Karpet Lusuh Anggota Dewan PKS
By: Abul Ezz
Rabu, 08 Januari 2014
0
pkssiak.org - Agenda LT3B yang digelar Sabtu 04/01/14 di Desa Tasik Serai,
Kecamatan Pinggir, Bengkalis menyajikan kesan mendalam bagi Ustadzah
Fadhilah. Tak henti ia membatin atas segala bentuk "keanehan" yang
tampak di rumah salah satu Anggota DPRD Bengkalis Komisi IV dari FPKS,
Abdul Halim Hasibuan.
Siang itu, seperti yang telah disepakati, kegiatan LT3B wilayah Pinggir dipusatkan di Desa Tasik Serai. 33 kilometer perjalanan yang harus ditempuh Ustadzah Fadhilah dan kader PKS lainnya dari kota untuk menjangkau daerah ini. Sepanjang jalan rerimbunan pohon sawit seolah menjadi hambatan tersendiri demi tercapainya kemenangan dakwah.
Nun jauh di pelosok itulah rumah Sang Anggota Dewan berdiri menyambut para pejuang dakwah siang itu. Tak bergeming. Tak berganti dengan hal-hal serba mewah meski Sang Empu menduduki jabatan di parlemen. Sama seperti dulu. Sederhana. Layaknya rumah masyarakat umum di pelosok. Halamannya asri khas orang-orang kebun. Rumah beratap seng yang sebagiannya kecoklatan direnggut karat. Ah, barangkali satu-satunya yang baru hanya catnya saja. Tak lebih.
Kondisi rumah yang demikian sederhana seperti milik masyarakat umum saja sudah mengundang keheranan. Dalam benak sebagian orang (bahkan kader PKS sendiri), rumah seorang Anggota Dewan "selayaknya" sudah lebih dari apa yang dilihat. Tapi tidak dengan rumah Anggota Dewan dari PKS satu ini.
Hal lain yang lebih mengesankan adalah saat tuan rumah mempersilakan kader PKS memasuki ruangan. Terhampar beberapa lembar tikar dan karpet. Meski tikar-tikar dan karpet tersebut dalam kondisi bersih, namun hampir pasti semua yang mendudukinya tahu bahwa karpet dan tikar tersebut sudah termakan usia. Warnanya memudar.
Melihat kondisi demikian, Ustadzah Fadhilah bergumam, "Subhanallah... lihatlah karpetnya. Sederhana sekali. Adakah anggota dewan lain yang seperti ini?" demikian ujarnya. Terkesan dengan kesederhanaan di rumah Anggota Dewan satu ini.
Sementara saat berbincang dengan penulis, Bang Halim (sapaan akrab Abdul Halim) menuturkan, ia meminta maaf apabila terdapat kekurangannya dan keluarga dalam menyambut para kader PKS dari kota. Ia menambahkan, karpet dan tikar yang ada, itulah yang terbaik yang ia punya. Tak lebih.
"Jadi Anggota Dewan hidup di pelosok itu membahagiakan. Kita sangat dekat dengan masyarakat. Pun dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Termasuk soal kebutuhan materi, dimana kita harus turun membantu langsung dari upah, maupun hasil ladang yang kita punya. Jadi terkadang untuk keperluan pribadi harus kita tunda dulu," tutur Bang Halim.
"Jadi soal karpet, Bang?"
"Ah, semoga Allah memberi yang lebih baik," tutur ramah ini menutup pembicaraan.
Eko Wahyudi
Siang itu, seperti yang telah disepakati, kegiatan LT3B wilayah Pinggir dipusatkan di Desa Tasik Serai. 33 kilometer perjalanan yang harus ditempuh Ustadzah Fadhilah dan kader PKS lainnya dari kota untuk menjangkau daerah ini. Sepanjang jalan rerimbunan pohon sawit seolah menjadi hambatan tersendiri demi tercapainya kemenangan dakwah.
Nun jauh di pelosok itulah rumah Sang Anggota Dewan berdiri menyambut para pejuang dakwah siang itu. Tak bergeming. Tak berganti dengan hal-hal serba mewah meski Sang Empu menduduki jabatan di parlemen. Sama seperti dulu. Sederhana. Layaknya rumah masyarakat umum di pelosok. Halamannya asri khas orang-orang kebun. Rumah beratap seng yang sebagiannya kecoklatan direnggut karat. Ah, barangkali satu-satunya yang baru hanya catnya saja. Tak lebih.
Kondisi rumah yang demikian sederhana seperti milik masyarakat umum saja sudah mengundang keheranan. Dalam benak sebagian orang (bahkan kader PKS sendiri), rumah seorang Anggota Dewan "selayaknya" sudah lebih dari apa yang dilihat. Tapi tidak dengan rumah Anggota Dewan dari PKS satu ini.
Hal lain yang lebih mengesankan adalah saat tuan rumah mempersilakan kader PKS memasuki ruangan. Terhampar beberapa lembar tikar dan karpet. Meski tikar-tikar dan karpet tersebut dalam kondisi bersih, namun hampir pasti semua yang mendudukinya tahu bahwa karpet dan tikar tersebut sudah termakan usia. Warnanya memudar.
Melihat kondisi demikian, Ustadzah Fadhilah bergumam, "Subhanallah... lihatlah karpetnya. Sederhana sekali. Adakah anggota dewan lain yang seperti ini?" demikian ujarnya. Terkesan dengan kesederhanaan di rumah Anggota Dewan satu ini.
Sementara saat berbincang dengan penulis, Bang Halim (sapaan akrab Abdul Halim) menuturkan, ia meminta maaf apabila terdapat kekurangannya dan keluarga dalam menyambut para kader PKS dari kota. Ia menambahkan, karpet dan tikar yang ada, itulah yang terbaik yang ia punya. Tak lebih.
"Jadi Anggota Dewan hidup di pelosok itu membahagiakan. Kita sangat dekat dengan masyarakat. Pun dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Termasuk soal kebutuhan materi, dimana kita harus turun membantu langsung dari upah, maupun hasil ladang yang kita punya. Jadi terkadang untuk keperluan pribadi harus kita tunda dulu," tutur Bang Halim.
"Jadi soal karpet, Bang?"
"Ah, semoga Allah memberi yang lebih baik," tutur ramah ini menutup pembicaraan.
Eko Wahyudi
DPD PKS Siak - Download Android App