Membangun Indonesia Sejahtera Berbasis Perlindungan Keluarga
By: Abul Ezz
Sabtu, 06 Juli 2013
0
Oleh: Anis Byarwati, Ketua Bidang Perempuan DPP PKS
pkssiak.org - Indonesia akan menghadapi sebuah event besar
bernama bonus demografi. Bonus demografi adalah sebuah keuntungan yang
disebabkan transisi demografi, yakni perubahan kondisi penduduk dari
pertumbuhan penduduk yang rendah dengan tingkat natalitas dan mortalitas
yang tinggi menuju pertumbuhan penduduk yang rendah dengan tingkat
natalitas dan mortalitas yang rendah.
Ketika tingkat
kelahiran dan kematian tinggi, penduduk usia muda menjadi sangat
melimpah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologilah yang
menyebabkan jumlah kelahiran menurun diiringi dengan menurunnya
jumlah kematian. Dalam 10-30 tahun ke depan, saat penduduk usia muda
memasuki usia produktif dan penduduk usia produktif memasuki usia
pensiun maka Indonesia akan “memanen” sumber daya manusia.
Bonus “ledakan”
kaum muda dan angkatan kerja produktif ini sangat krusial jika sumber
daya manusia (SDM) yang tumbuh tidak berkualitas. SDM yang tidak
berkualitas hanya akan menjadi beban dan permasalahan bagi bangsa.
Oleh karena itu, dibutuhkan keseriusan dan kerja keras untuk mengelola
sumber daya manusia Indonesia. Saat ini, jika kita mencermati fenomena
yang terjadi, banyak hal yang membuat kita mengerutkan kening. Data
tentang tingkat kriminalitas dan kerusakan moral yang dilakukan oleh
anak muda/remaja, menunjukkan angka yang menyesakkan dada. Beberapa
waktu lalu misalnya, seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi terkenal
di kota Bogor menjual gadis-gadis seusia SMA secara online melalui
sebuah situs kepada kalangan menengah ke atas. Atas “kelicikannya”,
pelaku berhasil mengumpulkan uang ratusan juta rupiah dalam waktu
singkat. Selain itu juga terjadi, anak usia SMP di surabaya terlibat
penjualan sesama anak SMP guna memuaskan nafsu lelaki yang tak
bertanggung jawab. Menurut polisi setempat saat diwawancarai oleh salah
satu stasiun televisi, boleh jadi pelaku adalah juga korban. Artinya,
pelaku menjual teman-temannya karena sebelumnya dia juga pernah
bernasib sama, diperjual belikan. Miris memang, seolah ada dendam dan
lingkaran syetan.
Fakta lain tentang
degradasi moral , diantaranya hasil survei Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) di jabotabek yang menyebutkan bahwa 51 dari
100 orang remaja perempuan tidak lagi perawan, rentang usia remaja yang
pernah melakukan hubungan seks diluar nikah antara 13-18 tahun. Survei
BKKBN lain pada tahun 2010 di jabotabek menyebutkan 15 % remaja sudah
pernah atau biasa berhubungan seks. Terkait dengan kejadian aborsi,
disebutkan 62 % aborsi dilakukan oleh remaja atau mereka yang belum
menikah.
Keluarga vs Ledakan Demografi
Data-data tersebut
menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia sangat buruk. Nilai moral
kurang diperhatikan, hidup lebih dilihat hanya dari sisi materialis dan
kesenangan. Dengan keinginan mendapatkan uang banyak secara instan,
remaja tega mengorbankan teman sesama remaja. Terlihat sikap yang
cenderung egois, mengeruk keuntungan di atas “kerusakan moral” orang
lain. Pergaulan seks bebas pun seolah sudah menjadi sesuatu yang biasa ,
perasaan malu dan bersalah sudah mulai menipis. Jika kondisi semacam
ini dibiarkan terus menerus, bonus demografi akan menjadi malapetaka
bagi Indonesia.
