Turki, Time, dan Mesir
pkssiak.org - Sikap Perdana Menteri (PM) Turki Reccep Tayyi Erdogan sudah sangat tegas: pemerintahnya menolak keras penggulingan Presiden Muhammad Mursi oleh militer. Turki tetap mengakui Mursi sebagai presiden sah Mesir dan mendesak militer mengembalikan kekuasaan pentolan Ikhwanul Muslimin itu pada posisinya.
Mursi, kata Erdogan, terpilih secara demokratis pada pemilihan yang diikuti mayoritas rakyat Mesir. Jika ada pihak-pihak yang menginginkan kekuasaan Mursi, Turki meminta mereka bersabar dan bertarung saja pada pemilihan berikutnya. Presiden yang terpilih paling demokratis yang mempresentasikan suara mayoritas ini tidak bisa digulingkan oleh kerumunan orang yang dibekingi militer.
Sikap tegas Turki sudah terlihat sejak dua pekan lalu. Dubes Turki di Mesir secara terang-terangan menyebut kudeta atas penggulingan Mursi. Mesir marah, tapi Turki tidak bersedia minta maaf atas sebutan itu. Erdogan semakin menegaskan sikap Turki yang menentang jatuhnya Mursi.
Dua hari setelah kritik pedas Turki, majalah Time menyebut demonstran pendukung Mursi sebagai yang terbaik. Timemenggambarkan betapa hebatnya 7 juta demonstran berkumpul, melakukan aksi, berorasi, mengerjakan berbagai kegiatan, tetapi tidak menyebabkan friksi dan kekerasan. Time menilai demo damai ini sungguh luar biasa karena para demonstran tetap berjalan pada treknya meski ada upaya provokasi dari aparat.
Provokasi itu mulai dari adanya penyerangan, intimidasi, pembunuhan, dan penembakan massal kepada para demonstran. Atas dasar ini, majalah paling berpengaruh di dunia itu yang sejak awal menulis sinis atas kudeta Mursi menyebut para demonstran itu sebagai yang terbaik--sesuatu yang mustahil terjadi di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, maupun Prancis.
Turki dan Time menunjukkan kepada dunia bahwa ada yang salah di Mesir. Militer yang selama berpuluh-puluh tahun menjadi penguasa tanpa batas merasa terpinggirkan dengan kehadiran Mursi. Sejumlah wewenang militer dicabut oleh Mursi, yang menimbulkan reaksi keras. Jika dibiarkan, Mursi semakin lama akan terus menggerogoti wewenang militer. Kudeta menjadi jalan terbaik karena tak ada kamus demokrasi bagi militer Mesir.
Pertama, kita sepakat dengan Erdogan bahwa demokrasi harus dihormati. Kita jangan bertindak mendua seperti yang ditunjukkan Amerika yang ke mana-mana mengusung demokrasi, tetapi menistakan demokrasi di Mesir. Demokrasi menjadi jalan terbaik di sebuah negara transisi seperti Mesir.
Kedua, jika ada keinginan dari oposisi atau segelintir rakyat Mesir yang ingin menggulingkan pemerintahan Mursi, bisa dilakukan melalui mekanisme demokrasi: pemilihan umum. Jika memang menawarkan program unggulan yang diterima rakyat, besar kemungkinan partai itu memenangi pemilu.
Ketiga, semua pihak harus menghormati proses demokrasi di Mesir. Caranya, dengan mengembalikan kekuasaan Mursi dan membiarkan dia bekerja hingga mandatnya selesai. Jika kinerja Mursi dianggap tidak bagus, ia bisa tidak terpilih lagi pada pemilu berikutnya.
Keempat, Indonesia sebagai salah satu negara yang dibangun dari fondasi demokrasi setelah Orde Baru tumbang, semestinya mengingatkan militer Mesir. Indonesia punya pengaruh dan harus memanfaatkan pengaruh itu untuk berdiri tegaknya demokrasi.
Kita tidak ingin kesewenang-wenangan militer Mesir mengudeta pemerintah sah dengan beralas kerumunan massa menjadi sesuatu yang dihalalkan. Kita mengutuk gaya militer yang ingin terus berkuasa dengan menembaki rakyatnya hingga mati. Atas nama demokrasi, Mursi tetap presiden sah Mesir.
*Tajuk harian REPUBLIKA (17/7/2013)
Turki, TIME, dan Mesir
By: Abul Ezz
Kamis, 18 Juli 2013
0
DPD PKS Siak - Download Android App