Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » Kemenkum HAM Dinilai Tak Konsisten Soal Penerapan Hukum

Kemenkum HAM Dinilai Tak Konsisten Soal Penerapan Hukum


By: Abul Ezz Senin, 15 Juli 2013 0

189883_620
pkssiak.org, JAKARTA – Kerusuhan yang terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara pada pekan lalu disinyalir dipicu oleh penerapan PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi.

Pernyataan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin yang menyebut penerapan PP tersebut tidak berlaku surut dinilai inkonsisten dan diskriminatif.

“Negara ini memang negara arogan, negara yang konsisten untuk tidak konsisten,” cetus pakar hukum tata negara, Margarito Kamis dalam keterangannya di Jakarta, Senin (15/7/2013).

Namun, kata dia, ketika dimintai ketegasan soal putusan Mahkamah Konsitusi (MK) tanggal 22 November 2012 terkait Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pihak Kementerian Hukum dan HAM justru bersikeras bahwa putusan MK tersebut berlaku surut.

Ketidakkonsistenan itu bisa dilihat dari penerapan Pasal 197 KUHAP, khususnya Pasal 197 ayat (1) huruf k. Di situ disebutkan bahwa putusan pengadilan yang tidak memuat perintah penahanan, maka tidak bisa dieksekusi. “Tapi, faktanya tidak ada perintah penahanan tetap dieksekusi,” sambung Margarito.

Inkonsistensi itu kemudian berlanjut kala Yusril Ihza Mahendra membawa penerapan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Parlin Riduansyah.
Kemenkum HAM seorah enggan menjalankan putusan tersebut dan justru menyebut putusan tersebut berlaku surut. Akibatnya, napi yang kadung dipenjara karena menjadi korban penerapan Pasal 197 huruf k KUHAP urung dibebaskan.

Di sisi lain, Ketua MK Akil Mochtar sebelumnya dengan tegas menyatakan bahwa putusan MK tersebut tidak berlaku surut.

Undang-undang MK Pasal 47 jelas mencantumkan putusan MK tidak berlaku surut (asas retroaktif). Efek berlakunya putusan MK bersifat prospektif ke depan (forward looking) dan tidak retroaktif ke belakang (backward looking).

“Ini yang menjadi menurunkan martabat PP 99/2012 dan Pasal 197 harkat dan martabatnya menjadi rendah,” tukasnya.

Setali tiga uang, pakar hukum pidana, Andi Hamzah pun mengkritisi soal ini. Menurutnya, keberadaan putusan MK lebih kuat ketimbang PP. Tidak dijalankannya putusan MK itu membuat seakan penerapan hukum di negeri ini menjadi salah kaprah.

“Sejatinya, putusan MK dijalankan terlebih dahulu. Kuatan putusan MK. Pokoknya Indonesia masalah hukum kacau lah ya. Sudah kacau, terkenal Indonesia di luar negeri ialah penerapan hukum di Indonesia tidak sesuai dengan standar-standar internasional,” sesalnya.[okezone/pkssiak]



DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar