Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » Dan Iltizam Kita pun Bisa Melemah

Dan Iltizam Kita pun Bisa Melemah


By: Abul Ezz Kamis, 28 November 2013 0


Abu Ubaidah

pkssiak.org - Namanya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah. Mungkin Anda mengenalnya dengan nama Abu Ubaidah. Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. 

Juga salah satu kandidat kuat sebagai khalifah sepeninggal Rasulullah, meski kemudian demi kemaslahatan kaum muslimin dia membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Rasulullah memberi gelar Abu Ubaidah sebagai Aminul Ummat (kepercayaan ummat).

Selama karirnya sebagai da’i dan panglima perang, ketaatan Abu Ubaidah terhadap qiyadahnya begitu mempesona. Tidak pernah perintah atasan ditentangnya. Tidak hanya perintah Rasulullah, tapi juga perintah Abu Bakar, dan juga Umar, dua khalifah yang mulia. 

Dan selama hidupnya tercatat hanya sekali Abu Ubaidah membantah perintah atasan, yaitu ketika Umar ra memeirntahkannya meninggalkan pasukan di Syam karena Umar mengkhawatirkannya terjangkit penyakit Tha’un yang sedang mewabah. Penolakan penuh tangis dari Abu Ubaidah itu bukan karena ketidaktaatan, akan tetapi karena keinginannya yang kuat untuk itsar serta tanggungjawabnya yang begitu besar terhadap


Saat itu menjelang Perang Uhud. Dua pendapat yang berbeda dalam menentukan strategi menghadapi musuh sempat mengemuka di antara kaum muslimin.

Sebagian menginginkan untuk keluar dari Madinah dan menyambut musuh. Sedangkan Rasulullah SAW berdasarkan mimpinya, menginginkan agar pasukannya bertahan di dalam kota. Musyawarahpun digelar, dan akhirnya diputuskan untuk keluar dari kota dan menyambut musuh sebagaimana keinginan para sahabat.

Kita tahu bahwa dalam peperangan itu –yang strateginya ditetapkan dengan syura’- Rasulullah mengalami kekalahan, bebrapa sahabat syahid, dan Rasulullah mengalami luka-luka. Kita juga tahu, perang itu menyisakan banyak kisah dan pelajaran sangat berharga bagi kaum muslimin.

Adalah Abdullah bin ‘Ubay, yang sejak musyawarah mati-matian mendukung pendapat Rasulullah untuk bertahan di dalam kota. Ketika pendapatnya tidak diakomodir, bermanuverlah dia. Beberapa provokasi diluncurkan, dan sepertiga pasukan Rasulullah mundur, meninggalkan Rasulullah, kemudian menyempal pergi mengikuti Abdullah bin ‘Ubay, sang munafik.

Satu Fragmen di Perang Khaibar

Saat itu Rasulullah sedang membagikan ghanimah, setelah menang dalam perang melawan Yahudi di daerah Khaibar. Tiba-tiba seseorang berkata lantang terhadap Rasulullah, “Ya Rasulullah, bertakwalah engkau kepada Alloh...” Ia marah, karena Rasulullah memerintahkan agar ghanimah dibagi juga kepada rombongan Ja’far bin Abu Thalib yang baru pulang dari Habasyah setelah hijrah selama 8 tahun, meski rombongan itu tidak ikut perang Khaibar.

"Celaka engkau, jika bukan aku yang bertakwa, lalu siapa lagi?” Ujar Rasulullah menanggapi protes tidak santun dari seorang Arab Badui itu.

Dinamika Itu Akan Selalu Ada

Dalam sebuah perjuangan, dan dalam sebuah barisan, pasti akan ada dinamika yang merupakan cara Alloh untuk mentarbiyah para mujahid. Baik pada jaman Rosulullah, maupun dalam konteks kekinian. Perjalanan panjang dan berliku sebuah harokah dakwah seakan menjadi filter, siapa orang yang benar-benar tulus memperjuangkan dakwah, dan siapa yang hanya menjadi penumpang gelap dalam gerbong panjang kereta dakwah ini. Dalam sebuah perjuangan, akan ada Abu Ubaidah dan beberapa sahabat utama Rosulullah lainnya, tapi juga akan ada Abdullah bin ‘Ubay maupun seorang Arab Badui penentang Rasulullah di perang Khaibar yang menurut DR. Yusuf Qardhawi merupakan cikal bakal paham khawarij sang pembangkang dan pembunuh Ali Ra tersebut.

