"Juragan Valas dari Cilincing" | Lika liku Kader PKS
By: Abul Ezz
Sabtu, 01 Februari 2014
0
pkssiak.org - Berawal dari usaha rental komputer, bendera usahanya kian berkibar setelah merambah bisnis perdagangan valas di usia 27 tahun. Ketua Asosiasi Pedagang Valas Indonesia (APVA) yang kian tajir dengan sejumlah usaha di bawah bendera Kinan Group.
Tanyakan berapa nilai tukar rupiah terhadapa dolar hari ini, kapan rupiah menguat atau melemah, kapan pula harga mata uang real Arab Saudi mahal, Muhamad Idrus dengan sigap mampu menjawabnya. Maklum, pria kelahiran Cilincing, Jakarta Utara, 36 tahun silam itu sudah malang-melintang di bisnis valuta asing (valas). Hanya dalam tempo tiga tahun, pria tiga anak itu melebarkan jejaring bisnisnya di bawah Kinan Group.
Idrus lahir 28 Maret 1978 dari orangtua berdarah Bugis yang menetap di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Darah bisnis mengalir dari orangtuanya, jurangan kapal Pinisi yang sering berniaga antar pulau. Pelayaran ke Jakarta biasanya mengangkut kayu, kemudian dari Jakarta membawa berbagai bahan pangan untuk dijual di tanah seberang. Dari keluarga pedagang itulah pria berkulit hitam manis itu dibesarkan.
Saat kelas III di SD Negeri 07 Pagi Kalibaru, otak bisnis Idrus sudah jalan. Ceritanya, di perkampungan nelayan Jakarta Utara itu saban hari banyak yang melaut mencari ikan. Setiap hendak berlayar, banyak es balok yang diangkut ke lambung kapal. Maklum, pelayaran paling cepat satu minggu di tengah laut. Agar hasil tangkapan tetap segar setiba dipantai, nelauan menaruhnya dibongkahan es.
Setiap nelayan mengangkut balok es, banyak pecahan dan serpihan batu es yang tercecer. Bagi Idrus kecil, ceceran itu adalah uang. Pecahan es itu dikumpulkannya di kantung plasti, kemudian di jual kepada ibu-ibu pedagang ikan di pasar ikan tradisional, “Lumayan satu kantung dihargai Rp 25,” kata Idrus mengenang.
Uang “hasil bisnis” es balok itu tidak lantas untuk jajan. Idrus menabungnya di sekolah. Setelah terkumpul cukup banyak, ia jadikan sebagai modal, ia pun mencari peluang bisnis. Di wilayah Kalibaru, setiap siang banyak kuli angkut dan nelayan yang beraktifitas dibawah terik matahari. “Mereka kan kalau siang, istirahat butuh yang segar,” tutur Idrus. Ia pun memilih berdagang es lilin produksi rumahan. Dari kocek tabungan, Idrus meminta bantuan bibinya untuk dibuatkan es lilin dan bibekukan di kulkas rumahnya. Sepulang sekolah, Idrus menjajalan es. “Hasilnya lumayan,” kenangnya sembari tertawa.
Begitulah Idrus, sedari kecil selalu berpikir mengenai peluang bisnis. Saat melanjutkan di SMP Negeri 53 Jakarta tahun 1990 otak bisnisnya selalu jalan. Begitu pula ketika menempuh pendidikan di SMA Negeri 13 Jakarta tiga tahun kemudian. Idrus berdagang barang apa saja yang diambil dari Pasar Ular, di Plumpang, Jakarta Utara. Hanya sebutannya saja pasar ular, yang dijual berbagai barang produk impor. Barang-barang itu ditawarkannya ke teman-teman sekolah.
Setamat SMA tahun 1996, Idrus mulai memilah jurusan yang dituju berdasarkan logika bisnisnya. Masa-masa menjelang krisis moneter itu pemerintah sedang ramai menggenjot produksi mobil nasional. Putra kedua Presiden Soehrato mengelola bisnis PT Bimantara Citra sebagai Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) Hyundai. Sementara anak bungsu Soerharto, Hutomo Mandala Putra atau yang akrab disapa Tommy Soerharto meramaikan industri automotif melalui bendera usahanya, PT Timor Putra Nasional.
