnya, kita
tanamkan kepada mereka tekad untuk bisa memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi agama dan umat ini; tekad untuk bisa memberi yang
lebih besar dan lebih baik di masa-masa yang akan datang. Ini diwujudkan
dengan kerja keras dan kesungguhan berbagi.
Tentu saja, pada saat
yang sama mereka juga perlu kita ajarkan untuk menakar pemberian. Sebab,
memberi tanpa ilmu akan melemahkan orang yang kita beri. Memberi derma
kepada saudara kita yang memiliki keperluan sangat mendesak dalam
hidupnya, tentu sangat berbeda dengan memberi pengemis. Apalagi jika
mereka mengemis karena mencukupkan diri dengan pekerjaan tersebut.
Sesungguhnya, di antara
orang-orang yang meminta-minta itu ada yang memetik keuntungan besar
darinya, sehingga mereka tak mau lagi berusaha bekerja keras dan
produktif.
Menguatkan Tekad
Agar keinginan,
kesediaan dan tekad untuk berbagi itu melekat kuat pada diri mereka,
kita perlu mengulang-ulang nasihat, inspirasi, anjuran, dorongan secara
langsung maupun pengalaman-pengalaman berbagi secara bermakna.
Pembelajaran yang
disertai dengan pemberian pengalaman akan berkesan bagi mereka. Tetapi
jika tidak ada perulangan, lama-lama akan menguap habis sehingga
anak-anak itu tak mempunyai lagi keinginan –apalagi tekad—untuk
berderma. Sementara jika sekedar memperoleh perulangan nasihat maupun
pengalaman tanpa makna, lama-lama pesan itu akan hambar. Tidak
menggerakkan jiwa.
Banyak hal yang bisa
kita lakukan untuk menumbuhkan tekad. Sekali waktu misalnya, kita bisa
mengajak mereka untuk mengunjungi lembaga bisnis milik Muslim yang
memiliki komitmen bagus terhadap agama. Kita bisa tunjukkan kepada
mereka berapa besar keuntungan yang diperoleh dari bisnis itu. Kemudian
kita mengajak mereka untuk melihat, apa amal shaleh yang bisa dilakukan
dari keuntungan bisnis tersebut. Selanjutnya, kita bertanya apa yang
bisa mereka lakukan kelak dan menanamkan tekad untuk menolong agama
Allah SWT dengan membiayai dakwah serta menolong orang-orang yang papa.
Kita juga bisa mengajak
mereka mendatangi pusat kota dan melihat gedung-gedung yang tinggi
(meskipun mungkin Anda melewatinya setiap hari), lalu mengajak mereka
untuk mencita-citakan amal shaleh di masa yang akan datang.
Intinya, kita merangsang
mereka untuk berkeinginan melakukan amal shaleh yang sebaik-baiknya,
memelihara tekad tersebut dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Kita ajari mereka bekerja keras untuk bersedekah. Bukan bersedekah agar
memperoleh harta yang lebih banyak. Semoga dengan itu kelak mereka
termasuk orang-orang yang benar imannya. Bukan mendustakan! Wallahu
a’lam.
Mohammad Fauzil Adhim
[pkskelapadua]
DPD PKS Siak - Download Android App