Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » Merawat Kuncup...

Merawat Kuncup...


By: Abul Ezz Kamis, 17 April 2014 0


pkssiak.org - “Apa ya?” tanya Nur entah pada siapa. Hari ini kami reuni, grup Liqo7 kuliahan 10 tahun lalu. Ga semua hadir sih, Cuma berempat dari sepuluh. “Apa ya, yang menarik dari Mas Ano,” ulang Nur. Tidak satu pun dari kami yang menjawab. Hanya pandangan kosong ditingkahi senyum kecil, menggelayut memori tiga tahun termanis itu.

“Mas, sweater-nya bagus” selorohku sambil senyum, mengomentari sweater-nya yang bergambar Partai Keadilan no 24, dengan tagline ‘Berjuang’ itu. Tak disangka, sejurus kemudian Mas Ano telah membuka sweater-nya tersebut dan disodorkan padaku, lengkap dengan senyum manisnya. Aku hanya diam, bahkan tak sanggup berucap terima kasih ketika sweater Mas Ano berpindah ke tanganku.

Selesai Shalat Dhuha, kami suka nongkrong di tangga lantai dua kampus. Saat Mas Ano datang dari kejauhan, dengan tapak tapak langkahnya yang santai tapi pasti, seolah Ia sedang menikmati setiap langkahnya itu. Senyumnya yang unik terbang duluan menghampiriku, sebelum raganya ikut duduk disebelahku.

“Ini untuk antum” jawabnya tanpa ditanya. Secarik kertas ukuran satu senti kali sepuluh. “Des, Aku mencintaimu - Ano-” dengan tulisan tangannya sendiri. Sambil menahan kaget dan haru, aku sempatkan melirik sisa-sisa kertas di tangannya, yang keburu berlari mencari alamat-alamatnya masing-masing di jurusan-jurusan lain.

Entah disengaja, tapi aku merasa dia tak pernah sempat menjelaskan lebih dalam, apa maksud dan motif dari aksi aksi heroiknya itu. Kami juga tak pernah sempat memintanya menjelaskan. Sepertinya ia memang sengaja menyediakan ruang besar pada kami untuk diisi penjelasan sendiri-sendiri, menerjemahkan secarik kertas cinta tadi dengan tafsir kami masing-masing sebagaimana yang kami suka.

Pertama kali kenal Mas Ano adalah ketika ia mengisi sesi motivasi pada acara ospek mahasiswa baru. Kesederhanaannya, tutur katanya yang nyastra tapi natural itu menjadi magnet tersendiri bagiku. Bagaimana ia menjelaskan atau menceritakan ulang suatu kejadian dengan konstruksi yang nyastra, unik, gerakan tangan, dan mimik muka antusias itulah yang menurutku mejadi daya tarik paling besar bagiku.

Dan ini jelas menurun, di saat bersamaan, tanpa disadari aku telah dibentuk menjadi sepertinya. Dalam kegiatan pembinaan remaja di keluarga remaja islam masjid kampus, beberapa teman mengungkapkan dengan gamblang tentang anehnya caraku memilih kata-kata untuk berbicara. Mas Jun, Presiden BEM kakak kelas kami waktu itu juga pernah memcandai kami, “Hati hati ente, nanti diracuni gaya Mas Ano.” Ya, kami senang sudah diracuni. Kami senang telah diceburkan Mas Ano dalam kolam tarbiyah ini.

“Malam ini, kita akan begadang, amakan semua lokasi disekitar kossan antum,” jelas Mas Ano. Ya! Besok pemilu 2004, “Informasi yang kita dapatkan, akan ada selebaran kampanye hitam” tambahnya menjelaskan. Kita tidak pernah mendapat penjelasan lengkap dari Mas Ano tentang Partai Keadilan itu, atau Partai Keadilan Sejahtera itu, tentang adanya pasukan kesatria PKS yang bernama Kepanduan dan Santika itu. Bahkan tak satu pun struktur DPRa dan DPC sekitar Dago ini yang kami kenal saat itu. Bahkan aku tidak pernah menyadari, kapan persisnya aku mulai memiliki pembelaan terhadap PKS ini, kapan aku mulai berubah dari mahasiswa baru yang sedang menuntut Ilmu diniyah dalam pengajian pekanan yang bernama liqo itu, menjadi seorang kader PKS yang setia.

