Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » Hati yang Jeli

Hati yang Jeli


By: Abul Ezz Rabu, 20 November 2013 0

pkssiak.org - Maha Suci Allah yang telah menciptakan hamba-hamba-Nya dengan sebaik-baik mahluk yang sempurna, adapun segala jenis dan bentuk kekurangan menjadikan pembelajaran bagi sesama, penumbuh rasa syukur atas apa yang telah Allah beri, serta ujian yang manis bagi sebuah kesabaran.

Sepintas, sosok ini terlihat seperti manusia normal. Berjalan dengan kedua kakinya, mendengar dengan kedua telinganya, berbicara dengan bibirnya, menghirup udara dengan hidungnya, menyentuh dengan kedua tangannya, tersenyum, tertawa, menangis, marah, ah..pokoknya terlihat seperti manusia pada umumnya. Tapi itu hanya sepintas. Lain lagi bila benar-benar memerhatikan ia lebih dalam dengan seksama. Ia berbeda, ia adalah sesosok manusia yang mengandung buah syukur bagi manusia lainnya. Bagaimana tidak.. Ia adalah seseorang yang Allah takdirkan tidak bisa melihat sejak lahir.

Belum pernah ia menjamah dunia dan seisinya dengan indera penglihatannya. Ia mungkin tidak tahu bagaimana indahnya pantai, gagahnya gunung, rimbunnya hutan, cantiknya ibunda, tampannya ayahanda dan bahkan mungkin ia tidak pernah tahu bagaimana rupanya, bentuk wajahnya, warna mata dan bibirnya. Mungkin ia hanya tahu semua itu dari sudut pandang orang lain. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.. Mungkin kita merasa kasihan dan iba dengan kondisinya. Tapi tebak apa yang ia katakan..

“Aku tidak mau dikasihani, aku tidak mau bergantung kepada orang lain..”

Ya Allah.. saya di sini mengasihani, padahal ia sendiri di sana menata jiwanya agar lapang dengan keadaannya. Memanglah benar, belum tentu sama rasa antara kita yang melihat dengan ia sebagai pelaku. Kita miris, sedih, dan kasihan. Padahal mungkin ia bahagia dengan keadaannya. MasyaAllah..

Ia mampu membuktikan bahwa ia bisa beraktivitas layaknya teman-temannya yang normal, ia semenjak tahun 2009 hingga sekarang tercatat sebagai seorang mahasiswa di PTN yang bernafaskan pendidikan di Bandung. Meski salah membulatkan kode jurusan dan pernah ada niatan untuk pindah ke jurusan yang diinginkan, namun ia urungkan niatnya itu dan lebih memilih struggle. Dengan semangat tinggi ia bercengkrama dan bersahabat dengan ilmu-ilmu yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

“Kalau aku terus menerus terpuruk dan mempersoalkan masalah yang lalu, aku tidak akan pernah maju..” Ungkapnya sambil tersenyum manis. Hey, apakah ia tahu ia punya senyuman yang manis? Ungkapan itu ia ucapkan ketika diungkit oleh teman-temannya perihal urusan “salah jurusan” tersebut.

Sepanjang saya dekat dengannya, ia adalah pribadi yang shalihah dan murah senyum. Dengan segudang kisah pilunya, ia tetap bisa membagi senyum manis kepada teman-temannya. Pribadi yang takut kepada Allah dengan senantiasa menjaga shalatnya. Ia juga sangat apik, terbukti dari caranya melipat mukena, juga caranya memakai jilbab benar-benar rapi dan mampu menyenadakan warna pakaian yang digunakan. Sehingga tidak pernah saya temui ia dengan jilbab yang berantakan atau bahkan saltum alias salah kostum.

“Biasanya beli atau masak..” Jawabnya sewaktu saya bertanya tentang bagaimana ia makan tanpa keluarganya. Wah! Bahkan ia mampu memasak dengan keterbatasannya itu. She is sooo amazing, right? Jujur, saya terharu dan bangga dengannya.

“Aku hanya ingin bisa melakukan apa-apa sendiri, makanya aku berlatih. Mama mengajarkan semuanya kepadaku.” Pantaslah ia bisa tinggal (ngekost) sendiri, memasak sendiri, menyenadakan warna pakaian sendiri, menyiapkan kebutuhan untuk ngampus sendiri, mencari dan mengetik tugas sendiri, benar-benar sosok yang mandiri.

Keluarganya sangat harmonis, saya bisa merasakan itu sewaktu saya silaturrahim ke tempat tinggalnya. Ibunya senantiasa mengarahkan, memberikan masukan, dan mendukung setiap pilihan hidup anak-anaknya. Selama itu baik dan bermanfaat, pasti akan didukung.

“Ibu mah sudah memercayakan adik-adiknya ke teteh (panggilan untuk temen saya itu). Walaupun kondisinya begitu, tapi ibu sudah percaya ke teteh. Jadi ga khawatir kalau adik-adiknya pada sekolah di Bandung dan tinggal sama teteh.” Tentulah kita dapat membayangkan betapa ia sudah sangat dipercaya oleh orang tuanya untuk mengasuh adik-adiknya. Dan sudah pasti ia adalah sosok kakak yang dicintai oleh adik-adiknya.

Sering kali saya menatap wajahnya lekat, dalam, dan lama. Kadang seperti ada dialog di dalam hati saya. Pribadinya yang baik, membuat saya tertegun. Ketabahan dan kesabarannya patut diacungi jempol. Ternyata, hikmah itu bertaburan dimanapun melalui apapun dan dari siapapun. Saya banyak mereguk hikmah dan pelajaran dari seseorang yang tidak bisa melihat. Akan arti sebuah mata, apalah artinya mata jeli apabila hati buta. Ia adalah sosok nyata dari sebuah kisah seseorang yang tidak bisa melihat namun ia tidak terkurung oleh ketidakberterimaannya akan takdir Ilahi. Justru ia mencoba bersabar dengan kekurangan yang ia punya, pertanda kebeningan hatinya yang memancar.

Benarlah kiranya untuk memahami kehidupan, bukan semata-mata dibimbing oleh kejelian mata dalam melihat atau apapun, namun bagaimana cahaya hati seseorang. Bila cahaya hati itu hidup, maka orang itu hidup. Namun bila cahaya hati itu redup dan bahkan padam, maka sejatinya orang itu telah mati. Hidupkan cahaya hati dengan ilmu, amal, dan senantiasa bertaqwa kepada Allah.


“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22] : 46)

Mari sedikit kita muhasabah diri tentang karunia Ilahi yang Dia titipkan kepada kita. Apakah kita sudah memberikan amanah: mata, telinga, dan lisan ini sesuai dengan haq-haqnya? Sudahkah kita menggunakan mata, telinga, dan lisan dengan sebaik-baiknya? Ingatkah kita untuk selalu bersyukur?

“Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.” (Al-Mu’minun [23] : 78)

Ya Allah, jadikanlah kami pribadi yang senantiasa bersyukur seperti Sulaiman a.s terhadap limpahan kekayaannya dan jadikanlah kami orang-orang yang mampu bersabar sebagaimana Ayyub a.s terhadap penyakitnya..

Sahabatku, matamu tentulah tidak memberatkan hisabmu di akhirat, insyaAllah.. Semoga sesuai dengan harapanmu untuk menjadi “Khairaatun Hisaanun”, kelak di Syurga-Nya.


Lina Mustaqimah S
Parakanjaya, Kemang
Bogor

Lomba #AYTKTM


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar