Abu Ubaidah
pkssiak.org - Namanya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah. Mungkin Anda mengenalnya dengan nama Abu Ubaidah. Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.
pkssiak.org - Namanya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah. Mungkin Anda mengenalnya dengan nama Abu Ubaidah. Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.
Juga salah satu kandidat kuat sebagai khalifah
sepeninggal Rasulullah, meski kemudian demi kemaslahatan kaum muslimin dia membaiat
Abu Bakar sebagai khalifah. Rasulullah memberi gelar Abu Ubaidah sebagai Aminul
Ummat (kepercayaan ummat).
Selama karirnya sebagai da’i dan panglima perang, ketaatan Abu Ubaidah terhadap qiyadahnya begitu mempesona. Tidak pernah perintah atasan ditentangnya. Tidak hanya perintah Rasulullah, tapi juga perintah Abu Bakar, dan juga Umar, dua khalifah yang mulia.
Selama karirnya sebagai da’i dan panglima perang, ketaatan Abu Ubaidah terhadap qiyadahnya begitu mempesona. Tidak pernah perintah atasan ditentangnya. Tidak hanya perintah Rasulullah, tapi juga perintah Abu Bakar, dan juga Umar, dua khalifah yang mulia.
Dan selama hidupnya tercatat hanya sekali Abu
Ubaidah membantah perintah atasan, yaitu ketika Umar ra memeirntahkannya
meninggalkan pasukan di Syam karena Umar mengkhawatirkannya terjangkit penyakit
Tha’un yang sedang mewabah. Penolakan penuh tangis dari Abu Ubaidah itu bukan
karena ketidaktaatan, akan tetapi karena keinginannya yang kuat untuk itsar
serta tanggungjawabnya yang begitu besar terhadap
Saat itu menjelang Perang Uhud. Dua pendapat yang
berbeda dalam menentukan strategi menghadapi musuh sempat mengemuka di antara
kaum muslimin.
Sebagian menginginkan untuk keluar dari Madinah
dan menyambut musuh. Sedangkan Rasulullah SAW berdasarkan mimpinya,
menginginkan agar pasukannya bertahan di dalam kota. Musyawarahpun digelar, dan
akhirnya diputuskan untuk keluar dari kota dan menyambut musuh sebagaimana
keinginan para sahabat.
Kita tahu bahwa dalam peperangan itu –yang
strateginya ditetapkan dengan syura’- Rasulullah mengalami kekalahan, bebrapa
sahabat syahid, dan Rasulullah mengalami luka-luka. Kita juga tahu, perang itu
menyisakan banyak kisah dan pelajaran sangat berharga bagi kaum muslimin.
Adalah Abdullah bin ‘Ubay, yang sejak musyawarah
mati-matian mendukung pendapat Rasulullah untuk bertahan di dalam kota. Ketika
pendapatnya tidak diakomodir, bermanuverlah dia. Beberapa provokasi
diluncurkan, dan sepertiga pasukan Rasulullah mundur, meninggalkan Rasulullah,
kemudian menyempal pergi mengikuti Abdullah bin ‘Ubay, sang munafik.
Satu Fragmen di Perang Khaibar
Saat itu Rasulullah sedang membagikan ghanimah,
setelah menang dalam perang melawan Yahudi di daerah Khaibar. Tiba-tiba
seseorang berkata lantang terhadap Rasulullah, “Ya Rasulullah, bertakwalah
engkau kepada Alloh...” Ia marah, karena Rasulullah memerintahkan agar ghanimah
dibagi juga kepada rombongan Ja’far bin Abu Thalib yang baru pulang dari
Habasyah setelah hijrah selama 8 tahun, meski rombongan itu tidak ikut perang
Khaibar.
"Celaka engkau, jika bukan aku yang
bertakwa, lalu siapa lagi?” Ujar Rasulullah menanggapi protes tidak santun dari
seorang Arab Badui itu.
Dinamika Itu Akan Selalu Ada
Dalam sebuah perjuangan, dan dalam sebuah
barisan, pasti akan ada dinamika yang merupakan cara Alloh untuk mentarbiyah
para mujahid. Baik pada jaman Rosulullah, maupun dalam konteks kekinian.
Perjalanan panjang dan berliku sebuah harokah dakwah seakan menjadi filter,
siapa orang yang benar-benar tulus memperjuangkan dakwah, dan siapa yang hanya
menjadi penumpang gelap dalam gerbong panjang kereta dakwah ini. Dalam sebuah
perjuangan, akan ada Abu Ubaidah dan beberapa sahabat utama Rosulullah lainnya,
tapi juga akan ada Abdullah bin ‘Ubay maupun seorang Arab Badui penentang Rasulullah
di perang Khaibar yang menurut DR. Yusuf Qardhawi merupakan cikal bakal paham
khawarij sang pembangkang dan pembunuh Ali Ra tersebut.