Idrus meramalkan industri automotif kian pesat selulus kuliah nanti. Namun yang dipilihnya justru bukan jurusan automotif, melainkan Jurusan Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, “Karena salah satu raw material automotif kan metal,” ujarnya.
Ketika ia kuliah, sedang gencar-gencarnya unjuk rasa menuntut reformasi. Idrus bergabung dengan BEM (badan eksekutif mahasiswa) dan di tahun 1999 menjabat sebagai Ketua Bidang Kemahasiswaan BEM UI (1999-2000), “Kerjanya ngurus beasiswa,” tuturnya. Selain itu, ia mengadakan berbagai macam acara di kampus dan menjaring banyak sponsor. “Keuntungannya kadang buat logistik demo.” Katanya sembari tertawa.
Untuk menambah kocek uang saku, ia pun pintar mencari kerja sampingan. Idrus mengajar di MTs (Madrasah Tsanawiyah) Al Mubasyirin di daerahnya, Kalibaru. Honornya Rp 1.500 per satu jam pelajaran. “Rezeki nggak hendak kemana,” tuturnya. Ia juga mengajar privat di kawasan perumahan di Jalan Antasari, Jakarta Selatan. Honornya lebih besar, Rp 50.000 setiap pertemuan.
Langkah serius dalam berbisnis digeluti Idrus setamat kuliah tahun 2001. Saat itu orangtuanya memeberikan modal Rp 7 juta. Di benaknya tidak terlintas pikiran memanfaatkan ijazah kesarjanaannya untuk melamar ke perusahaan-perusahaan bonafide. Ia memilih membuat perusahaan IT (information technology) kecil-kecilan di kamar depan rumahnya. “Waktu itu buka rental dan kursus komputer namanya X_Baru.com,” ujarnya tersenyum. X_Baru, menurutnya, bahasa gaul yang dibaca Kalibaru.
Di ruangan seluas 6x6 meter,ia merakit lima unit komputer yang dibeli dari toko komputer Harco Mangga Dua. Tarif sewa per jam dibanderol Rp 2.000. Untuk memaksimalkan pendapatan, Idrus bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang belum mempunyai komputer untuk kursus di tempatnya. Untungnya memang tidak seberapa. Ia pun lantas berjualan aksesoris komputer. Berbekal keakraban dengan pedagang di Harco Mangga Dua, Idrus bebas mengambil barang untuk dipajang di rental komputernya, “Modal kepercayaan aja, ambil dulu, bayar belakangan,” jelasnya.
Dengan penghasilan yang belum seberapa, Idrus menikahi Risma Neswati tahun 2003. Penghasilan istrinya, yang mengajar di sekolah elite di Tangerang, jauh lebih besar, sampai enam kali lipat dari penghasilan Idrus di rental komputer. “Tapi sebelum nikah, sudah ada komitmen, setelah nikah suami saja yang cari duit,” ujar Idrus.
Berbekal pengalamannya kuliah di jurusan metalurgi, Idrus membuka tokobesi PD (Perusahaan Dagang) Insan Gemilang. Di tokonya, ia menyediakan berbagai besi untuk pembuatan pagar, tangga, dan sebagainya. Tidak sekadar membuka toko, Idrus memanfaatkan jaringan teman kampus untuk menawarkan dagangannya. Ia pun membuat company profile layaknya perusahaan besar. Mengajukan ke temannya di proyek besar. “Tapi kan kalau PD nggak bisa ikut tender, hanya PT dan CV yang bisa,” katanya.
Alih-alih membeli besi yang ditawarkan, seorang teman justru mengajaknya berbisnis valas. Idrus tertarik meski belum paham mengenai bisnis uang asing. “Pokoknya kalau mau sukses saya harus keluar dulu dari Kalibaru,” ujarnya. Untuk keperluan bisnis barunya, ia pun mengikuti pelatihan dan seminar mengenai valas, termasuk pelatihan yang digelar Bank Indonesia.
