pkssiak.org - By. Masykur A. Baddal
Perasaan, baru beberapa minggu yang lalu, saat masyarakat dunia tercengang mendengar respon keras, namun bersahaja oleh Recep Tayyip Erdogan Perdana Menteri Turki. Atas pemutusan sepihak hubungan diplomatik Turki-Mesir, yang dilakukan oleh junta militer Mesir. Pernyataan keras Erdogan, sekaligus membuktikan di pihak mana selama ini Turki berada, sehingga membuat penguasa militer Mesir pun ketar-ketir.
Kesuksesan Erdogan dalam mengelola negara Turki, menjadi Turki Baru, tidak dapat diragukan lagi. Selama kepemimpinan Erdogan, Turki telah menjelma menjadi sebuah kekuatan ekonomi dan militer global. Sebuah prestasi besar, yang tidak pernah dapat dicapai oleh era kepemimpinan sekuler sebelumnya.
Prestasi Erdogan, ia mampu menyulap Turki yang dahulunya sebagai negara miskin karena terus dililit hutang, menjadi negara maju yang status hutangnya nol. Malah Turki saat ini mampu memberikan pinjaman ke negara miskin lainnya. Selama kepemimpinan Erdogan pula, Turki mampu membangun 52 airport di seantaro negeri, hanya dalam jangka waktu 5 tahun saja. Bahkan, sampai mencetak memiliki simpanan (cadangan) devisa sebesar 126 milyar dolar. Begitu juga pendapatan perkapita negara Turki, naik drastis hingga lima kali lipat dari sebelumnya.
Capaian luar biasa tersebut, ternyata tidak serta-merta membuat semua warga Turki merasa bahagia. Terutama dari kelompok sekuler. Sebab, mereka sangat terguncang. Secara otomatis, eksistensi mereka akan ikut tergilas secara pasti sedikit demi sedikit, oleh kesuksesan Erdogan. Dengan demikian, maka nasib kelompok tersebut pun sudah dapat diprediksi masa depannya dalam masyarakat Turki.
Selanjutnya, untuk menggalang kekuatan, serta mencari simpati rakyat Turki kembali. Kelompok sekuler berusaha memanfaatkan berbagai friksi yang terjadi di tengah masyarakat Turki. Salah satunya adalah, menyusup kedalam kelompok pemerotes, yang menantang rencana penataan taman umum kota oleh pemerintah Turki beberapa waktu yang lalu. Sehingga aksi protes itu pun berlarut-larut sampai beberapa hari lamanya. Namun sayang, target yang ingin mereka capai keburu kandas di tengah jalan.
Sejak 17 Desember 2013 lalu, situasi politik Turki kembali memanas. Hal ini dimulai ketika gelombang operasi anti korupsi, menyebabkan tertangkapnya para birokrat, anak-anak menteri yang setia kepada pemerintah serta pimpinan AKP.
Sontak, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan pun menyebut, jika operasi yang dilakukan empat bulan menjelang pemilihan lokal merupakan ‘kampanye dan permainan kotor’. Ia mengklaim, jika langkah itu adalah konspirasi internasional untuk mendiskreditkan pemerintahnya.
Pihak yang banyak mendapat sorotan dalam hal ini adalah, Fethullah Gullen dengan gerakan Hizmetnya. Gullen yang saat ini tinggal di Amerika Serikat, adalah mantan sekutu Erdogan sendiri dalam membesarkan AKP. Ia banyak disorot dengan lobinya. Sebab telah menyebabkan terjadinya friksi diantara pimpinan AKP.
Banyak yang menduga, bahwa konflik itu berawal dari langkah pemerintah Erdogan menutup sekolah-sekolah persiapan Gullen di seantaro Turki, yang menjadi sumber pendapatan Gerakan Hizmet. Namun, hal itu langsung dibantah oleh Menteri Luar Negeri Turki sendiri Daud Oglu, “Justeru pemerintah Turki banyak membuka kedutaannya di luar negeri untuk membantu gerakan Hizmet”.
Lucunya, gesekan politik yang saat ini sedang menghangat di Turki, justeru disambut gembira oleh beberapa aktifis politik pro kudeta di Mesir, Emirat dan Saudi Arabia. Dalam laman facebook dan kicauan twitternya, mereka menyerukan supaya rakyat Turki bangkit dan bergerak menumbangkan pemerintahan Erdogan yang korup.
Dari beberapa sahabat berkebangsaan Turki yang berhasil penulis hubungi. Mereka malah tidak mengetahui jika ada riak politik tersebut. Mereka malah sibuk dalam mengejar capaian ekonomi dan perdagangan yang saat ini lagi booming. Begitu juga sebagian lainnya, sibuk dengan berbagai aktifitas dakwah rutinnya di berbagai belahan dunia.
Dengan demikian, secara implisit sudah dapat diprediksi. Sebenarnya siapa yang berada dibalik gesekan tersebut. Tapi sayang, rakyat Turki sudah terlalu dewasa untuk melayani dagelan murahan itu.
Salam.