Akhir-akhir ini, di tengah pertempuran politik
yang begitu dahsyat, pergulatan internal barisan da’wah perlahan-lahan mulai
menyeruak. Begitu perhatiannya media massa dalam mencari kelemahan dan
mengomentari dengan nada negatif setiap gerak yang dilakukan para qiyadah
da’wah yang sedang beradu strategi di ranah siyasah, perlahan-lahan membuat
beberapa orang di dalam barisan dakwah mulai goyah. Yang memang dari dulu agak
antipati, seakan menemukan alasan untuk membenarkan semua sangkaannya. Yang
dulunya ragu-ragu, menjadi semakin mantap untuk menjauh. Yang dulunya tsiqoh,
sedikit demi sedikit mulai diliputi keraguan terhadap ikhlasnya dakwah dalam
berjuang. Meski masih ada yang tetep kekeuh tsiqoh terhadap sepak terjang
qiyadah dakwah ini.
“... mereka mendustakan terhadap apa-apa yang
belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka
penjelasannya....” (Yunus :39)
Ah, mungkinkah memang seperti ini tabiat
perjuangan itu?
Ketika Rosululloh SAW berkhutbah sewaktu Haji
Wada’, dihadiri oleh 100.000 jamaah kaum muslimin. Dan konon, sahabat-sahabat
utama Rasululloh saat itu hanya sekitar 300 orang!
Mungkinkah tabiat dakwah memang seperti itu? Para
pejuang akan berjumlah sedikit dan selayaknya “Ashabul Kahfi”, mereka akan jadi
orang terasing di tengah kebisingan jaman?
Entahlah. Saya lebih tertarik untuk menasehati
diri saya sendiri dengan mencari penyebab menurunnya atau bahkan hilangnya
komitmen perjuangan seseorang.
Penyebab Lemahnya Iltizam (Komitmen)
1. Jika seorang muslim banyak menjalin hubungan
dengan orang-orang yang lemah dalam ber-iltizam, apalagi orang tersebut
terlanjur difigurkannya, maka boleh jadi sikap itu akan menulari dirinya.
Karena itu ajaran Islam menekankan pentingnya melakukan keteladanan yang baik
serta mengecam contoh yang buruk.
Suatu hari Umar Bin Khattab Ra melihat Thalhah
bin Ubaidillah mengenakan pakaian yang dicelup (berwarna) pada saat dia ihram.
Maka Umar bertanya kepada Thalhah, “Mengapa kamu
mengenakan baju yang dicelup seperti ini wahai Thalhah?”
“Wahai Amirul Mu’minin”, jawab Thalhah, “Pakaian
ini bukan sengaja saya celup, melainkan akibat terkena lumpur”.
Umar pun berkata, “Wahai Thalhah, sesungguhnya
kamu ini dijadikan panutan oleh orang lain. Yang aku khawatirkan sekiranya ada
orang yang bodoh melihat pakaian ini niscaya ia akan mengatakan bahwa Thalhah
bin Ubaidillah memakai pakaian yang dicelup pada waktu ihram. Karena itu,
jangan lagi kamu kenakan pakaian seperti ini.” (HR Malik, Ahmad, dan Baihaqi)
2. Turunnya keimanan seorang muslim bisa menjadi
sebab lemah atau hilangnya iltizam, sebab keimanan merupakan sumber kekuatan
serta penjaga dan pemelihara konsistensi dirinya terhadap ajaran agamanya.
“Seorang pezina ketika berzina bukanlah seorang
mukmin, seorang pencuri ketika mencuri bukanlah seorang mukmin, dan seorang
peminum arak ketika meminum arak bukanlah seorang mukmin.” (HR Bukhari)
Secara singkat, maksud hadist di atas adalah
seseorang tidak akan melakukan perbuatan maksiat jika dalam dadanya masih ada
iman yang sempurna. (Fathul Baari, 12/60)
3. Kebiasaan menanggapi hal-hal yang tidak jelas
atau sybhat dapat pula menghancurkan iltizam seorang aktivis dakwah. Karena
hal-hal yang tidak jelas itu umumnya berasal dari setan maka sesungguhnya hal
itu tidak pernah akan membawa manfaat apapun.
4. Dapat juga karena tidak adanya pantauan dari
orang lain dapat mengakibatkan lemahnya dan hilangnya komitmen. Karenanya
Rosululloh selalu memantau gerak-gerik dan aktivitas para sahabatnya.
5. Mungkin juga disebabkan karena kita lalai
terhadap dampak-dampak buruk dari hilangnya iltizam atau komitmen keislaman dan
dakwah kita.
Sesungguhnya paling tidak masih ada 5 penyebab
lagi penyebab lemahnya Iltizam. Mungkin anda bisa mencari sendiri di buku
“Penyebab Gagalnya Dakwah” Jilid I Tulisan DR. Sayyid M. Nuh Bab Dha’f Aw
Talaasyii Al Iltizaam.
Semoga kita dijadikan Alloh sebagai orang-orang
yang senantiasa teguh dalam perjuangan dakwah ini, karena Alloh telah menjamin
kemenangan Islam di akhir zaman, tapi tidak pernah menjamin kita untuk menjadi
bagian dari pemenangan Islam itu.
Allohu a’lam
Yaa muqolibal Quluub
Tsabbit Quluubana ‘ala diinika wa Tho’aatika
Tsabbit quluubana ‘ala da’watika fii sabiilika
[kasurau]