Akhir-akhir ini, di tengah pertempuran politik yang begitu dahsyat, pergulatan internal barisan da’wah perlahan-lahan mulai menyeruak. Begitu perhatiannya media massa dalam mencari kelemahan dan mengomentari dengan nada negatif setiap gerak yang dilakukan para qiyadah da’wah yang sedang beradu strategi di ranah siyasah, perlahan-lahan membuat beberapa orang di dalam barisan dakwah mulai goyah. Yang memang dari dulu agak antipati, seakan menemukan alasan untuk membenarkan semua sangkaannya. Yang dulunya ragu-ragu, menjadi semakin mantap untuk menjauh. Yang dulunya tsiqoh, sedikit demi sedikit mulai diliputi keraguan terhadap ikhlasnya dakwah dalam berjuang. Meski masih ada yang tetep kekeuh tsiqoh terhadap sepak terjang qiyadah dakwah ini.

“... mereka mendustakan terhadap apa-apa yang belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya....” (Yunus :39)

Ah, mungkinkah memang seperti ini tabiat perjuangan itu?

Ketika Rosululloh SAW berkhutbah sewaktu Haji Wada’, dihadiri oleh 100.000 jamaah kaum muslimin. Dan konon, sahabat-sahabat utama Rasululloh saat itu hanya sekitar 300 orang!

Mungkinkah tabiat dakwah memang seperti itu? Para pejuang akan berjumlah sedikit dan selayaknya “Ashabul Kahfi”, mereka akan jadi orang terasing di tengah kebisingan jaman?

Entahlah. Saya lebih tertarik untuk menasehati diri saya sendiri dengan mencari penyebab menurunnya atau bahkan hilangnya komitmen perjuangan seseorang.

Penyebab Lemahnya Iltizam (Komitmen)

1. Jika seorang muslim banyak menjalin hubungan dengan orang-orang yang lemah dalam ber-iltizam, apalagi orang tersebut terlanjur difigurkannya, maka boleh jadi sikap itu akan menulari dirinya. Karena itu ajaran Islam menekankan pentingnya melakukan keteladanan yang baik serta mengecam contoh yang buruk.

Suatu hari Umar Bin Khattab Ra melihat Thalhah bin Ubaidillah mengenakan pakaian yang dicelup (berwarna) pada saat dia ihram.

Maka Umar bertanya kepada Thalhah, “Mengapa kamu mengenakan baju yang dicelup seperti ini wahai Thalhah?”

“Wahai Amirul Mu’minin”, jawab Thalhah, “Pakaian ini bukan sengaja saya celup, melainkan akibat terkena lumpur”.

Umar pun berkata, “Wahai Thalhah, sesungguhnya kamu ini dijadikan panutan oleh orang lain. Yang aku khawatirkan sekiranya ada orang yang bodoh melihat pakaian ini niscaya ia akan mengatakan bahwa Thalhah bin Ubaidillah memakai pakaian yang dicelup pada waktu ihram. Karena itu, jangan lagi kamu kenakan pakaian seperti ini.” (HR Malik, Ahmad, dan Baihaqi)

2. Turunnya keimanan seorang muslim bisa menjadi sebab lemah atau hilangnya iltizam, sebab keimanan merupakan sumber kekuatan serta penjaga dan pemelihara konsistensi dirinya terhadap ajaran agamanya.

“Seorang pezina ketika berzina bukanlah seorang mukmin, seorang pencuri ketika mencuri bukanlah seorang mukmin, dan seorang peminum arak ketika meminum arak bukanlah seorang mukmin.” (HR Bukhari)

Secara singkat, maksud hadist di atas adalah seseorang tidak akan melakukan perbuatan maksiat jika dalam dadanya masih ada iman yang sempurna. (Fathul Baari, 12/60)

3. Kebiasaan menanggapi hal-hal yang tidak jelas atau sybhat dapat pula menghancurkan iltizam seorang aktivis dakwah. Karena hal-hal yang tidak jelas itu umumnya berasal dari setan maka sesungguhnya hal itu tidak pernah akan membawa manfaat apapun.

4. Dapat juga karena tidak adanya pantauan dari orang lain dapat mengakibatkan lemahnya dan hilangnya komitmen. Karenanya Rosululloh selalu memantau gerak-gerik dan aktivitas para sahabatnya.

5. Mungkin juga disebabkan karena kita lalai terhadap dampak-dampak buruk dari hilangnya iltizam atau komitmen keislaman dan dakwah kita.

Sesungguhnya paling tidak masih ada 5 penyebab lagi penyebab lemahnya Iltizam. Mungkin anda bisa mencari sendiri di buku “Penyebab Gagalnya Dakwah” Jilid I Tulisan DR. Sayyid M. Nuh Bab Dha’f Aw Talaasyii Al Iltizaam.

Semoga kita dijadikan Alloh sebagai orang-orang yang senantiasa teguh dalam perjuangan dakwah ini, karena Alloh telah menjamin kemenangan Islam di akhir zaman, tapi tidak pernah menjamin kita untuk menjadi bagian dari pemenangan Islam itu.

Allohu a’lam

Yaa muqolibal Quluub
Tsabbit Quluubana ‘ala diinika wa Tho’aatika
Tsabbit quluubana ‘ala da’watika fii sabiilika

[kasurau]


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar