Jebakan Media Darling | By @UdaIrfan [Catatan Pembelajaran]
By: Abul Ezz
Kamis, 23 Januari 2014
0
Ilustrasi: Berbagai Media (ec.europa.eu) |
pkssiak.org - Fotografer
menyiapkan kamera, menanti sosok gagah yang datang berjalan dengan
tegap. Langkahnya teratur, menunjukkan sang pemilik langkah terbiasa
hidup disiplin. Sosok ini mengalami didikan militer dan menjadi salah
satu lulusan terbaik akademi militer. Ia kemudian mengalami berbagai
penugasan penting, pernah menjadi komandan pasukan perdamaian dan
panglima daerah militer. Ia mengakhiri karier militer karena lebih
memilih karir politik menjadi menteri. Ia mendampingi ibu presiden
sebagai menteri Koordinator. Di akhir tahun politik sang ibu, sosok ini
berselisih dengan sang ibu. Konflik ini berbuah manis, ia mendapatkan
liputan media, membuat partai dan kemudian memimpin republik.
Di
pemilihan kedua, ia berhasil menang telak, sebagian besar warga negara
republik memilih dia. Partai yang ia dirikan menjadi pemenang pemilu.
Sosok ini kemudian berkoalisi dengan partai lainnya. Dalam hitungan
kursi di parlemen, sebagai presiden ia mendapatkan dukungan penuh.
Publik banyak berharap di periode kedua ia dapat memberikan gebrakan
yang lebih besar.
Di
akhir tahun periode kedua, situasi banyak berubah. Media tetap banyak
memberitakan dirinya. Ia dan partai yang didirikan mendapatkan porsi
yang besar di media. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu ia adalah
harapan, saat ini ia seperti mendapatkan gelombang besar pendapat
negatif. Bisa jadi di akhir masa jabatan, ia akan mengalami tsunami
politik, hanya kali ini gelombang bisa jadi menenggelamkan kapal yang ia
dirikan.
Sosok
ini mulai dianggap masa lalu dan tidak memiliki harapan. Ia yang pernah
dikenal sangat dekat dan merakyat dianggap banyak melakukan pencitraan,
lamban, dan tidak berani mengambil keputusan penting. Salahkan hal ini ?
Belum tentu. Media dalam iklim negara demokrasi memang mengambil peran
penting. Ia menjadi pilar kelima atau keempat dalam pilar pilar
demokrasi. Setiap pemimpin dan pejabat publik membutuhkan media untuk
mendapatkan masukan dan berkomunikasi dengan rakyat. Hanya saja hubungan
ini tidak selamanya positif bagi kinerja pemimpin.
Hubungan
media dengan kinerja pemimpin publik seperti kurva U. Pada awalnya ia
memberikan akses dan dukungan kepada pemimpin, namun pada titik tertentu
saat publikasi terlalu banyak dan terlalu sering, maka ada banyak hal
yang harus dikorbankan untuk mendapatkan citra positif. Saat itu kurva U
sudah mencapai puncak dan harus turun. Dimana citra tidak lagi
berkorelasi dengan kinerja. Citra menjadi alat memanipulasi kinerja,
yang pada akhirnya memberikan jebakan bagi sang pemimpin. Ia sudah tak
bisa lagi melihat dirinya dalam cermin yang utuh.
Pada
titik ini maka citra menjadi alat yang mematikan. Ia bisa tetap melihat
dirinya baik, padahal tidak melakukan banyak hal untuk menciptakan
kinerja yang baik. Itu sebabnya di tahun politik ini ada falsafah yang
sangat penting untuk para pemilih dan calon presiden termasuk sang
sosok, “Ojo gumun”.
Oleh: Irfan Aulia
Follow @UdaIrfan
DPD PKS Siak - Download Android App