Partai Adalah Keluarga
By: Abul Ezz
Selasa, 25 Maret 2014
0
pkssiak.org - Memilih pasangan hidup adalah awal seorng manusia memasuk gerbang pernikahan. Banyak hal yang kita 'teliti' dari calon pasangan tersebut,mulai dari bibit, bebet, bobot, dan dalam aturan agama Islam jelas disyariatkan memilih karena harta, kecantikan terakhir yang jika kalian pilih maka akan kau dapatkan semuanya adalah karena agamanya.
Menikah, tentu saja semua orang punya impian yang baik-baik apalagi menikah adalah menjalankan setengah agama. Artinya, apapun yang kita lakukan dalam kerangka rumah tangga akan bernilai ibadah.
Dalam perjalanan rumah tangga tidak selamanya berjalan mulus, kadang tersandung batu yang menghampar. Berselisih paham tentang jalan yang akan ditempuh ketika di persimpangan. Berargumen menentukan jalan yang terbaik bagi para penumpang (baca, anak-anak). Terkadang ada juga bagian keluarga yang notabene orang-orang yang kita cintai tergelincir di perjalanan dunia. Bahkan, mungkin sang imam (suami) atau istri itu sendiri.
Namun tiada mungkin kesalahan-kesalahan mereka dan juga terperosoknya mereka membuat kita lalu meninggalkannya saja di tengah jalan. Karena niat di awal pernikahan kita sepakat membawa perahu rumahtangga ini bersama-sama menuju kebahagiaan kampung akherat. Maka, atas dasar itulah (maaf) dan juga kelapangan dada kita untuk kembali menerima dan membimbing mereka kembali kepada jalan yang semestinya.
Mungkin buat saya, beginilah saya memilih sebuah partai. Diawali dengan niat menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Mencari ladang ibadah dalam dakwah
karena di awal saya memasuki jalan ini, sungguh bukan partai yang ada tapi kebaikan-kebaikan jalan tarbiyah yang membawa saya bergabung disini.
Ketika orang menamai jalan tarbiyah atau entah apa, saya hanya tertarik dengan kebaikan-kebaikan dari individu-individu yang ada didalamnya.
Akhir tahun 1993, ketika saya menikah dan mengikuti suami yang kala itu masih menuntaskan study S2 nya di negeri Belanda, disinilah saya mengenal nilai-nilai Islam. Bukan di negeri saya yang masyarakatnya mayoritas umat Islam. Namun justru di kota kecil (Delft) dimana Islam adalah minoritas.
Merasa nyaman saya bergaul dengan para pelajar dan juga istri-istri mereka yang sungguh menjaga nilai-nilai keislaman dalam pergaulan. Ditengah hiruk pikuk kemaksiatan tanpa batas di negeri Eropa. Dalam kelompok kecil ini kami saling mengingatkan pentingnya mempelajari nilai-nilai kebaikan dalam agama kita (Islam).
Saya mulai belajar 'mencintai' sosok Muhammad SAW bukan saya tidak pernah mengenalnya karena saya pun dibesarkan oleh orangtua yang sejak kecil menanamkan nilai-nilai Islam. Namun disinilah saya benar-benar mulai mencintai karena cinta itu saya dapat dari membaca, belajar mengenal sosok pribadinya melalui Al-Qur'an dan hadistnya.
Sedikit demi sedikit saya mulai memperbaiki diri. Dari mulai cara berpakaian, ucapan, laku dan pola pikir tentang Islam yang hakiki. Saya mulai memahami betapa nilai kebaikan itu bukan hanya untuk diri kita sendiri. Namun harus tersampaikan terus pada anak, keluarga dan umat.
Dalam perjalanan, wadah 'belajar' saya ini bermetamorfosis menjadi sebuah partai, hingga sampai pada saat ini.
Beginilah partai, tak ubahnya sebuah keluarga. Semakin banyak anggota keluarga semakin banyak pula permasalahan, apalagi 'keluarga' (baca partai) kami kini terkespos oleh semua orang. Harapan kami,semua anggota keluarga kami yang jumlahnya ribuan orang ini jalannya lurus lurus saja, baik baik saja. Ibarat melalui jalan tol tanpa hambatan.
Ternyata, jalan kami penuh rintangan. Jalan berlubang di tiap langkah. Merasa sudah benar berjalan tiba-tiba ada sepeda motor dengan kecepatan tinggi menyerobot hingga terjadilah tabrakan. Alhasil kendaraan kami ringsek.
Terkadang karena asyik berkendara dan menikmati indahnya pemandangan, kami pun terlalaikan. Tak melihat lubang besar menganga di tengah jalan, dan sekali lagi lukalah kami karena kelalaian supir dan juga penumpangnya.