Malam itu sepulang liqo, kami jalan kaki menyusuri jalan jalan sekitar Dago, sampai subuh menyapa. Di pasar Tubagus itulah, aku menemukan satu rim selebaran hijau yg berisi kampanye hitam yang jelas fitnah pada PKS. Jantungku berdegup kencang, Segera aku menelepon Mas Ano, “Mas, ini digimanain,” tanyaku. Menit berikutnya aku sudah diminta menghubuni DPC setempat. Lalu satu rim kampanye hitam itu sudah diamankan oleh pengurus DPC setempat.

Ra
madhan 2003, kami liqo sambil buka puasa dan shalat taraweh bersama. Dari ransel besarnya, Mas Ano mengeluarkan sekotak cokelat dengan kemasan elegan yang belum pernah aku lihat. “Ini dari kakak kelas antum yang baru pulang dari Jerman,” katanya menjelaskan.

“Siapa Mas” tanyaku.
“Antum nggak kenal, Des, kalian nggak ada yang kenal,” jawabnya.
Berarti mestinya cokelat ini untuk Mas Ano pribadi, pikirku.

Ya, Mas Ano selalu entah sengaja, atau memang sudah begitu karakternya, menanamkan nilai nilai keluhuran pada kami dengan praktik langsung, tanpa deklarasi monumental berupa pidato kebangsaan di awal atau akhirnya. Ya, selalu menyisakan ruang bagi kami mengelaborasi nilai sikapnya.

Ia sering, dan sepertinya Ia memang hobi melakukannya. Mengirimi kami sms motivasi, kata kata indah yang kadang ia karang sendiri, atau kutipan dari tulisan Ustadz Anis Matta. Dan seringnya, isi SMS-nya sesuai dengan kebutuhan jiwa kami saat itu.

“Jika kau lelah, rehatlah sejenak, bersandarlah dipohon palma, tataplah gemintang, siapa thau ia turun mengirim tenang,” suatu kali smsnya datang persis di hari terakhir UTS. “Karena besok, kalian akan berpencaran dipelosok pelosok bumi, menebar wangi di sana,” SMS-nya mengiringi hari wisuda kami “Pemimpin itu, adalah dia yang memiliki stok motivasi paling banyak,” bunyi SMS-nya kala satu di antara kami diamanahi presiden BEM. Singkat, indah, dan membekas ...

Itulah kisah tentang murabbi kami, yang mengenalkan pada kami jamaah partai dakwah PKS ini. Yang terus menyiram kuncup cinta kami agar tumbuh mengarah ke jalan Dakwah. Yang pertama kali mengenalkan, memahamkan konsep perjuangan partai dakwah ini. Dengan caranya yang simpel, jelas ia bukan Ustadz Hidayat Nur Wahid, Ustadz Anis Matta, kala itu. Tapi ialah pahlawan sesungguhnya bagi kami. Karena justru pekerjaan-pekerjaan kecilnya itulah yang berpengaruh sangat besar bagi kami. Pekerjaan pekerjaan kecilnya itulah, yang menumbuhkan motivasi tak berbatas, bagi kami mencari lebih paripurna jaring penjelasan dari jejak jejak nilai mulia yang ia tinggalkan sengaja dalam tapak tapak kecil sejarah pertumbuhan kami.

Yang selalu menyisakan rongga besar pertanyaan setiap kali kami Liqo pekanan, sekaligus motivasi untuk mencari isi yang pantas untuk ruang besar tadi. Kalau Baginda menjawab Tanya akan siapa dirinya dengan “Aku adalah sebait Doa Ibrahim AS empat millennium yang lalu”. Maka Izinkan aku mengatakan padamu mas, bahwa “Aku yang lemah, compang camping ini dapat bertahan istiqamah di jalan ini, adalah kuncup yang kaurawat dulu, yang kautiup tumbuh melewati masa masa kritis pencarian jati diri, dengan pengertian dan sabarmu yang tak kutemukan batasnya.

Warisan paling berharga darinya. Dari waktu tiga tahun itu, adalah kenangan. Kenangan indah, kenangan manis yang dapat kami buka kapan saja, yang dapat kami pakai sebagai obat bagi sakitnya semangat kami. Satu kutipan yang sering ia sampaikan pada kami, dari Ustadz Anis Matta, yang menjadi favorit kami bersama,

“Jika ragamu lelah, maka kau perlu cadangan tenaga
yang diambil dari ruhiyahmu
.” )I(

Oleh: Aki Awan

____
Dikutip dari buku "Pahlawan Dalam Diam"

[pksnongsa]


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar