Raihab dan Muhannad |
pkssiak.org, ALEPPO - Tanah gersang bebatuan mirip
dalam kisah para nabi terhampar dalam perjalanan kami menuju Tauwama,
sebuah daerah di bagian barat Provinsi Aleppo yang dekat dengan pintu
perbatasan Bab El Hawa menuju Turki. Hari terakhir, di pengujung pekan
(11-12 April 2014) kami di sini akan mengunjungi seorang hafidzah cilik
bernama Raihab.
Jalan menanjak bebatuan menuju rumah Raihab menghadang di depan kami.
Membuat kami harus turun dan berjalan menuju rumahnya. Tiba di depan
rumah Raihab, seorang pemuda gagah berjanggut tipis, berbaju hitam dan
bercelana motif camouflage menyambut kami dengan ramah, Muhannad namanya.
“Alhamdulillah, saya sedang berada di rumah. Baru saja saya tiba tadi
pagi dari medan tempur,” ujar Muhannad sambil mempersilakan kami masuk
ke dalam rumahnya. Sedikit terkesima ketika kami melihat bendera hitam
bertuliskan syahadat dan tulisan Jabhat Al Nusrah di bawahnya, tepat di
pintu masuk rumah dan juga ada di atas pintu masuk ke ruang dalam ketika
kami dipersilakan duduk di ruang tamu.
Muhannad ini adalah kakak tertua dari Raihab, dan ternyata dia adalah
Mujahidin anggota Jabhat Al Nusrah yang bertempur melawan pasukan rezim
di Aleppo. Muhannad inilah yang menjadi tulang punggung keluarga
Raihab sejak sang ayah telah berpulang pada tahun 2009 lalu karena
serangan jantung. “Akibat terlalu banyak merokok!” kata Muhannad.
Raihab pun akhirnya dipanggil keluar oleh Muhannad. Anak keenam dari
tujuh bersaudara ini bercerita bahwa ia baru saja menghafal Al-Qur’an
dalam 8 bulan terakhir. Dan saat ini alhamdulillah sudah hafal 4 juz
Al-Qur’an. Hal ini bukanlah perkara yang mudah bagi seorang Raihab yang
baru berusia 12 tahun untuk menghafal Al-Qur’an.
Sebab Raihab harus membagi waktu di antara kesibukannya belajar
sebagai murid di sekolah pada pagi hari, menjadi murid madrasah pada
sore harinya, harus membantu sang ibu mengurus rumah dan menjaga seorang
adiknya yang berusia 6 tahun. Tiga orang kakak wanitanya saat ini sudah
berumahtangga, dan satu lagi kakak prianya saat ini ditahan dalam
penjara rezim sebagai tawanan karena sang kakak, Muhannad, bergabung
dalam perlawanan melawan Basyar.
Selama kami di rumah Raihab suara helikopter terus menderu di atas
kami, dan beberapa kali terdengar ledakan di kejauhan. “Tak apa, tak
perlu takut,” tenang Muhannad. Raihab pun bersuara dan memotong,
“Hal-hal seperti ini sering juga mengganggu konsentrasi saya dalam
menghafal Al-Qur’an.”
Ketika ditanya apakah ia tahu jika ia menghafal Al-Qur’an bisa
berakibat ditangkap oleh pihak rezim, Raihab menjawab bahwa ia tidak
tahu menahu soal ini. Raihab hanya ingin menghafal Al-Qur’an karena
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda ‘sebaik-baik kalian
adalah yang menghafal Al-Qur’an dan mengajarkannya’. “Nanti saya akan
kembali mengajarkan kepada orang lain apa yang sudah saya hafalkan
selama ini,” kata Raihab dengan mata berbinar penuh semangat.
Pembicaraan terus bergulir hingga tiada terasa matahari makin
menggelincir, dan kami merasa sudah waktunya untuk undur diri kepada
keluarga Raihab. Allahul musta’an. (emriza/ulet/bumisyam)
salam-online