pkssiak.org - Mencermati
beberapa TPS di perumahan Jatibening Baru Kota Bekasi, di daerah itu
PKS rata-rata memperoleh angka di atas 50 suara pada setiap TPS. Saya
cukup tertarik untuk mengaitkan politik dengan bisnis. Saat ini kita
akan mulai dari salah satu pelajaran dasar dalam ilmu Marketing. Salah
satu strategi pemasaran adalah 4P, yaitu Product, Price, Place, &
Promotion. Pertanyaan sederhana terkait kata Place, “Adakah yang tahu
apa alasan sebuah perusahaan mendirikan cabang di suatu tempat tertentu?
Kenapa tidak di seluruh tempat saja?”
Tentu
alasan lokasi pendirian cabang perusahaan-perusahaan besar bukan
berdasarkan kehokian, primbon, maupun untung-untungan alias #atjak.
Dalam hal ini, biasanya perusahaan memakai pendekatan yang ‘defensive’
yaitu prinsip “maintain the customers” (terjemah:
menjaga/merawat/mempertahankan pembeli/konsumen). Disebabkan fokus pada
pembeli, maka biasanya dipilihlah lokasi cabang di tempat yang
pembeli/konsumen produk mereka sudah cukup banyak.
Pendekatan
yang terkesan ‘defensive’ tersebut ternyata dinilai cukup efektif pula
untuk memperbesar jumlah konsumen. Ibarat gula dengan semut, maka bila
perusahaan menempatkan cabang di suatu tempat akan berdatanganlah
konsumen-konsumen. Atas dasar ini mengapa perusahaan bisa berkelakar di
suatu tempat dan produknya dikenal hingga digandrungi banyak orang.
Pendekatan yang ‘defensive’ tadi ternyata menjadi ‘aggressive’.
Yang
jadi pertanyaan selanjutnya, sudahkah partai politik melakukan
pendekatan ini secara efektif? Merawat sejumlah massa yang sudah pasti
memilih mereka. Seperti pembuatan cabang/markas kecil di RT/RW yang
jumlah suaranya dapat dikatakan cukup banyak. Saya rasa pendekatan
‘defensive’ ini bisa menjadi ‘aggressive’ di kemudian hari, ketika
cabang tersebut digerakkan untuk menjadi pusat informasi dan pelayanan
partai politik bahkan sebagai markas kampanye atau promosi mereka.
Di
Turki, Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) merupakan partai yang sedang
berkuasa di sana sejak tahun 2001. Mereka menggunakan rumah
kader-kadernya sebagai Pusat Informasi dan Pelayanan sampai level RT
bila di Indonesia. Tahun-tahun ini adalah waktu “negative campaign”
terbesar yang disasarkan kepada mereka. Namun perolehan suara mereka
saat pemilu 30 Maret 2014 lalu sebesar 47%, masih di atas perolehan
suara pemilu 5 tahun yang lalu sebesar 39%. Mungkin salah satu
penyebabnya adalah cabang-cabang mereka cukup efektif menyampaikan
informasi sampai tingkat ‘grassroot’ yang menepis setiap “negative
campaign” yang ditujukan kepada mereka.
Amat
disayangkan fenomena di Indonesia saat ini, begitu mudahnya massa
pemilih di suatu lokasi bergeser dari satu partai ke partai lain di
setiap kali pemilu. Di suatu lokasi, tahun 1999 bisa menjadi lumbung
suara PDIP, namun di tahun 2004 bergeser kepada partai Golkar, dan di
tahun 2009 bergeser lagi kepada partai Demokrat, dan seterusnya.
Kelabilan
dalam pilihan politik merupakan masalah yang serius. Setiap partai
memiliki corak politik yang berbeda, maka kelabilan politik adalah tanda
masyarakat masih belum benar-benar mengenal partai politik pilihannya
sehingga mudah sekali pilihan politiknya berubah karena “money
politics”, opini-opini yang kurang valid, maupun hal lain yang bukan
esensi dari politik (bahasa ustadz Anis Matta, masyarakat Indonesia
masih cenderung emosional, tidak seperti Turki yang cenderung rasional).
Mungkin itu juga disebabkan oleh ketiadaan cabang sebagai corong
informasi partai politik.
Bagaimana dengan PKS? Allahu a’lam…
Oleh: Aswin Noor
Kader PKS Jatibening Baru, Pondok Gede/Owner Quemama
____