pkssiak.org -
Oleh Ribut Lupiyanto*
Isu tidak sedap kembali menggoyang istana negara. Luthfi Hasan Ishaq (LHI) pada sidang kasus kuota impor daging (10/10) membeberkan kesaksian mengagetkan tentang Bunda Putri. Bunda Putri menurut LHI sangat dekat dengan Presiden SBY hingga mengetahui kebijakan reshuffle Kabinet. SBY langsung menggelar konferensi pres yang isinya membantah keras hingga menyatakan kesaksian LHI 1000 persen bohong. Gestur SBY terlihat marah besar.
Sebelumnya nama Istana juga terseret dengan munculnya inisial “The White Hair Man”, Sengman, dan Dipo. “The White Hair Man” diyakini merupakan Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus besan presiden. Sengman diketahui merupakan pengusaha kakap asal Palembang, sedangkan Dipo diisukan tidak lain adalah Dipo Alam.
Denny Indrayana kala masih berjuang di Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi UGM selalu lantang menggaungkan bahwa salah satu episentrum korupsi di Indonesia adalah istana. Lepas dari posisi dan keyakinan beliau kini, rumor-rumor tak sedap seputar korupsi terus berkelebatan membawa nama istana. Istana dalam hal ini terkait personil presiden, keluarga, orang dekat, serta partai penguasa. Diantara pihak tersebut kadang berdiri sendiri, tetapi seringnya saling berkaitan secara kompleks.
Melawan Amnesia
Manusia memiliki karakter kodrati berupa alpa dan lupa. Penyakit mudah lupa yang disebabkan terganggunya daya ingat dikenal sebagai amnesia. Amnesia dapat mewujud secara personal maupun komunal.
Amnesia seakan menjadi momok klasik dalam setiap perjalanan bangsa. Ingatan publik masih terlalu pendek dalam merekam jejak kehidupan. Fenomena yang umum muncul antara lain mudah melupakan jasa, mudah melupakan peristiwa, mudah melupakan perangai buruk seseorang, mudah melupakan rencana, dan lainnya.
Munculnya amnesia publik sebenarnya sebuah kewajaran. Setiap hari publik dijejali informasi beraneka ragam seputar problematika bangsa. Itu pun selalu berganti-ganti tiap hari. Beberapa kalangan bahkan mensinyalir adanya upaya rekayasa menutup suatu kasus dengan mengangkat isu lain.
Publik seakan terkena amnesia atas kasus Century, karena munculnya kasus Hambalang. Kasus Hambalang pelan tapi pasti juga meredup sebab mencuat kasus baru impor daging sapi. Kini publik dikagetkan lagi dengan penangkapan Akil Mochtar sang Ketua Mahkamah Konstitusi. Kasus demi kasus datang silih berganti tanpa koma. Kondisi semakin kompleks jika ditambah dengan isu sektor lain, seperti kriminalitas, terorisme, gosip selebriti, dan lainnya. Apakah ini di rekayasa? Aroma rekayasa isu tercium menyengat meski susah dibuktikan dan bersifat kasuistik.
Permasalahan besar akan muncul jika penegak hukum disengaja atau tidak, menjadi ikut-ikutan amnesia. Penanganan beberapa kasus terkesan kian meredup seiring dengan berjalannya waktu. Monitoring semakin melemah karena sorotan publik yang mulai menghilang. Semua pihak harus tidak lelah berjuang melawan amnesia dengan tidak henti berbuat untuk pemberantasa korupsi. Publik mesti dicerdaskan dengan informasi faktual untuk bekal bersuara mengawal semua kasus penanganan korupsi.
Uji Nyali KPK
Istana menjadi objek ujian terberat bagi nyali KPK. Rekam jejak KPK dalam pemberantasan korupsi cukup apresiatif. Hanya KPK dianggap tumpul keberaniannya ketika berhadapan dengan istana. Prestasi tertinggi adalah keberanian KPK era Antasari Azhar yang menyeret besan SBY, Aulia Pohan. KPK era Abraham Samad paling berani adalah menetapkan Andi Malarareng, menteri aktif, petinggi Partai Demokrat, sekaligus terkenal sebagai lingkaran dalam Cikeas.
KPK memikul harapan besar rakyat. KPK diharapkan terus bergerak memberantas tindak korupsi secara adil tanpa pandang bulu. Harapan paling besar adalah amanat pencegahan korupsi. Semua harapan ini terakomodasi dalam UU No. 30 Tahun 2002 yang menugaskan KPK dalam koordinasi, supervisi, penyelidikan-penyidikan-penuntutan, pencegahan, serta monitoring terkait tindak pidana korupsi.
Faktanya KPK terkesan pelan dan minder ketika merespon nama-nama yang bersinggungan dengan penguasa. Mega skandal Century seakan berjalan di tempat. Wakil Presiden Boediono yang santer dan kerap disebutkan belum pernah sekalipun dipanggil KPK. Selanjutnya Kasus Hambalang juga heboh menyebut nama anak bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) oleh kicauan Nazaruddin dan Yulianis. Setali tiga uang dengan Boediono, Ibas juga belum tersentuh KPK untuk sekadar bersaksi sekalipun.
KPK banyak diacungi jempol atas aksi-aksi penangkapannya. Pesimisme publik muncul ketika KPK berhadapan dengan pihak istana. Berkaca pada kasus sebelumnya, publik meragukan nyali KPK memintai keterangan Sengman dan nama lainnya. Apapun penilaian publik, bola berada di tangan KPK. Nyali dan independensi diuji pembuktiannya. Nyali kuat KPK akan menjadi kunci kelulusannya.
Independensi menjadi pertaruhan besar bagi janji, komitmen, dan nama besar KPK. Hingga tahun 2012 dari 55.964 laporan pengaduan baru 332 (0,59%) kasus yang mampu ditangani KPK. Tebang pilih kasus masih mewarnai penilaian terhadap KPK. Greget dan upayanya seakan melemah ketika bersinggungan dengan penguasa. Mega skandal Century menjadi salah satu contoh yang terang benderang sangat lama ditangani tanpa kemajuan memuaskan. Kasus Hambalang pun setali tiga uang.
Isu-isu lain diprediksikan masih akan lalu lalang di depan istana. Pihak istana diharapkan tidak terburu-buru naik pitam dan menangkal keras. Istana penting berkoordinasi menyatukan suara, menyikapi secara jelas dan tegas, serta pro aktif memberikan keterangan ke KPK. Kewibawaan dan keberpihakan dalam penegakan hukum mesti ditunjukkan di hadapan rakyat. Jika hal ini dibuktikan, maka rakyat akan bangkit optimismenya dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.***
*Kolom Opini KORAN WAWASAN Semarang Edisi 7 November 2013 (Bunda Putri, Istana, dan KPK)