Target pertama, kata Ray, menjadikan partai-partai koalisi sebagai `pahlawan`. Sebab, sejak awal kemungkinan telah dibuat skenario untuk menaikkan harga elpiji. Namun, begitu diumumkan oleh Pertamina rencana kenaikan itu, partai-partai yang sebelumnya mendukung justru minta dibatalkan.
Lalu, apa yang menjadi target partai-partai itu? "Targetnya agar partai-partai itu terlihat pro rakyat, dan sensitif terhadap kehendak publik. Dengan begitu,, mereka berharap dapat menaikkan popularitas dan elektabilitas partainya," ujar Ray Rangkuti dalam perbincangan dengan edisinews.com, Minggu (5/12/2014).
Ray menuding Partai Demokrat dan PAN yang belakangan menolak keras kenaikan harga elpiji. Padahal, sebelumnya, kedua partai ini mendukung atau setidaknya membiarkan Pertamina mengambil sendiri kesimpulan menaikkan harga gas elpiji. "Kini, setelah Pertamina menaikkan harga dan dan terlihat ada amarah rakyat, kedua parpol ini buru-buru balik badan seolah tidak mendukung kebijakan tersebut," lanjut Ray.
Lebih dari sekadar menolak kenaikan, Demokrat dan PAN bahkan mengecam Pertamina yang dianggapnya tidak sensitif dengan beban masyarakat.
Target kedua, adalah menjadikan Menneg BUMN Dahlan Iskan sebagai sasaran tembak agar namanya tercemar. Target ini, papar Ray, tak lepas dari makin kokohnya nama Dahlan sebagai pemuncak dalam berbagai survei kandidat capres Partai Demokrat. Sementara nama yang digadang-gadang nampaknya tak juga mendapat dukungan positif dari masyarakat. "Nama Dahlan dibuat buruk di masyarakat, ada kemungkinan nama-nama yang diinginkan terpilih dalam konvensi akan makin mudah dinominasikan.
Sebagaimana diberitakan, dalam rapat terbatas Minggu (5/1/2014), Presiden SBY minta agar Pertamina meninjau ulang kenaikan harga elpiji. Sikap yang sama diperlihatkan oleh PAN dan partai koalisi lainnya. Padahal, kenaikan harga gas elpiji 12 kg telah berlaku sejak 1 Januari 2014. Dan Partai-partai itu tampak tidak melakukan penolakan. (edisi/hs)