Visi Ramadhan | Ust. Tifatul Sembiring
By: Abul Ezz
Kamis, 11 Juli 2013
0
sumber foto: facebook |
pkssiak.org - Lalu mengapa
kita perlu bertakwa? Sebab manakala di akhir hayat (kehidupan) kita tidak
memiliki derajat takwa, kita tidak akan bisa memasuki surga Allah subhanahu wata’ala. Karena surga Allah
hanya diberikan dan disediakan bagi orang-orang yang bertakwa sebagaimana dalam
firman Allah
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,”
[QS. Ali Imran (3): 133]
Ayat ini tidak
hanya menyuruh kita untuk bersegera dalam melakukan istighfar, akan tetapi ada
makna yang lebih luas dari itu. Imam Sayuti dalam kitab Fawa’idnya, beliau
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wa
saari’uu ilaa maghfiroh adalah bermakna wa
saari’uu ila sababil maghfiroh, bersegera menuju pada ampunan Allah dengan
cara bersegera menuju pada sebab-sebab ampunan Allah. Sebab-sebabnya adalah:
Pertama, Bertaubat pada Allah dengan memperbanyak
istighfar
Dalam satu
hadits, Rasulullah bersabda, “Alangkah
beruntungnya bagi orang yang memperbanyak istighfar sehingga di hari kiamat
nanti dia akan mendapatinya dalam catatan-catatan shohifahnya.” Tidak ada
yang pernah luput, baik itu yang kecil maupun yang besar kecuali semuanya telah
tercantum dalam kitab catatan amal tersebut. Rasulullah adalah orang yang
maksum (terbebas dari dosa), akan tetapi beliau beristighfar dalam sehari
semalam mencapai seratus kali.
Kedua, Memperbanyak ketaatan kepada Allah
Ramadhan ini
adalah sayidus syuhuur (penghulu
bulan). Dengan momentum ini, kita isi dengan memperbanyak dzikir, tilawah,
qiyamul lail, dan ibadah-ibadah tathowwur
(sunnah) lainnya. Kalau sudah seperti ini akan lahir atau memiliki visi
Ramadhan yang menghasilkan manusia yang bertakwa, dan dengan bertakwa
menghasilkan jannah (surga).
Orang yang
visioner itu adalah orang yang memahami apa yang hendak ia capai, dan bagaimana
cara mencapainya. Kadang-kadang kita ini menginginkan surga Allah dengan ingin
berkumpul dengan isteri dan anak-anak di Surga, akan tetapi anak kita dari pagi
sampai malam-malam bermain video game
terus. Apakah begitu karakteristik dari ahlil
jannah? Tentu tidak.
Ikhwan-akhwat
sekalian, jadi visi dari hidup dan kehidupan kita ini adalah ingin mencapai mardhotillah (ridho Allah). Kita tidak
ingin di akhir dari kehidupan kita ini tidak memperoleh mardhotillah. Karena ia tidak dapat diganti dengan pangkat dan
jabatan apapun. Kalau Allah sudah ridho pada kita, maka Allah menyediakan bagi
kita surga yang mengalir di dalamnya surga-surga dan kenikmatan yang lainnya.
Dalam satu ayat Allah berfirman;
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan
dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hamba-Nya.” [QS.
Al-Baqarah (2): 207]
Ada satu kisah
seorang sahabat yang bernama Hanzholah. Di saat-saat dia menikmati indahnya malam pertama dari
pernikahannya, tiba-tiba ia mendengar panggilan jihad, tanpa berpikir panjang
ia pun menyambut seruan itu, padahal beliau belum sempat mandi junub. Dalam
perjalanan Rasulullah melihat Hanzholah, kemudian beliaupun bertanya, “Wahai Hanzholah, gerangan apakah yang
membuat engkau terburu-buru?” Lallu dijawabnya, “Wahai Rasulullah, aku mendengar seruan jihad, lalu akupun menyambut
seruan itu karena aku rindu akan surga Allah.” Kemudian peperangan
berkecamuk, maka beliaupun syahid.