Banyak hal terjadi dalam perjalanan kami ini. Tidak semuanya suka dan tidak pula semuanya duka. 'Ala kulli hal, ketika 'bahaya, noda, perselisihan dan luka' itu ada dalam perjalanan kendaraan kami, tiap pekan kami tetap melingkar, mengevaluasi diri, menyetorkan tiap ayat hafalan kami, membuka kitab-kitab hadist, fiqh dan dakwah'. Mengkaji ucapan-ucapan para ulama agar menjadi hikmah bagi diri kami dan bekal perjalanan yang kami tempuh agar ketika salah kami sadar akan kesalahan kami dan jika kami 'terperosok' banyak saudara yang membantu menyelamatkan kami.
Entah sampai kapan saya menjadi penumpang dalam 'kendaraan' ini. Selama kebaikan tiap pekan masih saya dapatkan dalam lingkaran, selama hayat dikandung badan, saya akan tetap berada dalam 'kendaraan' ini. Tentu karena tujuannya yang mulia, menebarkan kebaikan dan menjadikan kebaikan itu bagi anak-anakku, keluargaku, sahabatku, teman-temanku, handai taulan, tetangga dan bangsaku tercinta. Indonesiaku.
Dan bisa jadi banyak pula 'kendaraan' disana yang mempunyai tujuan kebaikan.
Apapun dan siapapun mereka, saya yakin suatu saat kita akan bertemu dalam satu titik bersama membangun negeri ini menjadi baldatun toyyibatun warobbun ghofur.
Sepenggal Kisah Partaiku
21 tahun bukan waktu yang singkat. Namun terasa singkat bila ini hitungan akherat.
Tak banyak kebaikan yang aku bisa lakukan. Namun banyak makna yang bisa aku dapatkan. Tidak semua kebaikan dapat aku lakukan karena sungguh aku manusia yang penuh keterbatasan. Jika kau tau dimana kudapatkan banyak kebaikan itu, kujawab dalam barisan dakwah ini semua itu kudapatkan.
Bertahun tahun berada dalam lingkaran ini tak sekalipun kudengar kata-kata tak senonoh meluncur dari lisan mereka.
Jika aku hafal beberapa ayat dalam Al-Qur'an, semangat menghafal ini kudapatkan dalam lingkaran ini. Lingkaran ini yang selalu menjagaku untuk tetap istiqomah menjalankan syariat dan sunnah nabiku.
Jika ada 1,2,5, orang yang lari dari barisan ini karena 'lelah', aku memilih untuk tetap merapat dalam lingkaran karena 'lillah'.
Jika ada 1,2,10 orang yang terkena 'noda' kotoran, masih ada ribuan orang dalam barisan ini yang menjagaku untuk tetap bersih.
Jika ada 1,2,100 orang sekalipun yang khilaf 'bermaksiat', masih ada ribuan orang dalam barisan ini yang saling menjaga untuk berbuat kebaikan. Hitungan hari aku berada dalam barisan ini, namun tak sedikitpun aku diajarkan untuk berpaling dari kebaikan.
Dalam barisan ini, aku belajar arti kejujuran. Aku diajarkan untuk selalu berbuat baik. Aku selalu diasah untuk ber'amal dalam jama'ah. Jika saat ini 'kendaraan' yang membawaku terhadang banyak rintangan, sungguh rintangan itu yang membuat kami semakin kokoh.
Jika panglima kami 'luka' dalam perjalanan ini, kami tidak akan meninggalkannya.
Walau kami harus menepi dari arus deras yang membawa kami dan terhambat sampai di tujuan kami. Sungguh mereka yang terluka adalah bagian dari diri kami. Kami pun ikut terluka sebagaimana kami adalah jiwa yang satu.
Teman dalam 'kendaraan' inilah kami saling berbagi, saling menguatkan, saling berinteraksi, berbagi dalam duka dan suka. Dalam lingkaran inilah aku tau arti kehidupan. Aku diajarkan untuk melakukan bukan sekedar omongan.
Jamaah ini ibarat sekolahku yang menuntunku untuk berbuat banyak kebaikan yang selalu mengingatkanku tatkala aku khilaf. Tak pernah kudengar caci maki, hanya ada lantunan ilahi, haru tak bertepi saat mengkaji kehidupan sang nabi. Merasa diri tiada arti tatkala membaca siroh nabawi, mencoba melaksanakan sunnah nabi di tengah godaan yang tiada bertepi.
Inilah aku manusia sejati dan sejatinya manusia yang punya mimpi dan batas diri.
Maka ku mantapkan diri untuk tetap bersama dalam barisan ini menuju negeri yang bukan hanya di dalam mimpi namun nyata didunia ini. Negeri baldatun toyyibatun waRobbun ghofur.
Karena kutau, padamu..harapan itu masih ada.
By: Ummu Akram
DPD PKS Siak - Download Android App