pkssiak.org, Jakarta - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga anggota Komisi III DPR RI Fahri Hamzah menilai pemberantasan korupsi saat ini hanya bersifat euforia sehingga tidak menyentuh akar permasalahannya.
Tak cuma itu, ia juga menegaskan, pemberantasan korupsi juga diwarnai kebingungan baik di tingkat aparat penegak hukum, pemerintah, maupun masyarakat. "Ada euforia, ada kebingungan, sehingga sistem pemberantasan korupsi di Indonesia penuh ketidakpastian," kata Fahri, Minggu (30/6/2013) siang.
Akibat ketidakpastian, penegakan hukum memakan korban orang-orang baik pun divonis korupsi. Ia mencontohkan pengusaha Hartati Murdaya yang sebenarnya tidak bersalah dan lebih merupakan korban dari sistem, tetapi akhirnya divonis menyuap.
Fahri menilai masalah korupsi di Indonesia bukanlah kejahatan orang per orang, melainkan lebih dikarenakan sistem kita yang buruk, baik sistem birokrasi, sistem pemberantasan korupsi, maupun definisi tentang korupsi itu sendiri.
Untuk memberantas korupsi maka harus dilakukan perubahan mendasar di tingkat sistem. Jika ini dilakukan maka ia optimis dalam waktu dua tahun saja masalah korupsi di Indonesia sudah tuntas asal cara pandang terhadap korupsi harus diubah total.
Namun ia menyayangkan, pondasi yang dibangun penegak hukum dalam pemberantasan korupsi justru menjadi sumber masalah. Kesalahan membangun pondasi itu membuat masalah korupsi makin rumit. "KPK misalnya beranggapan bahwa bangsa ini memiliki kultur korupsi. Mereka mengasumsikan seluruh penduduk sebagai mahkluk korupsi. Itulah cara KPK mengindetifikasikan korupsi,” katanya.
Dia menambahkan, munculnya pesimisme dalam pemberantasan korupsi juga diakibatkan lantaran aparat memandang korupsi adalah kejahatan orang per orang, bukannya sebuah produk dari sistem.
“Yang diperjuangkan justru sebaliknya mereka menganggap korupsi itu kejahatan orang per orang, sehingga mereka mendukung protokol yang represif dalam pemberantasan korupsi, mereka lompat ke penyadapan orang. Lihat saja mayoritas kasus korupsi yang ditangani KPK itu adalah hasil penyadapan," tukasnya.
Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk menyetel ulang sistem, sehingga memungkinkan orang melakukan tugas sesuai rambu-rambu yang penuh kepastian. "Itulah esensi negara hukum demokrasi. Aturan terbuka dengan makna yang yang pasti. Institusi lebih transparan sehingga pengawasan itu kuat, dan kultur itu lebih egaliter,” katanya. [mvi/inilah]
:: PKS PIYUNGAN