Dalam riwayat
lain disebutkan, ada seorang sahabat yang sedang makan kurma. Pada saat itu
peperangan sedang berkecamuk, lalu dia bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa balasan bagi orang
yang berjihad di jalan Allah?” Rasul menjawab, “al-Jannah (Surga).” Kemudian kurma yang belum dihabiskan itu dia
letakkan, lalu ia pun masuk dan bergabung dengan pasukan muslimin, kemudian ia
pun meraih syahadah yang diinginkannya itu.
Mungkin begitu
pula yang memotivasi terjadinya bom syahid pada setiap peperangan seperti di
Palestina, Afghanistan, dan di belahan dunia lainnya. Rasulullah pernah
bersabda, “Jihad itu akan terus dan terus
berlangsung sampai hari kiamat.”
Abu Bakar ash-Shiddiq
ketika mengomentari ayat Watazawwadu fa inna khoirozzaadi at-taqwa (dan berbekallah kalian, karena
sesungguhnya sebaik-baik perbekalan adalah takwa), beliau mengatakan, “Barangsiapa yang masuk kubur tanpa ada
perbekalan bagaikan seorang yang ingin mengarungi samudra tanpa kapal.” Kemudian
ia melanjutkan, “Ini adalah suatu hal
yang mustahil, bagaimana kita bisa mengarungi samudra tanpa kapal?”
Oleh karena itu,
hendaklah kita di dalam Ramadhan ini meningkatkan diri kita dengan:
1. BERJIWA KARIIM (KEDERMAWANAN)
Kedermawanan
seseorang di bulan Ramadhan, di beberapa negara Islam seperti Turki dan Mesir,
pada saat menjelang berbuka puasa, para pemilik toko sudah mempersiapkan makanan
untuk ifthor, ini bukan untuk pemilik toko saja, tetapi untuk umum bahkan
mereka rebutan untk menawarkan kepada orang yang lewat di depan tokonya untuk
menikmati apa yang disediakan oleh mereka. Gerangan apakah yang memotivasi
mereka untuk melakukan semua itu? Yang memotivasi mereka adalah karena mereka
paham betul akan makna hadits Rasulullah yang berbunyi, “Barangsiapa yang memberi makan untuk orang yang sedang berbuka maka
niscaya dia diampuni segala dosa-dosanya oleh Allah, dan dibebaskan lehernya
dari api neraka, dan diberikan kepadanya pahala sebesar pahala orang yang
berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu.”
Ada salah
seorang sahabat yang memprotes Rasulullah karena dia tidak mampu untuk
memberikan pada orang lain untuk berbuka, lalu ia pun berkata, “Ya Rasulullah, kami tidak memiliki makanan
untuk diberikan kepada orang yang berbuka puasa.” Lalu Rasul bersabda, “Pahala yang tiga itu akan diberikan oleh
Allah, kalaulah (meskipun) orang itu memberikan sebutir kurma untuk orang lain
untuk berbuka.” Jadi marilah kita tingkatkan jiwa kariim kita kepada orang yang membutuhkan.
2. TA’YIINUL IRODAH (MELURUSKAN KEINGINAN-KEINGINAN)
Bulan Ramadhan
adalah momentum besar bagi kita untuk melatih diri dari keinginan-keinginan syahwat syaithoniyah kita. Makanya,
Ibnul Qoyyim dalam kitabnya, beliau mengatakan bahwa pokok dari kemaksiatan itu
ada tiga. Pertama, takluknya hati manusia kepada selain Alalh yang berujung
pada berbuat syirik kepada-Nya. kedua, dorongan kemarahan kita yang berujung
pada pembunuhan. Ketika, kekuatan syahwaniyyah
yang berujung pada perbuatan zina. Dari semua ini, kita kendalikan dengan
bershiyam dan dengan bershiyam akan meluruskan keinginan-keinginan kita yang
bengkok seperti itu.
Ikhwan-akhwat
sekalian, sesungguhnya dalam diri kita ini mengandung dua potensi, yaitu
potensi untuk berbuat fujur (dosa) dan potensi untuk bertakwa, nah shiyyam
Ramadhan inilah mendominankan potensi takwa di atas potensi fajir tadi,
sehingga potensi-potensi fujur atau keinginan-keinginan untuk berbuat fujur
tidak muncul ke permukaan.
