pkssiak.org, JAKARTA
– Anggota Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah, menegaskan
pernyataan-pernyataan KPK terkait penyelamatan keuangan negara dalam
kasus-kasus korupsi yang ditanganinya tidak terklarifikasi dan
berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Penyelamatan keuangan negara hanyalah klaim sepihak KPK lantaran tidak pernah diaudit BPK sebagai lembaga kerugian negara.
“Sesuai laporan BPK kepada BAKN, mereka belum pernah melakukan audit terhadap barang-barang yang disita KPK terhadap hasil rampasan kasus korupsi. Juga KPK belum pernah melaporkan hal itu.Ini yang jadi tanda tanya, darimana KPK bisa mengumumkan berhasil menyelematkan keuangan negara dengan besaran tertentu. Padahal untuk menentukan hal itu barang-barang sitaan harus diaudit terlebih dahulu baru kemudian disetorkan ke kas negara,” ujar Fahri ketika dihubungi wartawan Minggu (30/9).
Menurut Fahri, yang terjadi saat ini barang-barang yang disita disetor ke kas negara tanpa proses audit. Dengan demikian maka proses pengembalian barang-barang sitaan tersebut juga rawan diselewengkan.
”Sekarang ini ‘kan dirampas dulu tanpa proses audit. Dengan proses seperti ini maka bisa saja yang dirampas 100, tapi yang disetor hanya 5.Sebenarnya ini tidak boleh dilakukan. BPK sampai saat ini juga tidak tahu dimana KPK menyimpan barang-barang sitaan.Ini bisa terjadi karena KPK tidak ada yang mengawasi,” terang Fahri.
Ditambahkan Fahri, maka tidak heran permintaan DPR kepada BPK terkait audit terhadap KPK sampai sekarang belum pernah masuk ke DPR. BPK juga nampaknya takut untuk melakukan audit terhadap KPK.
”Padahal kita sudah meminta sejak lama kepada BPK tapi sampai saat ini laporan terkait audit kinerja BPK di KPK tidak juga masuk sampai saat ini, ada kesan mereka saling sandera juga”,tegasnya.
Lebih jauh Fahri juga menambahkan berdasarkan hasil pertemuan dengan para mantan penyidik KPK beberapa waktu lalu, kantor KPK itu seperti kantor redaksi di media massa. Penetapan seseorang sebagai tersangka sama seperti penetapan judul apa thema apa yang akan dijadikan headline oleh media.
“Menentukan status tersangka terhadap seseorang tak beda dengan penentuan judul headline di media. Seseorang memutuskan bahwa si A harus jadi tersangka seperti keputusan pemimpin di media massa. Ini membuat penetapan status tersangka menjadi kacau,” tutur Fahri
Menurut anggota alat kelengkapan DPR yang khusus me supervisi BPK ini, “Sekarang, BAKN secara khusus sedang meminta BPK untuk mengaudit seluruh aset sita sebab laporan sementara banyak yang menunjukkan kesalahan, pengabaian bahkan sampai Asset yang awalnya diklaim tersita lalu hilang begitu saja,” pungkasnya.
*http://www.poskotanews.com
Penyelamatan keuangan negara hanyalah klaim sepihak KPK lantaran tidak pernah diaudit BPK sebagai lembaga kerugian negara.
“Sesuai laporan BPK kepada BAKN, mereka belum pernah melakukan audit terhadap barang-barang yang disita KPK terhadap hasil rampasan kasus korupsi. Juga KPK belum pernah melaporkan hal itu.Ini yang jadi tanda tanya, darimana KPK bisa mengumumkan berhasil menyelematkan keuangan negara dengan besaran tertentu. Padahal untuk menentukan hal itu barang-barang sitaan harus diaudit terlebih dahulu baru kemudian disetorkan ke kas negara,” ujar Fahri ketika dihubungi wartawan Minggu (30/9).
Menurut Fahri, yang terjadi saat ini barang-barang yang disita disetor ke kas negara tanpa proses audit. Dengan demikian maka proses pengembalian barang-barang sitaan tersebut juga rawan diselewengkan.
”Sekarang ini ‘kan dirampas dulu tanpa proses audit. Dengan proses seperti ini maka bisa saja yang dirampas 100, tapi yang disetor hanya 5.Sebenarnya ini tidak boleh dilakukan. BPK sampai saat ini juga tidak tahu dimana KPK menyimpan barang-barang sitaan.Ini bisa terjadi karena KPK tidak ada yang mengawasi,” terang Fahri.
Ditambahkan Fahri, maka tidak heran permintaan DPR kepada BPK terkait audit terhadap KPK sampai sekarang belum pernah masuk ke DPR. BPK juga nampaknya takut untuk melakukan audit terhadap KPK.
”Padahal kita sudah meminta sejak lama kepada BPK tapi sampai saat ini laporan terkait audit kinerja BPK di KPK tidak juga masuk sampai saat ini, ada kesan mereka saling sandera juga”,tegasnya.
Lebih jauh Fahri juga menambahkan berdasarkan hasil pertemuan dengan para mantan penyidik KPK beberapa waktu lalu, kantor KPK itu seperti kantor redaksi di media massa. Penetapan seseorang sebagai tersangka sama seperti penetapan judul apa thema apa yang akan dijadikan headline oleh media.
“Menentukan status tersangka terhadap seseorang tak beda dengan penentuan judul headline di media. Seseorang memutuskan bahwa si A harus jadi tersangka seperti keputusan pemimpin di media massa. Ini membuat penetapan status tersangka menjadi kacau,” tutur Fahri
Menurut anggota alat kelengkapan DPR yang khusus me supervisi BPK ini, “Sekarang, BAKN secara khusus sedang meminta BPK untuk mengaudit seluruh aset sita sebab laporan sementara banyak yang menunjukkan kesalahan, pengabaian bahkan sampai Asset yang awalnya diklaim tersita lalu hilang begitu saja,” pungkasnya.
*http://www.poskotanews.com