Padahal, bonus
demografi tersebut bisa bernilai positif dan mengantarkan Indonesia
menjadi maju jika kualitas SDM baik. Salah satu faktor yang sangat
menentukan untuk mewujudkan bangsa dengan sumber daya manusia yang
berkualitas, jika sumber daya manusia tersebut “digembleng” melalui
sebuah proses pendidikan yang mumpuni yang mengarahkan pola pikir dan
pola tindak dapat ke arah yang baik. Proses pematangan jiwa pun dapat
teroptimalkan. Lembaga pendidikan paling pertama dan utama untuk proses
pendidikan tersebut adalah keluarga. Keluarga juga merupakan lembaga
pendidikan alamiah yang keberadaanya sudah muncul sejak awal kehidupan
manusia di muka bumi. Melalui keluarga, seorang anak manusia bisa
mendapatkan pendidikan dan pembinaan terbaik. Proses pendidikan dalam
keluarga berlangsung secara kontinyu dengan kedekatan emosi dan penuh
kehangatan cinta kasih. Pemantauan hasil pendidikan pun berlangsung
setiap saat, sehingga akan lebih optimal dan tepat dalam memperbaiki
kekurangan.
Sayangnya, proses
pendidikan dalam keluarga yang semacam ini perlahan mulai terkikis
dengan “kemajuan” semu. Urusan karir dan kemajuan tekonologi di satu
sisi, serta perkembangan informasi global, sedikit banyak telah
mempengaruhi kondisi kehidupan berkeluarga. Gaya hidup individualis,
materialis, dan permisif menjadi faktor yang menyebabkan kerapuhan
keluarga . Seorang anak tidak merasa nyaman dirumahnya karena ia tidak
lagi mendapatkan kehangatan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang
selalu sibuk dengan urusan pekerjaan. Akhirnya, mencari teman bergaul
yang belum tentu berperilaku baik.
Sebagian istri,
dengan adanya pengaruh globalisasi dan informasi mulai cenderung
bersikap materialis. Tayangan –tayangan yang mengumbar kemewahan telah
memaksanya untuk bergaya hidup mewah. Jika kondisi penghasilan suami
tidak menunjang dibarengi dengan pemahaman dan komitmen terhadap ajaran
agama yang rendah akan memicu tindak kriminalitas atau perbuatan yang
melanggar moral. Satu sisi, sebagian istri yang mulai mandiri dengan
penghasilannya telah membuat rasa hormat dan baktinya kepada suami mulai
luntur. Bahkan sebagian cenderung memilih untuk berpisah karena merasa
tidak perlu lagi kepemimpinan suami.
Sementara kondisi
lain menunjukkan, sebagian kaum adam mulai menipis rasa tanggung
jawabnya dalam menafkahi keluarga karena menganggap bahwa istrinya
telah mandiri. Hal semacam ini, pelan tapi pasti akan membuat
kehangatan keluarga melemah dan kerapuhan mengintai karena tidak ada
lagi wibawa suami di depan istri dan keluarganya.
Sejatinya,
kehidupan alam semesta akan selalu dalam keseimbangan, Allah
menciptakan segala sesuatu berpasangan, satu dengan yang lain saling
membutuhkan, saling menyempurnakan. Lelaki dan perempuan memiliki
karakteristik dan keistimewaan masing-masing, dan hanya dengan
kehidupan berkeluarga keduanya dapat menghadirkan kekuatan. Inilah
keniscyaan alam semesta. Keluarga, merupakan tempat asal kehidupan
manusia. Tak seorang anak manusia pun , yang mampu hidup di dunia
dengan kualitas prima,kecuali di sana pasti hadir peran keluarga.
Dengan demikian, sesungguhnya keluarga adalah kebutuhan asasi manusia.
Untuk itu , kita semua bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi
keluarga dari kerusakannya.
Ledakan Demografi vs Perlindungan Keluarga
Ada tiga faktor yang akan mampu melindungi keluarga. Pertama adalah faktor nilai-nilai agama. Kedua adalah faktor kontrol sosial. Ketiga adalah
faktor pemerintah. Dengan pemahaman dan komitmen terhadap nilai–nilai
agama, seseorang termotivasi untuk selalu menjaga keutuhan dan
keharmonisan keluarga. Semua agama sangat menaruh perhatian terhadap
eksistensi dan keharmonisan keluarga. Sebagai contoh, agama Islam,
memotivasi penganutnya untuk selalu menjaga keutuhan keluarga. Melalui
perhatian serius pada akad nikah, membenci perceraian, dan
meminimalisir faktor penyebabnya, serta mendorong untuk memiliki
keturunan karena keturunan akan memperkokoh ikatan pernikahan. Kehidupan
keluarga dalam Islam mengedepankan adanya pengawasan Allah dalam
menjalaninya sehingga setiap pasangan selalu berupaya menjaga tingkah
lakunya.