3. TAZKIYATUN NAFSI (MEMBERSIHKAN JIWA)
Marilah kita
pada bulan Ramadhan ini banyak melakukan tazkiyatun
nafsi (membersihkan jiwa), dengan memperbanyak melakukan amalan-amalan
sunnah untuk merontokkan bintik-bintik hitam yang ada pada hati kita. maka
alangkah berbahagialah bagi orang yang selalu membersihkan hatinya, dan
merugilah orang yang selalu mengotorinya.
Ikhwan-akhwat
sekalian, marilah pada bulan Ramadhan kita memperbanyak dzikir, doa, tilawah,
qiyamul lail, dan berdialog dengan-Nya di saat-saat manusia terlelap dalam
tidurnya seraya mengemukakan segala hajat kita agar Allah menjaga diri kita,
keluarga kita dan menjaga bangsa ini daripada kesesatan dan lain-lainnya.
4. MENGHIDUPKAN HATI
Mari kita
hidupkan hati dengan memperbanyak bertaubat, karena Rasulullah bersabda, “Setiap anak adam itu memiliki dosa dan
kesalahan dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang selalu bertaubat.”
5. BERDAKWAH
Hal terakhir
yang ingin saya sampaikan, bahwa pada bulan Ramadhan ini jangan sampai kita
hanya mementingkan diri kita sendiri. Karena ada amal jariyyah seperti
berdakwah, mengajak orang lain untuk berbuat baik. Kita manfaatkan potensi diri
kita ini untuk naafi’ah lighoirihi (bermanfaat
bagi orang lain). Ramadhan suasananya mendukung bagi kita untuk bisa berdakwah,
maka seharusnyalah kita lebih aktif lagi berdakwah, karena dakwah itu harus
dimulai dan jangan sampai berhenti. Ishlah
nafsaka wad’u ghoiroka (perbaiki diri dan ajak orang lain).
Dalam satu
riwayat, diceritakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tatkala dihadapkan seluruh manusia di hadapan Allah, ada seorang
laki-laki diseret di tengah-tengah padang masyhar yang bergelantungan di tangan
kanan dan tangan kirinya istri dan anak-anaknya. Ketika sang anak dan istri
dihisab dia tidak memiliki bekal di hadapan Allah Swt, kemudian ketika divonis
masuk neraka mereka berkata: Ya Robb kami, ambillah hak kami darinya karena
sesungguhnya dia dulu sewaktu di dunia tidak
pernah mengajarkan kepada kami tentang apa yang kami tidak ketahui, lalu
isterinya berkata aku dinikahi karena cantik rupaku dan merasa senang kepadaku,
demikianlah aku bergaul dengannya, tetapi aku tidak pernah diajari tentang
apa-apa yang aku tidak ketahui, maka ambillah hakku kepadanya.”
Mari kita ajak
masyarakat kita, dengan mujtama’ (masyarakat
yang baik), dengan ciri-ciri dan dengan gaya berpakaian yang baik, dan dengan
berhubungan baik antartetangga, kita perbaiki daulah (pemerintahan), insya Allah kriminalitas akan menurun,
keamanan terjamin.
Ikhwan-akhwat
sekalian, jadi peran da’i harus kita teruskan. Karena da’i mendapatkan satu
kemuliaan di sisi Allah Swt. Kalau saya mengibaratkan, da’i itu bagaikan
seorang insinyur pertanian, di mana dia selalu memperhatikan para petani, lalu
kemudian dia tingkatkan intesifikasi dan ekstensifikasi, lalu dia menyelidiki
bibit-bibit yang cocok sesuai dengan iklim daerah, dia berikan penuluhan untuk
para petani dan masyarakat tentang bagaimana tata cara untuk bercocok tanam
yang baik, agar hasilnya lebih baik. wallahu
a’lam bishshowaab.
_______________________
*) Tulisan ini diambil dari buku Panduan Ibadah Ramadhan yang diterbitkan Data Press tahun 1427 H.
DPD PKS Siak - Download Android App