"Nggak Penting Belain PKS...!"
By: Abul Ezz
Minggu, 13 April 2014
0
pkssiak.org - Pendidikan
politik pertama saya dapat dari Bapak. Doktrin yang SELALU Bapak
berikan adalah doktrin apatis. Memprotes berbagai kerusakan bangsa.
Ibaratnya, Indonesia sudah rusak sekaset. Jadi kalau mau benar, ganti
kaset baru. Semuanya harus generasi baru.
Tapi
Bapak belum pernah mendiskusikan solusi nyata atas semua protesnya.
Kesimpulannya ada di satu kata. Golput. Untuk apa memilih, tidak ada
perubahan nasib. Proklamasi Bapak, tidak akan milih sampai mati. Ekstrim
kan?!
Saya
sangat memahami pola pikir orang tua saya. Satu dari sekian banyak
kasus golput sebagai pilihan di tanah air. Beberapa faktor mempengaruhi
sikap demikian. Termasuk sepinya pendidikan politik yang benar dan
santun. Karena saya kenal karakter Bapak, akan sia-sia jika mendebatkan
bahwa Pemilu sejatinya berhubungan dengan harga cabe, jumlah
pengangguran, kebajiran, korupsi dan semua nasib bangsa. Maka lakukan
sesuatu. Ganti dengan anggota dewan dan pemimpin yang amanah. Mewujudkan
kecintaan pada Allah dengan melakukan yang terbaik bagi bangsanya.
Bukan hanya golput dan orasi menghujat.
Untuk
sementara, status saya dan Bapak. Bagi saya, sikap saya. Bagi Bapak,
sikap Bapak. Bapak tidak akan ikut saya dan saya tidak akan ikut Bapak.
Tapi kami saling menghormati. Lucunya… Sejak 2004, Pemilu pertama yang
saya ikuti, saya pilih PKS dan langsung jadi saksi TPS. Mengawal suara
hingga ke PPK. Padahal ketika itu, saya masih sangat baru mengenal
tarbiyah. Bahkan masih mempertayakan banyak hal di tarbiyah.
Pesan
murobbi saya menjelang jihad siyasi, PKS hanyalah nama. Dan nama bisa
apa saja. Maka seorang aktivis dakwah bisa dan boleh mengusung berbagai
nama untuk misi dakwahnya. Bisa dan boleh masuk ke berbagai lini
kehidupan. Tidak ada pengecualian termasuk di ranah politik. Kebetulan
Keadilan dan Sejahtera disepakati sebagai nama dari gerakan dakwah di
politik.
Kalau
yang saya bela PKS, maka bisa jadi PKS mati. Seperti PK yang dipaksa
mati oleh ketentuan parliamentary treshold. Tapi yang kita bela adalah
dakwah yang diusung PKS. Dan dakwah tidak akan pernah mati. Ketika
berkesempatan buka-buka fb. Ada perdebatan cukup panjang karena status
seseorang yang dulunya ADS. Salah satunya komentarnya, “kalau masih ada
PK saya pilih PK, nggak pake’ S. Sayang PK sudah tamat riwayatnya.”
Saya hanya ngomong sendiri, “mbak ini belain namanya.” Berubah nama,
berubah juga sikapnya.
Kalau
yang saya bela PKS, saya kemungkinan besar putus hubungan dengan banyak
saudara seiman yang mati-matian bilang demokrasi tidak sesuai syariah
Islam. Mereka yang sengit menulis komentar Islam hanya bisa
diperjuangkan dengan cara yang diajarkan Rasulullah. Dan sistem partai
dalam Pemilu adalah sistem kapitalis.
Sudah
cukup saya harus menahan diri untuk tidak menyahut berbagai komentar
tersebut. Paling maksimal saya curhat ke suami, menumpahkan ke-gregetan
tersebut. Rasanya mau teriak, sadar nggak sich lho kalo musuh Islam
sengaja mau mengadu domba kita biar banyak orang Islam nggak milih. Biar
Indonesia dikuasai orang kafir, Biar Islam di Indonesia musnah.
Halooo…! Tapi cuma neriakin suami. Kalau teriak di sosmed, khawatir
khilaf.
Kalau
yang saya bela PKS, dimana nurani keibuaan saya. Anak usia 11 bulan
dalam kondisi demam diajak pergi seharian. Ada baksos dapil 1. Naik
motor dengan lama perjalanan lebih dari satu jam. Pergi di terik mentari
dan pulang di kala senja menutup hari. Tapi dengan bismillah saya
tetap ikut ‘bantu’ baksos. Meski faktanya saya hanya mengurusi si kecil,
tak apalah. Belum lagi tatapan iba dan protes dari banyak orang yang
melihat.
Kalau
yang saya bela PKS, saya akan stress di saat media ramai mengumumkan
PKS hanya menduduki posisi 7 atau 8 dari 15 parpol peserta Pemilu.
Bukan 3 besar yang selalu diteriakkan. Seolah kerja-kerja sepanjang
tahun harus pupus oleh Pemilu satu hari.
Kalau
yang saya bela PKS, saya kian tertekan mental dengan sikap orang tua
saya. Sementara saya ‘jungkir balik’ mengenalkan PKS, melakukan
pendidikan politik yang Islami. Mirisnya, orang terdekat saya justru
antipati. Syukurnya, Bapak tidak pernah menghalangi saya aktif di
partai. Do’a saya, semoga kerja dakwah kami turut dirasakan Bapak.
Sindiran kecil dari Bapak, biasa. “Katanya anti korupsi. Presidennya
kena tahan KPK!” Enjoy aja, saya kan nggak belain PKS.
Maaf,
terlalu murah harga yang harus dibayar untuk semua perjuangan para
aktivis dakwah jika hanya atas nama PKS. Maka, saudara-saudara sebangsa
setanah air, ingat, nggak penting belain PKS!
Oleh: Umi Laila Sari
Humas DPC PKS Kemuning, Kota Palembang
DPD PKS Siak - Download Android App