Untuk faktor kedua,
yaitu kontrol sosial, ada beberapa hal yang akan memperkokoh dan
melindungi eksistensi keluarga, diantaranya adalah aturan dan nilai
moral yang berlaku di masyarakat. Dalam masyarakat umumnya berlaku bahwa
yang sedikit akan terpengaruh oleh yang banyak, yang lemah akan
terpengaruh oleh yang kuat, oleh karena itu, keteladanan simbol-simbol
masyarakat seperti tokoh agama dan tokoh adat menjadi sangat penting
dalam menjaga dan melindungi keluarga. Demikian juga dengan keberadaan
tetangga dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, semua akan berperan
dalam menjaga keluarga. Lembaga-lembaga tersebut dapat menyelenggarakan
program-program perlindungan keluarga, misalnya dengan pelatihan
-pelatihan komunikasi suami istri, pelatihan pendidikan anak, dan
penyelenggaraan pendidikan formal untuk keluarga dan anak.
Faktor ketiga,
yaitu peran dan kontrol pemerintah sangat penting dalam melindungi
keluarga. Apabila setiap individu dalam suatu negara telah tertanam
untuk tunduk dan terhadap semua aturan dan perundangan maka kondisi
seperti ini akan membuat kontrol pemerintah efektif. Kontrol
pemerintah juga berarti bahwa kewajiban negara membuat undang-undang
yang akan melindungi keluarga dan masyarakat dari kerusakan. Peraturan
yang menjamin adanya penindakan terhadap warga negara yang tidak
mempedulikan nilai dan prinsip. Keberadaan peraturan-perundangan yang
melindungi keluarga sangat dibutuhkan agar pemerintah bersama dengan
seluruh masyarakat bertanggung jawab melindungi keluarga. Dalam
konteks ini, sahabat Rasul saw ,Usman bin Affan pernah berkata,
“Sesungguhnya Allah menegakkan dengan kekuasaan, hal-hal yang tidak bisa
ditegakkan dengan Al Qur’an”. Artinya adalah kekuasaan/pemerintah
akan menjadi sarana efektif untuk menegakkan kebenaran. Disini terlihat
jelas betapa besar peran pemerintah dalam melindungi keluarga.
Undang-undang tentang Keluarga
Jika kita tengok
peraturan perundangan yang ada di Indonesia, sedikit banyak memang sudah
berbicara tentang keluarga, tapi masing-masing masih terpisah, yaitu
masih memandang keluarga dari sudut yang berbeda-beda, belum
memposisikan keluarga sebagai sesuatu yang utuh. Sebagai contoh,
Undang-Undang no 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga, posisi keluarga baru sebagai “objek” dari urusan
kependudukan. Contoh lain, Undang-Undang tentang perlindungan Anak,
keluarga disini masih dipandang sesuatu yang parsial, belum merupakan
satu kesatuan yang utuh. Meski demikian, kita perlu mensyukuri apa yang
sudah ada sambil terus menyempurnakan peraturan perundangan yang ada
agar keluarga dapat terlindungi eksistensinya dengan dasar hukum yang
kuat dan tingkat aplikasi yang sungguh-sungguh. Barangkali perlu
diwacanakan untuk menyusun peraturan perundangan baru yang memandang
keluarga dari seluruh aspeknya sehingga terlihat jelas betapa pentingnya
peran keluarga dalam membangun suatu bangsa. Ibarat bangunan, maka
posisi keluarga dalam menyusun masyarakat dan bangsa, adalah laksana
batu bata yang menyusun sebuah bangunan. Kuat rapuhnya suatu masyarakat
dan bangsa akan sangat ditentukan oleh kuat lemahnya keluarga.
Hari keluarga
Nasional yang jatuh pada bulan Juni ini, mari kita jadikan sebagai
momentum untuk introspeksi diri. Apakah selama ini kita sudah memberikan
kontribusi pada bangsa dengan membangun sebuah keluarga yang kokoh?
Apakah sebagai sebuah bangsa kita sudah memberikan upaya perlindungan
yang optimal untuk keutuhan dan keharmonisan keluarga di negeri yang
kita cintai ini? Sejak kelahirannya, bangsa ini sudah dikenal sebagai
bangsa yang hidup harmonis dengan nilai-nilai kekeluargaan yang mulia.
Tanggung jawab kita semua untuk menghadirkan bangsa yang maju dengan
peluang bonus demografi, melalui pengokohan keluarga. Selamat Hari
Keluarga!
Sumber: RKI
DPD PKS Siak - Download Android App