Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » » » Buku Geliat Partai Dakwah 1 Dibedah di Pekanbaru

Buku Geliat Partai Dakwah 1 Dibedah di Pekanbaru


By: Abul Ezz Kamis, 17 Oktober 2013 0

pkssiak.org - Jum'at sore, 11 Oktober 2013, Markaz Dakwah DPW PKS Prov. Riau di Pekanbaru dipenuhi oleh sejumlah kader yang datang untuk menyimak bedah buku Geliat Partai Dakwah 1 : Memasuki Ranah Kekuasaan. Berita seputar kegiatan ini memang sebelumnya telah beredar luas di kalangan kader PKS di Pekanbaru.

Kehadiran Akmal Sjafril - sang penulis buku - selama beberapa hari di Pekanbaru nampaknya tidak disia-siakan. Di sela-sela agenda dakwah yang cukup padat, ia menyempatkan untuk hadir dan membedah karya terbarunya itu. Meski sudah diterbitkan menjelang Idul Fitri yang lalu dan langsung terjual ratusan eksemplar melalui pemasaran online, namun inilah pertama kalinya buku Geliat Partai Dakwah 1 dibedah secara resmi.


Buku ini, menurut Akmal, ditulis karena keprihatinannya menyaksikan betapa tidak berimbangnya perdebatan seputar perjuangan dakwah melalui jalur politik atau demokrasi. Di satu sisi, yang menyuarakan sikap anti demokrasi nampaknya lebih 'lantang', sehingga banyak orang yang ikut-ikutan apatis dengan sistem pemerintahan yang berlaku. "Tren ini jelas kurang baik, sebab pada akhirnya umat Muslim terpinggirkan karena tak mampu memimpin di negerinya sendiri," ujar Akmal.


Di sisi lain, perdebatan seputar politik dan demokrasi juga semestinya disikapi dengan arif. Bagaimana pun, permasalahan ini memang diwarnai oleh perbedaan pendapat dan ijtihad para ulama. Oleh karena itu, dalam hal ini, pendapat mana pun yang hendak diambil, hendaknya tetap menghargai pendapat yang berseberangan. Akmal menyayangkan adanya pihak-pihak yang dengan mudahnya memberi cap 'kufur' pada siapa pun yang terlibat dalam demokrasi, padahal ulama yang membolehkan hal tersebut sangat banyak.


"Banyak orang awam yang ringan saja memberi berbagai cap buruk hanya karena masalah perbedaan pendapat seperti ini, padahal yang dicelanya itu adalah ulama yang jauh lebih mumpuni ilmunya dan jauh lebih banyak kontribusinya bagi umat," ungkap Akmal.


Dengan tetap menghormati ijtihad yang berseberangan, Akmal menegaskan bahwa sebenarnya perdebatan seputar demokrasi di Indonesia hanya muncul belakangan. Sejak dahulu, para ulama tidak 'alergi' untuk berjuang melalui sistem yang berlaku, termasuk juga dengan menggunakan bendera partai. "Serikat Islam, organisasi politik pertama yang menyuarakan persatuan Indonesia, diusung oleh para ulama. Demikian pula selanjutnya perjuangan itu diteruskan oleh Masyumi," ujarnya.


Salah satu poin penting dalam memandang demokrasi, menurut Akmal, dimulai dari kenyataan bahwa demokrasi itu sendiri sebenarnya multitafsir. Bukan hanya negara-negara Barat yang menyebut dirinya demokratis, melainkan negara komunis yang otoriter seperti Korea Utara pun menyebut dirinya sebagai negara demokratis. Para ulama Indonesia pun agaknya menyadari hal ini, sehingga mereka tak merasa canggung untuk mendefinisikan ulang demokrasi sehingga tidak bertentangan dengan Islam.


"Dalam salah satu pernyataannya, Moh. Natsir bukan hanya mengatakan bahwa demokrasi tidak bertentangan dengan Islam, tapi juga menyebut demokrasi sebagai bagian dari ajaran Islam," kata Akmal.


Moh. Natsir adalah figur ulama-negarawan yang menarik. Bukan hanya karena kepiawaiannya menjaga amanah dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan, tapi juga karena fakta bahwa ia rela dipimpin oleh Soekarno, lawan debatnya sendiri sejak jauh sebelum Indonesia merdeka. Secara ideologis, Natsir dan Soekarno tidak pernah bersatu. Akan tetapi, Natsir 'mengalah' demi kepentingan umat. Itulah urgensi yang sesungguhnya dari perjuangan di dalam sistem yang berlaku, meski sistem tersebut belum sepenuhnya Islami.


Di samping berbagai poin penting yang dibahasnya, Akmal mengingatkan bahwa debat tentang demokrasi kerap kali kontraproduktif, karena membuat hati menjadi keras. Kepada para kader PKS, Akmal mengingatkan bahwa pilkada, pileg, koalisi, pilpres dan sebagainya adalah masalah sekunder bagi partai dakwah.


"Agenda yang paling utama adalah dakwah dan tarbiyah, dan tarbiyah yang paling utama adalah tarbiyah terhadap diri sendiri. Jika masyarakat sudah menerima dakwah Islam dengan baik, maka dengan sendirinya mereka akan memiliki 'selera' yang baik, termasuk dalam hal memilih pemimpin. Dan jika kader-kader dakwah ter-tarbiyah dengan baik, maka rakyat pasti akan memilih mereka. Semua agenda politik tidak boleh dipisahkan dari agenda-agenda tarbiyah," demikian pungkasnya.

Foto Peserta Bedah Buku


Peserta kajian mengapresiasi dengan baik kegiatan bedah buku ini. Imran El Rosadi, salah seorang hadirin, berpendapat bahwa uraian yang Akmal berikan mampu menjawab berbagai persoalan tentang demokrasi dari perspektif Islam. "Semoga ke depannya akan ada lagi bedah buku untuk Geliat Partai Dakwah jilid berikutnya, agar pemahaman umat tentang Islam dan demokrasi bisa utuh dan tidak setengah-setengah," ujarnya.


Buku Geliat Partai Dakwah 1 : Memasuki Ranah Kekuasaan adalah bagian dari trilogi karya Akmal Sjafril yang diterbitkan satu-persatu mulai Agustus 2013. Buku yang sedianya akan dibedah kembali bersama Dr. Hidayat Nur Wahid di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2013 ini hanya bisa diperoleh melalui pemesanan secara online, yaitu melalui e-mail ke malami.bookstore@gmail.com, SMS ke 089622745222, atau WA ke 085642816265. (mal/ds)


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar