Tien Abdullah, Tujuh Tahun Berjuang Agar Polwan Berjilbab
By: Abul Ezz
Rabu, 11 Desember 2013
0
pkssiak.org - Nama AKBP Tien Abdullah tidak asing lagi bagi sebagian Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia.
Pengajar di Akpol Lantas Polri ini merupakan salah seorang pejuang dan
perintis pengenaan jilbab untuk Polwan. Sudah tentu perjuangan yang
dilakoni selama 7 tahun itu tak lepas dari berbagai kendala maupun duka.
Saat ditemui dalam kegiatan di Maqna Hotel, Tien banyak bercerita tentang perjalanannya memperjuangkan Polwan berjilbab. Awalnya, ketika menjadi dosen di Akpol pada 2006 silam, ia sudah memakai jilbab dengan seragam polisi. Tapi hal itu tidak selamanya. Kadang-kadang dilepas.
“Bahkan saat itu, ada atasannya yang menegur kepada dirinya bahwa untuk berjilbab jangan setengah-setengah, kadang dipakai kadang dilepas,” ungkap Tien Abdullah.
Menanggapi hal tersebut ia cuek. Ia masih tetap memakai jilbab. Bahkan dengan tindakannya yang sering memakai jilbab, ibu 4 anak ini sempat diancam untuk pindah tugas ke Aceh.
“Kata atasan saya, kalau ibu terus pakai jilbab, lebih baik ibu tugas ke Aceh saja,” kata Tien dengan mengikuti gaya bicara atasannya saat itu.
Namun itulah Tien Abdullah, perempuan Gorontalo, yang selalu tegak dan maju untuk memperjuangkan polwan berjilbab. Selain ajaran agama Islam, salah satu alasan mendasar bagi Tien untuk berjuang Polwan berjilbab adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi pengabdian dengan ketakwaan.
“Kita hanya ingin mengambil hak kita saja bahwa kita sebagai perempuan harus juga memakai jilbab, dan alhamdulillah sekarang sudah mulai diterapkan, meskipun ada penundaan sementara,” ucap Tien, seperti diberitakan Gorontalo Pos, Senin (9/12/2013).
Selama melakukan perjuangan agar Polwan bisa berjilbab, Tien sudah keliling ke beberapa kota besar untuk meminta dukungan. Seperti di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Tinggal daerah Papua yang Tien belum berkesempatan untuk meminta dukungan.
Bahkan ia melakukan hal tersebut dengan biaya sendiri, yang ditaksir sudah hampir menelan ratusan juta rupiah.
“Saya minta tanggapan dari para kiai di berbagai daerah, dan para anggota Polwan, akhirnya mereka sangat respon dan mendukung saya. Itulah yang saya ajukan kepada Kapolri, hingga kita Polwan diizinkan untuk berjilbab,” katanya.
Tien sempat kecewa ketika para Polwan berjilbab masih ditunda, dengan alasan anggaran. “Jelas agak kecewa, apalagi ditunda hanya persoalan anggaran. Bagi kita Polwan memakai jilbab itu sudah kewajiban, dan kita bisa adakan sendiri. Sekarang bisa lihat, lebih bagus mana, Polwan pakai jilbab atau tidak,” kata Tien dengan dialeg khas Gorontalonya.
Di Gorontalo ia bertemu dengan para tokoh agama dan pemerintah untuk meminta dukungan. Setelah dari Gorontalo, ia akan bertolak ke Manado untuk misi yang sama. “Di Manado juga banyak polwan berjilbab,” ucapnya.
Sementara itu, Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Marwah Daud Ibrahim mengatakan mendukung dengan adanya Polwan berjilbab. “Kalau di Eropa, polisi perempuan diizinkan berjilbab, masa di Indonesia tidak boleh,” kata Marwah.[Hidayatullah/YL/IM]
Saat ditemui dalam kegiatan di Maqna Hotel, Tien banyak bercerita tentang perjalanannya memperjuangkan Polwan berjilbab. Awalnya, ketika menjadi dosen di Akpol pada 2006 silam, ia sudah memakai jilbab dengan seragam polisi. Tapi hal itu tidak selamanya. Kadang-kadang dilepas.
“Bahkan saat itu, ada atasannya yang menegur kepada dirinya bahwa untuk berjilbab jangan setengah-setengah, kadang dipakai kadang dilepas,” ungkap Tien Abdullah.
Menanggapi hal tersebut ia cuek. Ia masih tetap memakai jilbab. Bahkan dengan tindakannya yang sering memakai jilbab, ibu 4 anak ini sempat diancam untuk pindah tugas ke Aceh.
“Kata atasan saya, kalau ibu terus pakai jilbab, lebih baik ibu tugas ke Aceh saja,” kata Tien dengan mengikuti gaya bicara atasannya saat itu.
Namun itulah Tien Abdullah, perempuan Gorontalo, yang selalu tegak dan maju untuk memperjuangkan polwan berjilbab. Selain ajaran agama Islam, salah satu alasan mendasar bagi Tien untuk berjuang Polwan berjilbab adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi pengabdian dengan ketakwaan.
“Kita hanya ingin mengambil hak kita saja bahwa kita sebagai perempuan harus juga memakai jilbab, dan alhamdulillah sekarang sudah mulai diterapkan, meskipun ada penundaan sementara,” ucap Tien, seperti diberitakan Gorontalo Pos, Senin (9/12/2013).
Selama melakukan perjuangan agar Polwan bisa berjilbab, Tien sudah keliling ke beberapa kota besar untuk meminta dukungan. Seperti di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Tinggal daerah Papua yang Tien belum berkesempatan untuk meminta dukungan.
Bahkan ia melakukan hal tersebut dengan biaya sendiri, yang ditaksir sudah hampir menelan ratusan juta rupiah.
“Saya minta tanggapan dari para kiai di berbagai daerah, dan para anggota Polwan, akhirnya mereka sangat respon dan mendukung saya. Itulah yang saya ajukan kepada Kapolri, hingga kita Polwan diizinkan untuk berjilbab,” katanya.
Tien sempat kecewa ketika para Polwan berjilbab masih ditunda, dengan alasan anggaran. “Jelas agak kecewa, apalagi ditunda hanya persoalan anggaran. Bagi kita Polwan memakai jilbab itu sudah kewajiban, dan kita bisa adakan sendiri. Sekarang bisa lihat, lebih bagus mana, Polwan pakai jilbab atau tidak,” kata Tien dengan dialeg khas Gorontalonya.
Di Gorontalo ia bertemu dengan para tokoh agama dan pemerintah untuk meminta dukungan. Setelah dari Gorontalo, ia akan bertolak ke Manado untuk misi yang sama. “Di Manado juga banyak polwan berjilbab,” ucapnya.
Sementara itu, Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Marwah Daud Ibrahim mengatakan mendukung dengan adanya Polwan berjilbab. “Kalau di Eropa, polisi perempuan diizinkan berjilbab, masa di Indonesia tidak boleh,” kata Marwah.[Hidayatullah/YL/IM]
DPD PKS Siak - Download Android App