Select Menu

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

Kamis, 01 Mei 2014

Perdebatan Bangau...| By @ewahyudie


Sebuah kepatuhan yang tertinggal

pkssiak.org - Suatu sore di hulu sebuah sungai yang mulai mengering, sekumpulan bangau tengah menghadapai sebuah masalah yang teramat pelik untuk mereka pecahkan. Perjalanan yang harus mereka tempuh kali ini untuk mempertahankan hidup kelompok mereka justru menjadi biang permasalahan itu sendiri.

Betapa tidak, Sang Pemimpin Bangau memutuskan kepada seluruh anggota kelompoknya untuk menempuh perjalanan melalui jalan darat. Tidak dengan mengepakan sayap. Terbang melintasi daerah demi daerah seperti yang selama ini mereka lakukan.

Tentu saja hal ini sangat mengecewakan sebagian anggota bangau yang turut dalam rombongan tersebut. Siapapun tahu, bangsa bangau adalah penerbang yang ulung. Bangsa burung yang senantiasa mempertahankan eksistensinya dengan berpindah-pindah dalam kebersamaan kelompok yang tangguh dan saling melindungi.

Bangsa bangau adalah koloni yang terkenal dengan sosok pemimpinnya yang tidak diragukan lagi kapabilitasnya oleh seluruh makhluk. Namun kali ini, sebagian dari kelompok bangau mulai mempertanyakan kemantapan hati pemimpin mereka untuk mempertahankan keunikan yang selama ini mengundang decak kagum seisi bumi.

“Ketua, tidakkah engkau salah memutuskan?” seekor bangau mengajukan pertanyaannya mewakili sebagian yang lain.
 “Saudaraku, ini keputusan yang harus kita jalani”
“Sejak kapan kita bermigrasi dengan berjalan kaki, Ketua?”
“Ini pilihan. Lihatlah diatas sana, langit gelap. Sebentar lagi badai akan datang. Kita tak mungkin terbang melawan alam yang teramat kuat, Saudaraku”
“Apa kata orang nanti, Ketua. Maukah engkau ditertawakan? Mereka akan berkata: “lihatlah, bangau sekarang berjalan kaki demi segenggam makanan” Aha, bukankah ini sangat memalukan, Ketua?”

Sang Pemimpin menatap dalam anggotanya yang melakukan protes. Sementara bangau-bangau lain mulai riuh mengeluarkan suara mereka yang terpecah. Sebagian tetap mematuhi keputusan Sang Pemimpin, sementara sebagian yang lain memiliki pendapat yang sama dengan seekor bangau yang melakukan protes.

“Dengarlah, Saudaraku. Berjalan kaki bukanlah suatu kehinaan atau suatu dosa bagi kita. Bukankah akal dan seluruh daya ini anugerah Sang Pencipta yang harus kita gunakan demi menjaga hakikat kelangsungan kelompok kita? Dan, terbang juga bukanlah satu-satunya cara untuk meraih tujuan….”

“Apakah engkau akan berbangga dengan ini, Ketua? Huh, bukankah ini kesengajaanmu saja? Ini akal-akalanmu saja supaya engkau memimpin rombongan ini dengan berjalan didepan, dan orang lain akan memandangmu dengan penuh takjub sebagai seorang pemimpin yang mulia…memalukan sekali, Ketua!”

“Saudaraku, ketahuilah. Kita tak mungkin berdiam diri di sini sementara musim terus berganti dan sungai ini akan mengalami kekeringan. Kita juga tak mungkin terbang karena angin kencang akan menghadang. Sadarlah, pejalanan ini harus dilanjutkan. Menempuh perjalanan darat hanyalah cara kita untuk tetap berjalan dengan tidak menimbulkan korban di antara kita” Sang Pemimpin tetap menjawab dengan bijak di tengah tekanan yang terus membesar dari anggota kelompoknya.

“Baiklah, Ketua. Kalau begitu kami akan menempuh perjalanan sendiri, dan kami menyatakan diri keluar dari kelompok ini”

“Itu pilihan, Saudaraku. Siapa saja boleh memilih, meski sebenarnya perpecahan bukanlah jalan terbaik dalam setiap perjuangan. Masih bisa kita pikirkan bersama sebenarnya….”

“Sudahlah, Ketua. Aku akan berangkat bersama anggota lain yang sependapat denganku”

Tak menunggu lama, Sang Bangau yang melakukan protespun terbang diikuti beberapa bangau yang memiliki persamaan pemikiran dengannya. Sementara Sang Pemimpin tengadah melepas kepergian anggotanya dengan berat hati. Tergambar jelas dalam bayangannya resiko yang harus dihadapi mereka yang memutuskan diri untuk berpisah dari kelompok.

“Aku do’akan kalian selamat sampai tujuan, dan kita bersua kembali nanti” Sang Pemimpin sekuat tenaga menata hatinya yang diliput kesedihan.

Angin bergemuruh semakin kencang, halilintar bertalu menghias angkasa yang menghitam. Tepat di atas hilir sungai, kelompok bangau yang terbang mulai merasakan beban yang teramat berat. Sayap-sayap mereka tak lagi bisa dikuasai dengan sempurna. Demikian juga dengan pandangan yang mereka yang mulai kabur karena hujan yang tercurah.

Perlahan namun pasti, penyesalan mulai merayap, menjalar dalam relung hati mereka. Kengerian menyergap, membuka segenap kesadaran yang sebelumnya terkunci. Kesadaran akan pentingnya mematuhi keputusan Sang Pemimpin mulai menyengat keangkuhan yang membutakan hati mereka. Namun sayang, belum sempat mereka berfikir panjang untuk segala keputusan yang telah diambil, badai telah mengganas. Tubuh-tubuh mereka terhempas dengan keras, menukik tanpa terkendali.

Sementara di bawah sana , dari sudut mata yang mulai mengabur, para bangau menangkap sosok buaya yang tengah bercengkrama dengan bangga, seolah mereka tahu, Tuhan telah menyediakan hidangan lezat dari atas sana.

Oleh: Eko Wahyudi
Follow @ewahyudie on Twitter

______
http://www.ewamazing.com/2014/04/perdebatan-bangau.html?m=1
0 Comments
Tweets
Komentar