Untuk menjaring konsumen kelas atas, tempat yang dipilih Idrus adalah Gedung Arthaloka di Jalan Jenderal Sudirman Kav. 2. “Biayanya mahal, tapi di situ kan banyak orang yang berbisnis dengan uang asing,” jelasnya. Setahun pertama, ia merugi. Pasalnya, menurut Idrus, bisnis jual-beli valas membutuhkan perhitungan yang matang. “Setelah lewat dua tahun barulah saya tahu prediksinya, kapan naik-turun harga valas, kapan dibutuhkan,” katanya. Menjelang momentum ibadah haji misalnya, yang dibutuhkan adalah real, maka stock real pun harus ada.
Sayangnya, sukses berbisnis valas membuat Idrus terlena, tidak memperhitungkan keamanan. Dengan membawa bergepok dolar dan banyak uang kontan, mobilnya dirampok. “Pokoknya semuanya habis,” ujarnya tanpa menyebut jumlah yang hilang.
Namun Idrus berkomitmen, bagaimana pun caranya, bisnis harus tetap jalan. Empat karyawannya tetap dipertahankan meskipun dagangannya ludes. “Keputusan itu menurut saya keputusan terbaik seumur hidup,” ungkapnya. Beruntung saat itu Idrus menjabat Sekretaris Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing Indonesia (APVA) DKI Jakarta. Ia pun berkeliling meminta bantuan teman-teman asosiasi.
Usahanya membuahkan hasil. Setiap pagi, Idrus dipinjami bergepok dolar yang kondisinya kurang baik, “Dolar yang pernah terlipat atau ada bekas coretannya kan harganya jadi murah,” jelasnya. Nah uang itu harus dikembalikan sebelum jam lima sore dalam kondisi bagus. Idrus pun menyanggupi. Tidak sampai empat bulan, kondisi keuangannya pun kembali stabil.
Di tahun 2006 Idrus memindahkan kantornya ke Cempaka Mas, “Karena biaya sewanya lebih murah,” tuturnya. Apalagi Idrus sudah memiliki konsumen tetap.
Dalam usia 28 tahum, Idrus berencana membuat perusahaan besar. Ia pun melakukan salat istikharah (meminta petunjuk) memilah nama untuk group perusahaannya. Kebetulan Idrus juga sedang mencari nama untuk anak ketiganya. Ada dua pilihan nama, Azka dan Kinan. Akhirnya dipilihlah Kinan Group untuk usahanya, sedangkan anaknya diberi nama Muhammad Azka Ghulam Idrus.
Usaha valasnya di bawah bendera Inter Kinan Pratama makin sukses. Pada Desember 2012, Idrus didaulat menjadi Ketua Asosiasi Pedagang Valas Indonesia (APVA). Selain itu ia memperlebar bisnisnya ke berbagai bidang, dari mulai manufaktur, developer, hingga IT. Kini di usianya yang ke 36, Muhamad Idrus membawahkan sepuluh perusahaan di bawah bendera Kinan Group.
Sebagai Ketua APVA, Idrus menilai Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1999 tentang Devisa Bebas harus direformasi. Karena menurutnya, UU tersebut membuat ekonomi kita rentan sekali terhadap gejolak ekonomi global. “Krisis yang terjadi membuat rupiah kita mudah goyah dalam enam bulan saja,” tuturnya.
Sebagai pedagang, kata Idrus, dia bersama 500 anggota APVA mungkin bisa mengail untung lebih dari gejolak rupiah. Jika pada kondisi normal, selosoh kurs yang diraih pada pedagang valas hanya sebesar 10-30 poin, saat ini dengan fluktuasi yang tinggi, para pedagang bisa mengambil selisih hingga 300 poin. “Bagi kami pedagang mau rupiah berapa pun tidak masalah, tapi secara moral lebih baik stabil,” katanya.
*sumber: Majalah Gatara edisi 23-29 Januari 2014
___
NB: Idrus saat ini diamanahi sebagai Caleg PKS DPR RI
Baca juga tentang sosok Idrus:
- "He's a Dreamer" | Ungkapan Hati Seorang Isteri Caleg PKS
- "Muda, Berani, Tak Obral Janji"
- Idrus Caleg PKS DPR RI Luncurkan Buku Visi Ekonomi
DPD PKS Siak - Download Android App