Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » PKS di Antara Risma dan Kang Emil | by @Erwyn2002 Di posting oleh admin PKS SUMUT pada Selasa, 18 Februari 2014 pkssumut.or.id, Bisakah negara ini berubah dengan mengandalkan orang baik? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di benak saya setelah nama Risma mencuat. Wanita bernama lengkap Tri Rismaharini itu menyedot perhatian. Pemicunya saat di “Mata Najwa”, airmata walikota Surabaya itu mengalir. Tangisnya membuat publik tersihir. Simpati terus berdatangan tak mengenal akhir. Di twitter, dukungan terhadapnya bermunculan bertajuk “SaveRisma”. Risma adalah orang baik. Ia bagai oase di padang nan gersang. Di saat rakyat sudah muak dengan lakon banyak pemimpin dan politisi yang korup, Risma hadir menawarkan sosok yang berbeda. Peduli rakyat tanpa pencitraan. Bekerja keras siang malam tanpa membawa rombongan media. Tegas dan berani tanpa berita nan lebay. Dan tutur kata serta airmata yang mengalir di “Mata Najwa” bisa publik rasakan getarannya. Bukan kata-kata pemanis belaka dan bukan pula airmata buaya. Tahun 2011 Risma dimakzulkan oleh DPRD Surabaya. Penyebabnya karena ia membuat aturan melarang papan reklame/baliho yang berukuran besar mejeng di jalan-jalan utama di kota Surabaya. Anggota dewan meradang. Entah apa penyebabnya. Ramai-ramai mereka bersekongkol memkazulkan Risma, termasuk PDI-P, partai yang mengusung Risma. Dan hanya satu fraksi yang menolak pemakzulan: PKS. Maka marahlah anggota-anggota DPR itu (dari semua fraksi, kecuali fraksi PKS), termasuk Wisnu yang sama-sama dari fraksi PDIP bersama Risma. Anggota-anggota DPRD itu kemudian meminta Risma mundur dari jabatan wali kota. (Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Sarlito Wirawan Sarwono di Koran Sindo, 16 Februari 2014) Di Bandung, kita juga punya orang baik bernama Ridwan Kamil. Walikota Bandung yang akrab disapa Kang Emil itu namanya juga kian moncer. Sosoknya yang masih muda, cerdas dan berprestasi memikat banyak orang. Sejak menjabat orang nomor satu di Kota Bandung, ia telah membuat banyak terobosan. Tapi sayang, ia tak didukung penuh oleh DPRD Kota Bandung. “Saya sedih di akhir tahun 2013 banyak program saya yang bagus-bagus dicoret tanpa sebab yang jelas. Dan yang mendukung program bagus saya di dewan hanya PKS,” curhat Kang Emil. Menarik. PKS hadir di tengah persoalan yang sedang membelit Risma dan Kang Emil. Risma bukanlah kader PKS. Tapi Fraksi PKS di DPRD Kota Surabaya menolak memakzulkannya di saat fraksi lain termasuk PDI-P yang mengusungnya justru bernafsu melengserkannya. Kang Emil juga bukan kader PKS. Tapi Fraksi PKS di Kota Bandung istiqomah mendukungnya di saat fraksi lain menolak program kerja Kang Emil yang bagus-bagus. Dari fenomena ini kita dengan mudah bisa menjawab pertanyaan yang tersaji di awal tulisan ini. Bahwa tak cukup mengubah negeri ini hanya dengan mengandalkan orang baik. Kita juga butuh partai politik yang baik. Partai politik yang baik adalah mereka yang akan mendukung orang-orang baik, meski bukan terlahir dari rahim partainya sendiri. Risma dan Kang Emil adalah orang baik. Tapi dua orang baik ini terlihat tak berdaya ketika dihadapkan dengan parta-partai tak baik yang bersepakat menolak kebaikan. Orang-orang baik seperti mereka sangat membutuhkan dukungan dari partai baik di panggung demokrasi yang kita anut saat ini. Di negeri ini, saya yakin banyak Risma dan Kang Emil lain yang tak tersorot media. Banyak orang baik tapi mereka mengalami persoalan serupa dengan Risma dan Kang Emil: tak mendapat dukungan dari partai baik. Dan menjadi wajar jika sudah hampir 69 tahun kita merdeka, tapi negeri ini masih saja dirundung banyak soal. Sebabnya: bukan karena kita kekurangan orang baik, tapi langkanya partai baik di pertiwi tercinta. Oleh: Erwyn Kurniawan On Twitter @Erwyn2002

