Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » Militerisme dan Kepentingan AS di Mesir

Militerisme dan Kepentingan AS di Mesir


By: Abul Ezz Jumat, 07 Februari 2014 0


pkssiak.org, Kairo - Militer Mesir sangat berambisi berkuasa lagi. Militer Mesir tak percaya kaum sipil. Terpilihnya Presiden Mesir yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) memunculkan kekhawatiran para legislator dan warga negara AS. Mereka memandang berlanjutnya bantuan militer dan penjualan peralatan militer AS kepada Mesir pada suatu saat dapat digunakan oleh pemerintah dan militer Mesir, yang dikontrol oleh kekuatan Islamis, untuk mengganggu kepentingan nasional AS dan perdamaian dengan Israel.

Oleh karena itu, kata Pradono Budi Saputro (analis politik lulusan UI), beberapa pihak meminta peninjauan kembali bantuan militer kepada Mesir. Terlebih dengan beredarnya isu bahwa Mursi tengah mempertimbangkan pembatalan Perjanjian Damai Camp David yang telah disepakati bersama oleh Mesir dan Israel pada tahun 1978.

Sesungguhnya, kata Pradono, akan lebih menguntungkan bagi AS jika kendali pemerintahan Mesir berada di tangan militer ketimbang kelompok Islamis yang terpilih secara demokratis melalui pemilu. Di sinilah wajah hipokrit AS terlihat. Di satu sisi, AS selalu menggembar-gemborkan demokrasi ke seluruh penjuru dunia, tetapi di sisi lain mereka tak jarang menerapkan standar berbeda bila pemerintahan yang terpilih secara demokratis tidak menguntungkan kepentingan mereka. Militer Mesir dipandang lebih mampu mengamankan kepentingan nasional AS dan perjanjian damai dengan Israel sebagaimana rezim Mubarak yang cukup kooperatif dengan AS dan Israel.

Hal sebaliknya,demikian Pradono,  tidak berlaku bagi kelompok IM. IM, yang secara tegas mendukung perjuangan bangsa Palestina dan menentang pendudukan Israel di Palestina, dianggap kurang kooperatif dengan AS dan Israel. Pada saat Mursi berkuasa, misalnya, ia membuka perbatasan Rafah yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir sehingga memudahkan masuknya logistik menuju Jalur Gaza. Ketika Mursi terguling, perbatasan Rafah kembali ditutup. AS dan Israel begitu khawatir dengan dibukanya perbatasan Rafah sebab dapat digunakan sewaktu-waktu untuk menyokong perjuangan kelompok perlawanan di Jalur Gaza.

Hal ini menjadi masalah manakala AS mendapati kenyataan bahwa pemerintah yang terpilih secara demokratis digulingkan melalui kudeta militer. Pasalnya, undang-undang AS melarang pemberian bantuan luar negeri kepada suatu negara jika di negara tersebut terjadi kudeta. Beberapa senator AS pun mendesak penghentian bantuan militer dan bantuan luar negeri lainnya kepada Mesir.

Namun, Washington menolak untuk menyimpulkan secara dini bahwa yang terjadi di Mesir adalah kudeta.

“Kegalauan” Washington cukup beralasan. Jika AS mengutuk pihak militer karena “berpihak pada rakyat”, AS akan dihujat publik Mesir yang berasal dari kelompok sekuler-liberal maupun pihak-pihak yang tidak puas terhadap kepemimpinan Mursi. Sementara jika AS menyatakan dukungan secara eksplisit terhadap pihak militer, AS akan dibenci kelompok Islamis. Seorang politisi Mesir anti-Mursi menyatakan bahwa mereka diberitahu oleh AS bila melihat protes jalanan besar-besaran yang berlangsung hingga seminggu, AS akan mempertimbangkan kembali semua kebijakannya terhadap rezim IM saat ini. Oleh karena itu, Washington bertindak cukup hati-hati mengingat mereka masih memiliki beberapa kepentingan di Mesir. Washington khawatir penghentian bantuan militer ke Mesir akan merusak perjanjian damai Mesir-Israel. Selain itu, penghentian bantuan AS juga dianggap riskan bagi kepentingan AS lainnya seperti akses terhadap Terusan Suez bagi angkatan lautnya dan kerja sama dalam bidang kontraterorisme.

Ancaman Serius Militerisme Terhadap Demokrasi di Mesir. Di samping itu, hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap negara-negara di kawasan MENA pula, terutama di negara-negara yang mengalami Arab Spring. Partai-partai Islamis di kawasan MENA dapat kehilangan kredibilitas yang pada akhirnya berimbas pada menurunnya perolehan suara di pemilu. Selain itu, kepercayaan publik di kawasan MENA terhadap demokrasi juga bisa menurun. Semoga rakyat Mesir dan negara-negara di kawasan MENA lainnya dapat mengambil pelajaran dari peristiwa ini. (rima/hs)


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Komentar sehat anda..