PKS di Antara Risma dan Kang Emil | by @Erwyn2002 Di posting oleh admin PKS SUMUT pada Selasa, 18 Februari 2014 pkssumut.or.id, Bisakah negara ini berubah dengan mengandalkan orang baik? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di benak saya setelah nama Risma mencuat. Wanita bernama lengkap Tri Rismaharini itu menyedot perhatian. Pemicunya saat di “Mata Najwa”, airmata walikota Surabaya itu mengalir. Tangisnya membuat publik tersihir. Simpati terus berdatangan tak mengenal akhir. Di twitter, dukungan terhadapnya bermunculan bertajuk “SaveRisma”. Risma adalah orang baik. Ia bagai oase di padang nan gersang. Di saat rakyat sudah muak dengan lakon banyak pemimpin dan politisi yang korup, Risma hadir menawarkan sosok yang berbeda. Peduli rakyat tanpa pencitraan. Bekerja keras siang malam tanpa membawa rombongan media. Tegas dan berani tanpa berita nan lebay. Dan tutur kata serta airmata yang mengalir di “Mata Najwa” bisa publik rasakan getarannya. Bukan kata-kata pemanis belaka dan bukan pula airmata buaya. Tahun 2011 Risma dimakzulkan oleh DPRD Surabaya. Penyebabnya karena ia membuat aturan melarang papan reklame/baliho yang berukuran besar mejeng di jalan-jalan utama di kota Surabaya. Anggota dewan meradang. Entah apa penyebabnya. Ramai-ramai mereka bersekongkol memkazulkan Risma, termasuk PDI-P, partai yang mengusung Risma. Dan hanya satu fraksi yang menolak pemakzulan: PKS. Maka marahlah anggota-anggota DPR itu (dari semua fraksi, kecuali fraksi PKS), termasuk Wisnu yang sama-sama dari fraksi PDIP bersama Risma. Anggota-anggota DPRD itu kemudian meminta Risma mundur dari jabatan wali kota. (Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Sarlito Wirawan Sarwono di Koran Sindo, 16 Februari 2014) Di Bandung, kita juga punya orang baik bernama Ridwan Kamil. Walikota Bandung yang akrab disapa Kang Emil itu namanya juga kian moncer. Sosoknya yang masih muda, cerdas dan berprestasi memikat banyak orang. Sejak menjabat orang nomor satu di Kota Bandung, ia telah membuat banyak terobosan. Tapi sayang, ia tak didukung penuh oleh DPRD Kota Bandung. “Saya sedih di akhir tahun 2013 banyak program saya yang bagus-bagus dicoret tanpa sebab yang jelas. Dan yang mendukung program bagus saya di dewan hanya PKS,” curhat Kang Emil. Menarik. PKS hadir di tengah persoalan yang sedang membelit Risma dan Kang Emil. Risma bukanlah kader PKS. Tapi Fraksi PKS di DPRD Kota Surabaya menolak memakzulkannya di saat fraksi lain termasuk PDI-P yang mengusungnya justru bernafsu melengserkannya. Kang Emil juga bukan kader PKS. Tapi Fraksi PKS di Kota Bandung istiqomah mendukungnya di saat fraksi lain menolak program kerja Kang Emil yang bagus-bagus. Dari fenomena ini kita dengan mudah bisa menjawab pertanyaan yang tersaji di awal tulisan ini. Bahwa tak cukup mengubah negeri ini hanya dengan mengandalkan orang baik. Kita juga butuh partai politik yang baik. Partai politik yang baik adalah mereka yang akan mendukung orang-orang baik, meski bukan terlahir dari rahim partainya sendiri. Risma dan Kang Emil adalah orang baik. Tapi dua orang baik ini terlihat tak berdaya ketika dihadapkan dengan parta-partai tak baik yang bersepakat menolak kebaikan. Orang-orang baik seperti mereka sangat membutuhkan dukungan dari partai baik di panggung demokrasi yang kita anut saat ini. Di negeri ini, saya yakin banyak Risma dan Kang Emil lain yang tak tersorot media. Banyak orang baik tapi mereka mengalami persoalan serupa dengan Risma dan Kang Emil: tak mendapat dukungan dari partai baik. Dan menjadi wajar jika sudah hampir 69 tahun kita merdeka, tapi negeri ini masih saja dirundung banyak soal. Sebabnya: bukan karena kita kekurangan orang baik, tapi langkanya partai baik di pertiwi tercinta. Oleh: Erwyn Kurniawan On Twitter @Erwyn2002


By: Abul Ezz Rabu, 19 Februari 2014 0



pkssiak.org, KEDIRI- Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Timur membuka dapur umum pada titik terdepan bencana Gunung Kelud, yaitu di Desa Pelem, Kecamatan Wates, Kediri. Titik ini berjarak sekitar 50 kilometer dari puncak Gunung Kelud dan menampung sekitar 14 ribu pengungsi.
Dapur ini dikelola 40 relawan yang dikumpulkan PKS. Mereka sudah mulai membuka dapur umum sejak Jumat (14/2), sehari setelah Gunung Kelud meletus pada Kamis malam.
 “Awalnya di area 30 kilometer, namun karena kondisi dirasa kurang aman, (lokasi dapur umum) dipindah lebih jauh oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah),” ujar Tatag Widhi, koordinator Dapur Umum PKS.
Dapur umum ini langsung ditinjau oleh Hamy Wahjunianto, Ketua DPW PKS Jatim.
“Rata-rata para pengungsi turun gunung tanpa membawa apa-apa. Apalagi letusannya terjadi malam hari dan mendadak. Kami berpikir, yang penting bagaimana caranya para pengungsi tidak kelaparan dan sedikit mengurangi ketegangan," ujar Hamy.
Dapur umum PKS ini setiap hari melayani dan menyediakan makanan tiga kali sehari kepada sekitar 1000 pengungsi, terutama mereka yang berasal dari tiga desa paling terdampak erupsi, yakni Desa Krenceng, Desa  Keling dan Desa Lupung.
“PKS mohon maaf baru bisa meng-cover 1000 pengungsi dari total 14.000 ribu pengungsi yang ada. Syukurnya, bantuan dari para kader, simpatisan dan masyarakat luas terus mengalir. Termasuk bantuan beras, minyak, bahkan kambing dari anggota DPRD PKS Jatim, yang sangat membantu kelancaran dapur umum,” ucap Hamy.
Selain DPW PKS Jatim, DPD PKS Kediri juga mendirikan dapur umum di Kecamatan Gurah yang mendistribusi nasi bungkus dari sumbangan masyarakat luas. Untuk mendukung dapur-dapur umum tersebut, dibangun posko induk dengan tenaga 60 relawan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kediri. Mereka yang berada di posko induk ini terdiri atas kader PKS dari Tulungagung, Nganjuk, dan Jombang.


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Komentar sehat anda..